Segenap wartawan tidak takut, dan tidak akan gentar, dan tetap bekerja profesional, walau telah terdapat ancaman, teror nyata. Usaha media pers Indonesia masih kukuh bekerja sebagai “jurnalisme perjuangan.” Terus maju walau tanpa garansi perlindungan keamanan dan kenyamanan. Termasuk aspek kesejahteraan wartawan. Pada masa aliansi politik telah mayoritas tunggal, maka pers menjadi corong utama sekaligus “warning.” Bersama rakyat (kalangan kampus) yang masih tetap bersuara.
Ancaman nyata terhadap kinerja pers, setidaknya terbukti dari kiriman dua paket berupa kepala babi, dan bangka tikus tanpa kepala ke kantor pemberitaan Tempo. Kotak berisi kepala babi, ditujukan kepada wartawati desk politik. Sekaligus salahsatu host podcast (siniar) Bocor Alus Politik. Dalam berbagai podcast Tempo, sering memapar berbagai permasalahan politik, dan hukum, dikupas secara gamblang, dan rinci. Misalnya, berita tentang Sengkarut Pagar Laut. Serta Kisruh Pertamina. Komplet, bagai bedah kasus.
“Bedah kasus” versi jurnalis (dalam Bocor Alus Politik) Tempo, biasanya menggunakan sumber terpercaya. Dalam istilah jurnalis dinyatakan sebagai A-1. Termasuk yang tidak mau disebut nama. Kelebihan lain pembahasan dalam Bocor Alus Politik, adalah menggunakan pola story telling (bagai tuturan di warung kopi). Sehingga bisa jadi, APH (Aparat Penegak Hukum) menjadikan podcast Tempo, sebagai salahsatu informasi strategis. Sebelum APH benar-benar menghadapi berkas untuk penyelidikan, dan penyidikan.
Podcast Bocor Alus Politik, merupakan salahsatu upaya kalangan wartawan untuk tetap eksis (laku). Karena realitanya, tiada regulasi (undang-undang) yang mampu menjaga ketenangan profesi kewartawanan. Sudah banyak usaha pers tutup terbit, dan berhenti siar, terdampak surutnya perekonomian nasional dan global. Lebih lagi pada era efisiensi saat ini. Banyak terjadi pemotongan biaya langganan koran (dan televisi berbayar), menjadi paling mudah dilakukan. Tak terkecuali iklan pariwara politik pemerintahan.
Iklan pada media, termasuk media online, dianggap bukan kebutuhan esensial utama. Begitu pula pemasangan iklan gampang dihentikan. Karena seluruh perusahaan mengalami kesulitan biaya operasional. Bahkan sampai tutup usaha. Seluruh masyarakat juga mengalami penyusutan penghasilan. Bahkan sampai kehilangan nafkah akibat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Kinerja profesionalisme pers, seperti dalam Podcast Bocor Alus Politik, sesuai dengan visi UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pada pasal 2 dinyatakan, “Kemerdekaan pers adalah salahsatu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.” Sedangkan fungsi pers dinyatakan dalam pasal 3 ayat (1). Dinyatakan, “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, Pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.”
Namun bisa jadi, frasa kata terakhir dalam fungsi pers, sebagai “kontrol sosial,” terasa pahit oleh Sebagian kalangan. Namun sebenarnya UU Pers memberikan peluang hak jawab yang sama. Dalam pasal 5 ayat (2), dinyatakan Pers wajib melayani hak jawab. Sedangkan pada pasal 5 ayat (3), dinyatakan, Pers wajib melayani hak koreksi. Sehingga segala kesalahan oleh pers, bisa ditempuh dengan cara pembetulan (dan pelurusan) informasi. Pers wajib memuat koreksi dengan jatah halaman yang sama.
Kinerja pers bukan sekedar memotret kehidupan. Melainkan juga menjadi potret realita (lebih) komplet kehidupan masyarakat. Dengan detil tidak kalah dramatik. Banyak wartawan harus nyambi bekerja sebagai petani, dan pengemudi online. Demi mempertahankan ke-cukup-an penghasilan. Namun banyak pula yang tidak tahan godaan. Sehingga banyak lembaga usaha pers terperosok dalam pragmatisme, mengabaikan independensi. Menjadikan wartawan tidak netral.
Masyarakat masih mengharapkan kinerja jujur jurnalis profesional. Buakn sekadar berita rilis pemerintah. Maka kedaulatan pers masih patut diperjuangkan bersama.
——— 000 ———