30 C
Sidoarjo
Wednesday, October 16, 2024
spot_img

Ganti Menteri, Ganti Kurikulum?


Oleh :
Suliswanto
Dosen AIK UMM dan Guru SDN 01 Temas Batu

Sebagai salah satu instrumen penting dalam membangun bangsa, pendidikan harus berkualitas serta didukung oleh kurikulum dan kebijakan yang stabil dan konsisten. Namun, di Indonesia, ada sebuah fenomena yang sering terjadi ketika pergantian menteri pendidikan, kurikulum dan kebijakan pendidikan kerap kali ikut berganti. Maka fenomena “ganti menteri, ganti kurikulum, ganti kebijakan juga” kerap menjadi ciri khas yang sulit dipisahkan dari sistem pendidikan di Negara ini.

Perihal tersebut membawa konsekuensi positif dan negatif terhadap kualitas pendidikan di tanah air. Karena setiap pergantian menteri di Indonesia hampir selalu membawa perubahan signifikan pada kebijakan pendidikan.

Sebagaimana kita tahu, sejak era Kurikulum 1975 hingga Kurikulum Merdeka, Indonesia telah melalui berbagai perubahan kurikulum yang terjadi hampir setiap kali ada pergantian menteri. Misalnya, Kurikulum 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) digantikan oleh Kurikulum 2013, lalu diikuti oleh kebijakan Merdeka Belajar pada era kepemimpinan Nadiem Makarim.

Masing-masing menteri membawa visi dan pendekatan yang berbeda dalam merumuskan kurikulum dan kebijakan. Sedangkan penyebab utama dari fenomena ini adalah perbedaan visi, misi, dan prioritas masing-masing menteri. Setiap menteri biasanya memiliki agenda tertentu yang ingin diterapkan dalam kurikulum. Namun disisi lain, pengaruh politik sering kali menjadi faktor dominan dalam penentuan kebijakan pendidikan.

Berita Terkait :  Menyidik Judi Online

Kurikulum sering disesuaikan dengan visi politik pemerintah saat itu atau untuk memenuhi janji kampanye tertentu. Akibatnya, perubahan kurikulum lebih sering didasarkan pada pergantian kepemimpinan politik dibandingkan dengan hasil evaluasi yang menyeluruh terhadap implementasi kurikulum sudah berjalan yang diterapkan kepada siswa.

Namun, disisi lain sering kali menimbulkan kebingungan, perubahan kurikulum tidak selalu bersifat negatif. Karena dengan berubahnya kurikulum, maka muncullah sebuah inovasi dalam pembelajaran, misalnya, Kurikulum 2013 memperkenalkan pendekatan tematik integratif untuk tingkat dasar, sementara Merdeka Belajar lebih menekankan pada kebebasan dan kreativitas guru dalam mengembangkan metode pengajaran.

Selain itu, perubahan kurikulum sering kali menjadi upaya untuk menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi. Misalnya, Kurikulum Merdeka mengedepankan digitalisasi dan literasi teknologi yang penting di era industri modern. belum lagu dampak positif karena penguatan aspek karakter. Beberapa kurikulum berupaya memperkuat aspek pendidikan karakter. Kurikulum 2013, misalnya, fokus pada pendidikan karakter seperti gotong royong, religiusitas, dan nasionalisme.

Dampak Negatif dari Pergantian Kebijakan
Di sisi lain, seringnya pergantian kurikulum juga membawa sejumlah dampak negatif yang signifikan bagi para guru, siswa, dan sistem pendidikan secara keseluruhan, diantaranya, guru sering kali menjadi pihak yang paling terdampak oleh perubahan ini. Setiap kali ada perubahan kurikulum, mereka harus mengikuti pelatihan baru dan menyesuaikan metode pengajaran. Ini mengharuskan mereka untuk belajar ulang dan menyesuaikan diri dalam waktu singkat.

Berita Terkait :  Peran Strategis Indonesia Wujudkan Perdamaian Semenanjung Korea

Hal tersebut juga disusul dengan penurunan kualitas pembelajaran. Perubahan kurikulum yang terjadi terlalu cepat dan tanpa persiapan yang matang sering kali menyebabkan penurunan kualitas pembelajaran. Guru yang belum sepenuhnya memahami kurikulum baru mungkin kesulitan dalam menyampaikan materi secara optimal. Selain itu, siswa juga mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan metode pembelajaran yang terus berubah.

Belum lagi biaya yang besar untuk implementasinya. Perubahan kurikulum memerlukan buku ajar baru, pelatihan untuk guru, dan penyesuaian perangkat pembelajaran lainnya. Biaya untuk melakukan perubahan ini cukup besar dan menjadi beban bagi anggaran pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil. Seringnya perubahan juga memaksa sekolah untuk mengganti atau menyesuaikan fasilitas pembelajaran, yang tidak selalu diimbangi dengan peningkatan anggaran.

Kritik Terhadap Fenomena Pergantian Kebijakan
Kini, fenomena “ganti menteri, ganti kurikulum” seolah mencerminkan kurangnya konsistensi dalam kebijakan pendidikan di Indonesia. Padahal, pendidikan membutuhkan kebijakan yang stabil agar ada kesinambungan dalam proses belajar mengajar. Ketidakstabilan ini berdampak pada ketidakpastian di tingkat sekolah dan guru, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas hasil belajar siswa.

Sebagai seorang pengajar, penulis merasakan sendiri bagaimana dampak dari kebijakan yang dihasilkan dari seringnya berganti kurikulum. Pendidikan seharusnya berdasarkan pada penelitian dan evaluasi yang komprehensif terhadap kurikulum yang ada. Namun, di Indonesia, sering kali evaluasi terhadap implementasi kurikulum belum selesai, sudah ada kebijakan baru yang diterapkan. Ini menunjukkan adanya ketergesa-gesaan dalam pengambilan kebijakan, yang lebih didorong oleh dinamika politik daripada kebutuhan yang terjadi di lapangan.

Berita Terkait :  Bahasa Indonesia Bercermin Diri

Harusnya sebagai bangsa yang besar, menghargai jasa para pahlawan tanpa tanda jasa, dalam hal ini adalah guru, pemerintah bisa melibatkan guru dan praktisi pendidikan untuk diajak urun rembug dalam menata kurikulum. Guru dan praktisi pendidikan adalah pihak yang paling memahami kondisi di lapangan. Lalu, membangun konsensus dan rencana jangka panjang. Penting bagi pemerintah untuk menyusun rencana pendidikan jangka panjang yang disepakati bersama oleh berbagai pihak, termasuk para pakar pendidikan, guru, dan akademisi. Rencana ini akan menjadi acuan bagi setiap menteri yang baru.

Karena dengan adanya rencana pendidikan jangka panjang yang disepakati bersama, diharapkan Indonesia dapat memiliki sistem pendidikan yang lebih konsisten dan mampu menghasilkan generasi yang unggul dan siap menghadapi tantangan global. Pada akhirnya, pendidikan bukan hanya tentang perubahan kurikulum, melainkan bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengembangkan potensi setiap peserta didik.

—————- *** —————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img