Memasuki triwulan kedua, seyogianya menjadi evaluasi kinerja pemerintahan (pusat dan daerah). Sudah banyak kritisi terhadap program pemerintah, belum ada yang terlihat cemerlang. Tak terkecuali pelaksanaan MBG (Makan Bergizi Gratis). Karena sudah terdapat “tragedi” MBG. Bahkan kalangan TNI senior, mengirim seruan, usulan rekomendasi “tuntutan.” Pada sisi yudikatif, kalangan aparat penegak hukum(APH) juga wajib berbenah, setelah kasus suap pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
Secara umum masyarakat masih terkungkung dalam kekhawatiran resesi ekonomi global. “Alarm” kemerosotan ekonomi setidaknya tergambar dengan penutupan perdagangan (trading halt) saham Bursa Efek Indonesia (BEI). Karena IHSG terkoreksi 6,12%. BEI kemudian mengubah persyaratan kemerorotan perdagangan menjadi 8% (semula5%). Bertujuan terhindar trading halt. Namun baru dibuka setelah lepas lebaran, IHSG langsung merosot tajam sebesar 598,56 poin (setara 9,19%). Sudah melampaui persyaratan kemerosotan bursa (8%).
Maka seketika itu pula perdagangan dihentikan lagi selama 30 menit. Bahkan sampai dua kali dalam sebulan. Kemerosotan ekonomi juga ditunjukkan dengan tren semakin runtuhnya nilai rupiah, saat ini Rp 16.855,- per-US$. Mirip suasana nilai kurs saat resesi ekonomi tahun 1998 (pada bulan Juni), persis sebulan setelah pak Harto lengser. Mata uang negeri tetangga juga melemah. Sedangkan dolar Amerika Serikat menguat.
Pemerintah (dan daerah) seyogianya meningkatkan stimulan perekonomian dengan menggencarkan realisasi belanja dari APBN, dan APBD (propinsi serta kabupaten, dan kota). Terutama selepas bulan Ramadhan, perekonomian akan me-lesu. Pemerintah patut mem-fasilitasi pergerakan ekonomi dalam negeri. Terutama hilirisasi sektor pertanian untuk ekspor. Selama ini komoditas Indonesia yang diekspor ke AS tergolong kebutuhan sekunder dan tersier. Seperti peralatan listrik, permesinan, dan produk fesyen (pakaian jadi).
Pada sektor industri menengah, ekspor ke AS berupa minyak sawit, minyak nabati, kopi, dan kakao. Serta mengekspor alas kaki. Total ekspor Indonesia ke AS, senilai US$28,1 milyar. Namun ekspor ke AS tidak berpihak pada kalangan bawah (petani, dsan buruh). Karena lebih menguntungkan pengusaha. Sedangkan ekspor AS ke Indonesia senilai US$10,2 milyar. Tergolong komoditas sangat strategis, karena meliputi bahan pangan pokok. Antara lain kedelai, jagung, dan daging sapi. Juga peralatan medis, obat-obatan dan farmasi.
Ekspor AS ke Indonesia, sangat menguntungkan kalangan petani, dan buruh Amerika. Sehingga diperlukan keseimbangan komoditas Indonesia yang diekspor. Seharusnya mem-fasilitasi sektor kelautan dan perikanan. Antara lain, peningkatan tonage kapal nelayan, sehingga bisa melaut lebih jauh. Potensi ekspor perikanan tangkap Indonesia, mencapai 6,5 juta ton per-tahun. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia bisa mencapai US$ 6 milyar.
Begitu pula perikanan budidaya. Indonesia memiliki potensi lahan yang luas, mencapai 17,91 juta Hektar, meliputi air payau, air tawar, dan air laut. Udang, dan lobster, menjadi komoditas unggulan, selain ikan tuna, kerapu, kakap, tenggiri, tilapia, kepiting, dan rumput laut. Fasilitasi juga bisa digenjot pada BUMN, meliputi hilirisasi komoditas tambang. Terutama emas, nikel, dan bauksit. Juga hilirisasi industri olahan pertanian, antara lain minyak goreng.
Fasilitasi usaha kerakyatan, lebih strategis dibanding penghapusan tunggakan (beserta denda) pajak kendaraan bermotor. Nilainya tidak seberapa besar, karena yang menunggak hanya kurang dari 20%. Memang, penghapusan tunggakan dan denda pajak cukup bermanfaat. Namun tetap saja, bertujuan untuk “membuka aliran lebih besar uang rakyat yang disetor ke pemerintah.”
Sedangkan fasilitas pemerintah (dan daerah) untuk rakyat, berkonsekuensi membuka aliran lebih besar anggaran pemerintah yang diberikan kepada rakyat. Nilai stimulannya bisa mencapai ratusanan trilyun rupiah, di arena rakyat.
——— 000 ———


