Surabaya, Bhirawa
Perayaan Imlek atau Tahun Baru Tionghoa menjadi momen yang sarat makna bagi masyarakat Tionghoa, termasuk Indonesia, dibalik gemerlap lampion merah dan tradisi angpao, masih ada beberapa kesalahpahaman tentang makna Imlek yang perlu diluruskan.
Dosen Chinese Department Petra Christian University (PCU), Elisa Christiana, B A, M A, M Pd, mengatakan Imlek bukanlah perayaan keagamaan, melainkan bagian dari tradisi budaya Tionghoa. (28/1) “Imlek ialah pertanda memasuki musim baru, Penanggalan Tionghoa ini berbasis musim dan Imlek menandai musim semi atau ‘sin chun’, jelasnya.
Lanjut Elisa menyampaikan bahwa Imlek menjadi tradisi yang paling ditunggu, karena angpao. Nilai utama dari angpao bukanlah jumlah uang di dalamnya, melainkan makna amplop berwarna merah yang biasa digunakan untuk memberi angpao.
“Amplop merah melambangkan doa dan harapan dari orang yang lebih tua kepada anak-anak, agar mereka tumbuh sehat, bijaksana, dan sukses, tetapi modernisasi menggeser makna ini, sehingga banyak orang lebih memfokuskan pada jumlah uang yang diterima, ketimbang nilai simboliknya” pungkas Elisa.
Dosen PCI tersebut mengungkapkan Tahun 2025 menjadi perhatian khusus, sebab dikenal sebagai Tahun Ular Kayu yang mempunyai makna tersembunyi di balik shio tahun ini. “Dalam budaya Tionghoa, tahun ini sebenarnya merepresentasikan kombinasi antara unsur api dan kayu yang saling mendukung, Kayu membakar api, melahirkan simbol terang yang menjadi petunjuk dan harapan untuk masa depan, Jadi ini adalah tahun yang baik untuk memasuki fase baru dengan optimisme,” tuturnya.
Penafsiran ini menunjukkan bagaimana tradisi Tionghoa selalu berupaya mencari harmoni dalam setiap elemen kehidupan, termasuk penggunaan dekorasi selama Imlek, ada makna yang diyakini oleh masyarakat Tionghoa, bahwa dekorasi tidak harus mahal, tapi dekorasi harus mampu menghadirkan kebahagiaan dan semangat baru.
“Bunga musim semi maupun buah kimkit yang melambangkan rezeki, serta hiasan bambu. Dekorasi ini tidak hanya indah, tapi juga menyampaikan harapan akan keberuntungan di tahun baru,” ujar Elisa.
Selain mempersiapkan dekorasi, penting juga memahami pantangan Imlek. Seperti tidak menyapu pada hari pertama tahun baru sebab bukan hanya soal pantangan, tetapi pada filosofi dalam menghormati hoki yang dianggap datang pada hari tersebut. Kita juga diingatkan untuk tidak bertengkar atau memecahkan barang, karena hal ini dipercaya dapat memengaruhi harmoni di sepanjang tahun.
Elisa menambahkan perayaan Imlek dengan semua tradisi dan filosofinya merupakan salah satu cara masyarakat Tionghoa menjaga warisan budaya mereka, Imlek adalah perayaan penuh harapan, menyambut musim baru dengan optimisme. “Jika memahami makna di balik tradisi ini, kita bisa merayakannya dengan cara yang lebih autentik dan bermakna,” imbuhnya. [ren.wwn]