Surabaya, Bhirawa.
Sejumlah warga di Kota Surabaya, Jawa Timur mengadukan kasus dugaan mafia tanah kepada AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Beberapa warga yang merupakan ahli waris tanah tersebut bersengketa dengan pengembang mall dan perumahan itu menceritakan kronologi yang dialaminya.
Salah satunya adalah Budi Mulyono yang mewakili Darmawan selaku ahli waris dua kavling tanah yang kini tengah bersengketa dengan pengembang perumahan mewah di Surabaya.
“Sebagai ahli waris, Pak Darmawan memiliki dua kavling tanah, di mana satu kavling-nya saat ini masih menjadi sengketa dan dalam tahap PK (Peninjauan Kembali) di pengadilan,” kata Budi menjelaskan, Rabu (30/10/2024).
Budi menjelaskan jika secara administrasi, ahli waris memiliki bukti secara lengkap.
“Dokumen kami lengkap, mulai jual beli hingga PBB yang dibayarkan sejak tahun 1991. Urutan tanah kami juga tercatat dengan baik di kelurahan dan lainnya,” jelas Budi.
Namun, petaka terjadi ketika ahli waris mendapat gugatan dari pengembang perumahan yang mengklaim tanah hak mereka.
“Mereka hanya berbekal kuitansi sebagai bukti pembelian dan gugatan mereka diterima dan dimenangkan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, hingga Kasasi di MA. Bukti-bukti kami yang kuat berupa dokumen kepemilikan tanah diabaikan oleh pengadilan,” urai Budi.
Budi pun meminta LaNyalla untuk membantu menyelesaikan kasus yang tengah dihadapi oleh ahli waris tersebut.
Hal senada diungkapkan oleh Kerto P Sampe yang juga berperkara dengan pengembang yang sama. Pada tahun 2005, kata Kerto, terjadi gugatan terhadap hak tanah miliknya oleh pengembang perumahan milik pengusaha nasional yang terkenal tersebut.
“Gugatan itu berupa wanprestasi yang ditujukan kepada keluarga kami. Saat tahu bahwa kami digugat, kami meminta bantuan kepada seseorang yang bernama Basri Utsman yang mengaku bisa menyelesaikan perkara ini,” jelas Kerto.
Untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, Kerto menyebut Basri Utsman meminta syarat Ikatan Jual Beli (IJB), seolah tanah itu milik Basri Utsman. Tahun demi tahun, Kerto menyebut tak mendapat informasi apapun dari Basri Utsman perihal perkara sengketa tanah yang tengah dihadapi keluarganya tersebut.
“Ternyata pada tahun 2014-2015, oleh Saudara Basri Utsman tanah kami dijual kepada pengembang yang berperkara dengan kami berbekal IJB āpura-puraā tadi itu. Dari jual beli itu, kami tak menerima uang sepeser pun. Penandatangan IJB āpura-puraā itu dulu dilakukan di rumah kami masing-masing, tidak di depan notaris, dan kami tidak menerima uang, karena memang bukan jual beli asli,ā ungkapnya.
Tanah Kerto dan keluarga kemudian digusur oleh pengembang dengan pengawalan ratusan aparat kepolisian.
“Kami tak berdaya. Kami mohon kepada Pak LaNyalla untuk dapat menyelesaikan masalah ini dan membantu kami mendapatkan hak kami,” tutur Kerto.
Menanggapi aduan-aduan tersebut, LaNyalla menilai persoalan sengketa tanah seringkali bertambah keruh ketika ada mafia yang bergerak di dalamnya. Sebagai anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI, LaNyalla akan membawa kasus ini untuk diselesaikan di tingkat nasional.
“Persoalan sengketa tanah dan mafia tanah ini menjadi perhatian pemerintah dan juga kami di DPD RI. Tentu saja persoalan ini tak bisa dibiarkan. Kami akan segera menindaklanjuti di tingkat nasional. Apalagi Kementerian ATR/BPN telah memiliki satgas anti mafia tanah,ā kata LaNyalla.
Ketua DPD RI ke-5 itu kemudian meminta bukti-bukti dan kronologi perjalanan kasus yang dihadapi warga tersebut. LaNyalla berkomitmen segera menindaklanjuti agar pihak-pihak terkait dapat dipanggil untuk dimintai keterangannya.
“Saya akan segera laporkan kasus ini agar mendapat prioritas penyelesaian. Tentu pihak-pihak terkait diagendakan untuk dapat dipanggil dalam rangka penyelesaian kasus ini,” kata LaNyalla.(ira.hel).