Penilaian Layanan Publik Nasional, Jawa Timur Terlempar dari 10 Besar
DPRD Jatim, Bhirawa
Jawa Timur boleh berbangga dengan skor 92 dalam penilaian pelayanan publik nasional, tapi itu tak cukup menahan lajunya ke bawah. Peringkat pelayanan publik Pemprov Jatim turun ke posisi 14 nasional, membuat Komisi A DPRD Jatim angkat bicara dan mempertanyakan adanya ketimpangan antara angka di atas kertas dan keluhan nyata masyarakat.
“Ini memang bukan hasil akhir, tapi kami perlu cermati lebih dalam. Ada yang tidak sinkron antara angka dan kenyataan di lapangan,” ujar Ketua Komisi A DPRD Jatim, Dedi Irwansa usai rapat bersama Ombudsman, Selasa (29/4).
Menurutnya, terjadi anomali antara nilai kuantitatif yang baik dengan opini masyarakat yang masih banyak mengeluhkan pelayanan, khususnya di sektor kesehatan, pendidikan, dan layanan dasar lainnya.
“Jawa Timur ini biasanya langganan tiga besar nasional. Kalau sekarang turun ke peringkat 14, tentu ini alarm bagi kita semua,” tegas politisi Demokrat itu.
Komisi A pun mencatat sejumlah laporan masyarakat yang masuk, mulai dari keluhan pungutan di sekolah, hingga pelayanan rumah sakit yang dirasa lambat dan tidak maksimal. Salah satu sorotan utama ada pada RSUD Dr. Soetomo, yang menurut Ombudsman, nilai kepatuhannya masih di bawah rata-rata.
“Skor RSUD Dr. Soetomo menjadi beban tersendiri bagi nilai provinsi. OPD lain seperti DPMPTSP, Dinsos, dan Dinas Pendidikan juga nilainya sekitar 80-an, di bawah rata-rata nasional yang sudah di atas 90,” ungkap Agus Muttaqin, Kepala ORI Perwakilan Jawa Timur.
Pada kesempatan itu, Agus menyampaikan maksud kunjungannya dalam rangka memperkuat sinergitas selaku sesama lembaga pengawas eksternal dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Agus datang bersama tiga kepala keasistenan. Yakni, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Triyoga Muchtar Habibi, Kepala Keasistenan Penerimaan Verifikasi Laporan (PVL) Achmad Khoiruddin, dan Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Achmad Azmi Musyaddad.
Dalam pertemuan itu, Agus memaparkan potret pelayanan publik di Jawa Timur, khususnya dalam perspektif pengawasan Ombudsman. Di antaranya, hasil survei kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik Provinsi Jawa Timur yang menempati rangking 14 secara nasional pada 2024.
“Secara nilai memang cukup baik, sebesar 92,08, masuk zona hijau dengan prediket kepatuhan tertinggi. Namun, dari sisi peringkat, Provinsi Jawa Timur turun dari tahun 2023 masuk 10 besar menjadi peringkat 14,” kata Agus.
Menurut Agus, data survei kepatuhan itu memang tidak mencerminkan nilai pelayanan publik seluruh OPD di provinsi. Sebab, Ombudsman hanya mengambil empat OPD yang memberikan pelayanan dasar yakni DPMPTSP, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, dan RSUD dr Soetomo.
“Dari empat lokus itu, yang membuat nilai provinsi turun adalah nilai dari RSUDdr Soetomo,” ujar Agus. Nilai RSUD dr Soetomo 80,18. Padahal, tiga lokus lainnya rata-rata di atas 90.
Ada empat dimensi dalam penilaian Ombudsman. Pertama, dimensi input (uji kompetensi dan observasi dokumen), dimensi proses (pengecekan ketampakan informasi standar pelayanan), dimensi output (persepsi pemohon layanan atas maladministrasi), dan dimensi pengaduan.
Selain itu, Agus juga memaparkan data laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman Jawa Timur selama 2024 dan triwulan I 2025. Sepanjang 2024, Ombudsman menerima total 610 akses warga. Rinciannya, 248 konsultasi, 352 laporan masyarakat, dan 10 penanganan respons cepat ombudsman.
“Sedang pada triwulan I 2025, Ombudsman menangani 155 laporan, dengan rincian 27 konsultasi, 124 laporan masyarakat, dan 4 Laporan Konsultasi Non Laporan (KNL), 4 penanganan reaksi cepat ombudsman,” jelas Agus.
Dari data tersebut, mayoritas laporan dengan instansi terlapor paling banyak adalah pemda (kabupaten/kota), lembaga Pendidikan negeri, kantor pertanahan (BPN), kepolisian, BUMN/BUMD, RS pemerintah, lembaga peradilan, kejaksaan, dan PTN.
Agus menjelaskan, dari kunjungan tersebut, Ombudsman dan Komisi A sepakat untuk memperkuat sinergitas. Salah satunya, join kegiatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mendapatkan pelayanan public yang baik.
“Kami nanti akan turun bersama Komisi A DPRD untuk mendatangi wilayah yang menjadi konstituen masing-asing anggota,” ujar Agus.
Melihat kondisi ini, Komisi A DPRD Jatim berkomitmen untuk mendorong perbaikan menyeluruh, baik dari sisi kebijakan, pengawasan, hingga peningkatan kualitas pelayanan secara langsung di lapangan.
“Kami ingin Jawa Timur kembali menjadi role model pelayanan publik nasional. Untuk itu, perbaikannya harus konkret dan menyentuh langsung kebutuhan masyarakat,” tutup Dedi.[geh.kt]


