Anggota DPRD Jatim, Freddy Poernomo.
DPRD Jatim, Bhirawa.
Budaya malu bukan sekadar nilai moral, tetapi kunci utama pemberantasan korupsi. Anggota DPRD Jawa Timur, Freddy Poernomo, menegaskan pentingnya menjaga integritas, bahkan dalam hal kecil.
“Jika kita malu mengambil yang bukan hak kita, korupsi tidak akan memiliki ruang untuk tumbuh,” ujarnya, mengajak semua pejabat publik untuk menjadikan tanggung jawab sebagai fondasi dalam menjalankan amanah rakyat.
Hal itu disampaikan politikus golkar yang bertepatan dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2024, Senin (9/12/2024).
Freddy Poernomo, menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya budaya malu sebagai langkah utama memberantas korupsi. Dengan tema nasional “Teguhkan Komitmen Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju,” ia mengajak semua pihak, khususnya pejabat publik, untuk lebih bertanggung jawab dalam menjalankan amanah rakyat.
“Budaya malu adalah kunci. Jika kita sadar bahwa sesuatu bukan hak kita, kita tidak akan mengambilnya, sekecil apa pun itu. Ini yang harus kita tanamkan dalam diri,” tegas Freddy.
Freddy mengisahkan pengalaman pribadinya saat membeli sebuah produk yang dijual oleh temanny. Ia membayar Rp850 ribu menggunakan QRIS, dan mendapatkan kembalian Rp3 ribu. Menariknya, penjual bersikeras mengembalikan uang tersebut, bahkan sampai mentransfernya kembali kepada Freddy.
“Hal itu sederhana, tapi penuh makna. Teman saya menunjukkan tanggung jawabnya, meski hanya soal tiga ribu rupiah. Ini bukan tentang jumlahnya, tapi tentang integritas dan rasa malu jika mengambil yang bukan haknya,” ungkap Freddy.
Sebagai anggota DPRD, Freddy menyoroti pentingnya menjalankan tiga fungsi utama yakni aspirasi, budgeting, dan kontroling dengan benar. Ia menegaskan bahwa hak budgeting anggota DPRD harus digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan keuntungan pribadi.
“Selama ini, praktik transaksional masih sering terjadi. Ini yang harus kita ubah. Hak budgeting itu untuk membangun daerah, bukan untuk kepentingan individu. Kita harus malu jika menyalahgunakannya,” ujar Freddy yang juga anggota Komisi A ini.
Sebagai pakar hukum administrasi, Freddy juga menyoroti penggunaan diskresi dalam kebijakan publik. Ia menekankan bahwa diskresi diperbolehkan dalam kondisi tertentu, namun harus disertai tanggung jawab penuh.
“Jika diskresi menyebabkan kerugian, pejabat yang mengambil keputusan harus siap mempertanggungjawabkannya,” tambahnya.
Freddy berharap momentum Hari Antikorupsi Sedunia ini dapat menjadi refleksi bagi semua pihak untuk memperkuat komitmen melawan korupsi.
“Budaya malu harus menjadi pondasi etika kita. Kalau dimulai dari hal kecil, dampaknya akan besar. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan Indonesia yang benar-benar maju,” tutupnya penuh optimisme. (geh.hel)