Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah dilaksanakan secara parsial di seluruh Indonesia. Walau belum merata, tetapi telah melibatkan hampir seribu dapur sebagai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 26 propinsi. Realitanya pada awal pelaksaan, MBG tidak disuguhkan setiap hari. Andai (kelak) setiap hari bisa diperkirakan berbagai kesulitan yang akan dihadapi. Lebih lagi pola dapur yang masih “terpusat.” Terasa hampir mustahil bisa melayani puluhan juta sasaran MBG.
Sampai akhir Pebruari 2025, menurut Presiden Prabowo, akan terdapat sejuta anak-anak telah menjadi sasaran manfaat program MBG. Berarti hanya diperlukan anggaran sekitar Rp 10 milyar (dengan perhitungan Rp 10 ribu per-porsi setiap anak). Sampai akhir Juni akan menyasar sekitar 6 juta anak sekolah. Patut diapresiasi, karena program MBG tidak dilaksanakan secara tergesa-gesa. Melainkan bertahap dengan berbagai evaluasi. Termasuk berbagai kecemasan anggaran yang bakal diperlukan.
Konon pada awal pelaksanakan MBG (Januari 2025), diperlukan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun per-hari, Ternyata pelaksanaannya dibuat bertahap, tidak lebih dari 773 ribu murid. Dengan pagu Rp 10 ribu per-porsi, maka diperlukan anggaran sekitar Rp 7,73 miliar. Maka benar, pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG) di seluruh Indonesia, masih memerlukan perbaikan, mulai hulu hingga hilir. Wajib terdapat perbaikan, sejak perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan hingga sistem monitoring.
Bahkan juga perlu perbaikan pada pijakan hukum (ke-regulasi-an) di hulu, serta perbaikan menu makanan pada hilir. Pada sisi pelaksanaan awal, MBG belum menjanjikan trickledown effect. Karena belum melibatkan UMUM (Usaha Mikro dan Ultra Mikro) di tingkat kampung dan pedesaan. Trickledown effect, baru akan nampak jika MBG telah di-sharing dengan pemerintahan desa. Karena setiap desa memiliki catatan Lembaga Pendidikan lengkap dengan jumlah murid di area lokal.
Bisa jadi melibatkan BUM-Des (Badan Usaha Milik Desa). Namun bisa pula diserahkan kepada kelompok ibu-ibu kader Posyandu di setiap kampung (tingkat Rukun Warga, RW). Rentang kendali MBG patut melibatkan jutaan Lembaga kelompok masyarakat. Pelaksanaan MBG memiliki sasaran kolosal, dan perputaran uang dalam jumlah sangat besar. Pada tahap awal akan disokong anggaran APBN 2025 dengan pagu sebesar Rp71 trilyun. Dengan 15 juta jiwa sasaran.
Setelah beberapa tahun, MBG akan menyasar 82,9 juta jiwa. Alokasi anggaran kan bertambah menjadi Rp 400 trilyun lebih. Maka visi trickledown effect (melibatkan UMUM) harus mulai di-uji coba, sejak awal pula. Begitu pula pijakan hukum program kolosal MBG, patut didukung dengan kemantapan regulasi. Saat ini, MBG masih berada dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional.
Tugas Badan Gizi Nasional, berfungsi meng-koordinasikan dan mengawasi pelaksanaan program MBG. Tetapi belum terdapat Undang-Undang (UU) yang secara lex specialist, khusus mengatur MBG. Dalam Perpres Tentang Badan Gizi Nasional, secara eksplisit tercantum tugas Badan Gizi, pada pasal 3. Yakni, sebagai kinerja pemenuhan gizi nasional.
MBG tercantum dalam pasal 5 ayat (1) tentang sasaran pemenuhan gizi. Yakni, seluruh peserta didik jenjang PAUD hingga menengah (SLTA) pada lingkup seluruh pendidikan. Termasuk di dalamnya Pendidikan layanan khusus, dan pesantren. Selanjutnya pada pasal 5 ayat (1) disebut sasarannya Balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Sekaligus bertujuan mengurangi stunting.
Tetapi tidak terdapat frasa kata pemenuhan gizi melalui pemberian makanan bergizi gratis. Maka bisa jadi pemenuhan gizi, diberikan dalam bentuk program lain. Misalnya ransum “keluarga” untuk ibu menyusui yang sekaligus memiliki anak berstatus murid SD.
——— 000 ———