Kontingen Indonesia memantapkan diri sebagai Runner-up dalam ajang SEA Games ke-33 di Thailand. Di bawah tuan rumah yang memperoleh total medali sebanyak 385 keping (dengan 186 emas). Sedangkan Kontingen Garuda meraih 252 keping (dengan 73 emas). Semakin memantapkan Thailand sebagai kolektor juara umum paling sering (13 kali). Sekaligus paling sering menjadi tuan rumah SEA Games. Thailand masih berupaya “menyempurnakan” Juara SEA Games dari final Sepakbola melawan Vietnam.
Meraih podium tertinggi cabor Sepakbola, bagai segala-galanya untuk semua kontingen negara. Terutama Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Timnas Garuda (Indonesia) pernah merasakan juara sepakbola SEA Games ke-32 di Phnom Penh, Kamboja. Di dalam negeri dilakukan penyambutan gegap gempita Timnas U-22. Perlu perayaan gegap gempita, karena sebagai penglipur dahaga selama 32 tahun tidak merasakan juara sepakbola se-Asia Teggara. Timnas bermain “sempurna,” dengan memenangi seluruh (6 laga) pertandingan, sejak penyisihan grup hingga final.
Tetapi ajang SEA Games ke-32 yang dianggap pertanda kebangkitan sepakbola, tidak 100% benar. Konon Indonesia bisa bangkit dalam perburuan medali emas sepakbola. Terutama pada even khusus sepakbola piala ASEAN. Realitanya, Timnas Garuda U-22 kalah sejak babak awal di SEA Games ke-33. Sangat jauh dari pengharapan. Sehingga berbagai pengamat sepakbola mendesak evaluasi total PSSI. Terutama metode pemilihan pemain, dan pelatih.
Sebenarnya Timnas sudah membangun “mental juara.” Terutama setelah beberapa kali laga pada level Asia Tenggara, selalu kandas. Harus diakui ada perasaan “takut” saat menghadapi timnas Thailand. Lalu bertambah “takut” pada Vietnam. Problem mental, menyebabkan Timnas Garuda sering dikandaskan. Termasuk “dipecundangi” pada ajang AFF tahun 2022, dengan sistem head-to-head. Gagal mencapai final, walau dalam posisi juara grup, di atas Vietnam dan Thailand.
Gejala kekalahan pada SEA Games 2025, adalah, Timnas terserang mental. Berdasar hasil drawing, maka target menjadi juara Grup C, seolah-olah di depan mata. Lebih lagi dalam posisi sebagai juara bertahan, pengharapan menjadi juara grup, sangat wajar. Konon, menyebabkan terlalu percaya diri, tetapi tidak bisa membuahkan gol sampai hampir akhir babak pertama. Bahkan kemasukan gol pada injury time babak pertama, bagai syok terapi.
Kekalahan timnas sepakbola pada babak grup SEA Games, tergolong sangat prematur. Bahkan menyebabkan kemunduran “mental kebangkitan” yang sudah terbangun sejak tahun 2022. Akibatnya pelatih sekaligus pengatur strategi Timnas U-22, Indra Sjafrie, dipecat oleh PSSI. Sebelumnya, PSSI sudah memecat Shin Tae-Yong (asal Korea Selatan). Juga Patrick Kluivert (asal Belanda). Pemecatan pelatih secara beruntun dalam waktu dekat, menunjukkan pengharapan besar yang belum terwujud.
Pembinaan sepakbola Indonesia masih wajib mencari formula, berbasis pemain (termasuk melalui naturalisasi), serta pelatih yang sanggup “menunggui” pemain. Tidak mudah. Karena harus bisa mendongkrak peringkat FIFA sampai di atas 100. Saat ini Thailand menduduki peringkat ke-95, dan Vietnam 110. Tetapi SEA Games, bisa menjadi peta jalan memperbaiki posisi Indonesia pada even Asian Games 2026 di Jepang. Juga Olympiade 2028 (di Amerika Serikat),
Bebebrapa cabang olahraga menunjukkan prestasi gemilang. Antara lain Angkat Besi, memperoleh 8 medali (3 emas), sekaligus memecahkan rekor dunia. Juga Panjat Tebing dengan 8 medali (4 emas), serta Wushu. Harus diakui, tidak mudah meraih emas. Negara tetangga, juga mengalami proses serupa, sama-sama tidak mudah. Namun realitanya, negara tetangga lebih berprestasi.
Indonesia dengan jumlah penduduk, dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terbesar di ASEAN patut memperoleh posisi sebagai “raja olahraga.”
——— 000 ———


