DPRD Jatim, Bhirawa
Dihujani interupsi para anggotanya , saat rapat sidang Paripurna, Senin (25/8), akhirnya DPRD Jatim menunda rapat paripurna yang seharusnya menjadi forum penting pengambilan keputusan.
Pengamatan Bhirawa, agenda penting yang seharusnya dimulai pukul 10.00 WIB dengan materi Penyampaian Laporan Komisi-Komisi atas Pembahasan Raperda Perubahan APBD Jatim 2025 molor.
Pukul 11.53 WIB, paripurna diumumkan lewat pengeras suara bakal dimulai. Wakil Gubernur Emil Dardak yang telah menunggu di ruang VIP akhirnya keluar dan memasuki ruang Paripurna.
Seperti biasanya, seluruh anggota dan pimpinan dewan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Selanjutnya, agenda rapat Paripurna pun dimulai. Baru saja dimulai, beberapa anggota langsung melakukan interupsi.
Salah satunya, Ketua Komisi D Abdul Halim. Politisi Gerindra ini menilai mekanisme pembahasan APBD 2025 berjalan tidak sehat dan terkesan terburu-buru. Ia mempertanyakan urgensi rapat konsultasi yang tiba-tiba diagendakan pimpinan.
“Rapat konsultasi itu urgensinya apa, kalau tidak dijawab tidak apa-apa,” katanya dalam interupsi.
Nada serupa disampaikan Hadi Setiawan dari Fraksi Golkar. Ia menilai rapat konsultasi hanya formalitas karena hasil akhirnya tetap mentah di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“Rapat ini harusnya ditiadakan. Buat apa, toh mentah di TAPD. Mohon pimpinan menjaga marwah dan fungsi kedewanan,” tegasnya.
Sementara itu, Ubaidillah dari PKB bahkan mengibaratkan hubungan eksekutif dan legislatif seperti pasangan suami-istri yang sedang tidak harmonis.
“Hari-hari ini hubungan eksekutif dan legislatif terlihat kurang enak. Jangan sampai komisi tidak mengetahui perubahan yang terjadi,” ujarnya.
Dari PAN, Moch Aziz menambahkan kritik tajam dengan menyebut DPRD hanya dijadikan “tukang stempel”.
“Kita ini hanya dijadikan tukang stempel yang dikejar-kejar. Waktu yang mepet membuat proses ini tidak sehat. Forum paripurna seharusnya bisa menegaskan itu,” jelasnya.
Melihat kondisi yang tidak kunjung menemukan jalan keluar, pimpinan DPRD Jatim, Deni Wicaksono, akhirnya menawarkan opsi skorsing atau penjadwalan ulang.
Usulan ini diamini sejumlah anggota, termasuk Hasan Irsyad dari Golkar, yang menyebut rapat sudah terlalu siang untuk dilanjutkan. Sidang pun resmi ditunda dengan palu ketukan.
Padahal, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak sudah hadir sesuai jadwal dan sempat menunggu di ruang VIP sebelum memasuki ruang paripurna. Namun, rapat tetap tidak bisa dilanjutkan karena laporan komisi belum tuntas.
Menanggapi dinamika tersebut, Emil meminta agar publik tidak menganggap penundaan ini sebagai tanda ketidakharmonisan.
“Ini bukan alot, tapi lebih kepada kebutuhan waktu tambahan agar pembahasan lebih matang. Sepanjang sesuai aturan, kita harus saling menghormati. Ini wujud demokrasi yang baik,” jelas pria yang juga Ketua DPD Demokrat Jatim ini.
Ia menegaskan bahwa perubahan APBD 2025 sangat penting untuk menjawab kebutuhan mendesak masyarakat, mulai dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga pemulihan ekonomi rakyat kecil.
“Harapan kami, setelah ini tim bisa bekerja lebih intensif agar segera merumuskan kebijakan APBD yang menjawab urgensi di Jawa Timur,” tambahnya.
Penundaan rapat paripurna kali ini semakin menambah catatan publik terhadap dinamika pembahasan Raperda Perubahan APBD Jatim 2025. Pasalnya, dokumen ini menjadi salah satu instrumen penting dalam menjamin kelancaran program pembangunan dan pelayanan masyarakat di Jawa Timur. [geh.gat]


