Setyakasih: Cinta yang Menolak Lupa, Jiwa yang Menolak Tunduk
Pemprov, Bhirawa
Malam di bawah langit Kota Malang terasa lebih hangat dari biasanya. Pendopo Agung Taman Krida Budaya, disulap menjadi panggung megah yang dilingkupi cahaya lembut dan bayang Dewi Sekartaji dalam rengkuh manja Panji Inukertapati yang abadi.
Drama Tari Topeng Malangan; Setyåkasih digelar sebagai lentera yang menyalakan kembali api cinta dan kesetiaan di tengah gemuruh zaman yang serba cepat dan gerusan budaya yang begitu massif diera digital.
Setelah sukses dengan pementasan Smaratahta: Lelana Klana, sebagai seri ke lima pada bulan September yang lalu, Dinas Kebudayaan dan Priwisata Provinsi Jawa Timur kembali menghadirkan pertunjukan dramatari terbaru bertajuk Setyåkasih.
Sebuah tafsir artistik dari Epos Panji yang dalam tradisi Wayang Topeng Malangan. Yakni kisah Dewi Wadal Werdi, Raseksi putri begawan yang jatuh cinta pada Panji Inukertopati. “Kisah Dewi Wadal Werdi yang berjuang memaksa cinta Panji Asmorobangun menjadi refleksi tentang makna cinta dan keteguhan hati, cermin getir tentang hasrat manusia yang ingin memiliki apa yang tak seharusnya dimiliki, ” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur, Evy Afianasari.
Sutradara pertunjukan, Bowo Supriatim mengatakan, setyåkasih bukan hanya tentang cinta yang tak sampai. “Ia adalah cermin manusia, tentang keteguhan jiwa, tentang bagaimana cinta sejati justru lahir dari kemampuan untuk melepaskan”.
Bersama Koreografer Tulus Tri Sumanto dan Binti Ayu, Drama Tari Topeng ini mewujud menjadi doa panjang tentang keseimbangan: antara keindahan dan luka, antara yang fana dan yang abadi. “Bahwa cinta sejati tak bisa dipaksa, tak bisa dibeli, dan tak pernah tunduk pada nafsu duniawi. Ia hidup karena setia, bukan karena ingin memiliki, ” ungkapnya.
Dengan arahan kurator Lilik Subari, M.Sn., dari STKW Surabaya dan Dhimas Respati, S.Sn., seniman tari dari Surabaya, Setyåkasih menjadi perwujudan filsafat Jawa yang berdenyut di antara gerak, warna, dan makna. Sebuah pengingat lembut, bahwa di balik setiap topeng, selalu ada wajah cinta yang menunggu dikenali kembali.
Dengan tata panggung yang berpadu antara tradisi dan teknologi, Setyåkasihmemadukan kekuatan gerak tradisi topeng malangan dengan pendekatan desain visual futuristic, dan garap koreografi simbolik.
Musik garapan M. Deva Akbar Risman seolahmembawa dimensi baru, menghubungkan getar gending-gending wayang topeng beradu dan berpadu dengan ritme elektronik masa kini. Menciptakan ruang waktu di mana Panji dan Sekartaji seolah hidup kembali, berbicara kepada generasi yang mulai kehilangan arah tentang makna kesetiaan sejati.
Digelar pada hari Jumat, 31 Oktober 2025, di Taman Krida Budaya Malang. Open Gate jam 18.00 WIB, bisa ditonton dengan gratis. Pertunjukan ini disajikan oleh gabungan tiga sanggar yakni, Sanggar Seni Topeng Setyo Tomo, Sanggar Seni Topeng Padma Puspita dan Sanggar Seni Topeng Mantraloka.
Menampilkan eksplorasi tubuh dan ekspresi yang menggambarkan transformasi batin Wadal Werdi; dari cinta, menjadi amarah, lalu menjelma penyesalan. Dengan durasi sekitar 60 menit, dramatari Setyåkasih diharapkan menjadi ruang refleksi bagi penonton, bahwa dalam setiap cinta, ada yang setia, dan ada yang mengikhlaskan. [rac.wwn]


