Pemprov, Bhirawa
Dinas Sosial (Dinsos) Jatim telah berhasil mengembalikan keberfungsian sosial ratusan Penerima Manfaat (PM) Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) melalui Rehabilitasi Sosial di Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan balai yang dimiliki.
Keberhasilan itu menjadi bukti bahwa stigma ODGJ menakutkan, berbahaya, tidak bisa sembuh dan tidak bisa bekerja merupakan anggapan yang tidak benar.
Tercatat, sejak tahun 2019 sampai 2024 ada 753 orang eks PM ODGJ yang di reunifikasi kepada keluarga masing-masing. Jumlah tersebut tersebar di Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PRS PMKS) Sidoarjo 191 orang, UPT Rehabilitasi Sosial Bina Laras (RSBL) Pasuruan 187 orang dan terakhir UPT RSBL Kediri 375 orang.
Pengembalian fungsi sosial yang dimaksud tentu melewati beberapa proses pelayanan. Yakni mempersiapkan PM ODGJ dengan berbagai keterampilan, mempersiapkan mental dan meningkatkan hubungan sosial yang dibutuhkan untuk hidup, baik secara individu maupun sosial.
Sama halnya yang sudah dilakukan oleh Balai PRS PMKS Sidoarjo. Disana PM ODGJ diberikan program bimbingan rehabilitasi sosial untuk menunjang pengembalian fungsi sosial. Misalnya bimbingan fisik, sosial, mental, keagamaan, kedisiplinan hingga bimbingan konseling.
“Selain itu ada juga bimbingan keterampilan, PM ODGJ diberikan sejumlah skil yang berpeluang untuk menghidupi dirinya dan keluarga. Sehingga bisa untuk bekal jika sudah kembali hidup ditengah masyarakat,” jelas Kepala Dinsos Jatim, Dra Restu Novi Widiani MM, Sabtu (8/3) siang.
Namun, sebelum mengikuti program rehabilitasi sosial, PM ODGJ terlebih dahulu dilakukan asesmen. Mengingat setiap PM ODGJ memiliki latar belakang berbeda. Mulai ODGJ yang susah diajak bicara, emosinya mudah meluap hingga tidak mau didekati oleh orang. Untuk itu, asesmen dilakukan agar bisa menentukan treatment yang tepat.
“Kami memberikan rehabilitasi sosial sesuai dengan latar belakangnya, tidak bisa sembarangan. Maka dari itu, secara perlahan PM banyak yang mulai kembali fungsi sosialnya. Karena treatment yang diberikan tepat,” imbuhnya.
Lebih lanjut, orang nomor satu di Dinsos Jatim itu menjelaskan, setiap PM ODGJ akan diberi rehabilitasi sosial sesuai dengan latar belakangnya. Misalnya, ketika PM ODGJ sebelumnya gemar berkebun, maka keterampilan yang ditekankan lebih ke apa yang disukai.
“Kami tidak bisa memastikan waktu yang tepat PM ODGJ sembuh dan bisa kembali fungsi sosialnya. Namun dengan proses rehabilitasi sosial yang tepat besar harapan bisa kembali,” ungkapnya.
Terlebih, jika fungsi sosial PM ODGJ sudah normal dan bisa kembali di keluarganya serta lingkungan masyarakat, pendampingan yang dilakukan tidak berhenti sampai disitu. Pekerja sosial yang bertugas akan meninjau terus perkembangan selama sudah di luar.
“Setelah PM ODGJ sudah dinyatakan sembuh, tentu kami pulangkan kepada keluarga atau perangkat desa yang merujuk. Namun dia (eks PM ODGJ, Red) tetap mendapat pemantauan. Apakah kambuh kembali atau tidak,” katanya.
Hal itu sudah menjadi proses wajib selama PM ODGJ menjalani program rehabilitasi sosial. Baik di Balai PRS PMKS Sidoarjo, UPT RSBL Pasuruan dan UPT RSBL Kediri.
“Dengan pendampingan dan pendekatan yang lebih humanis, sebenarnya ODGJ tidak semenakutkan yang ada di stigma masyarakat. Mereka hanya perlu perhatian khusus agar bisa kembali menjadi manusia seutuhnya,” pungkas Novi. [rac.gat]