Kota Malang, Bhirawa
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah Prabowo Subianto, kembali menjadi sorotan publik, setelah munculnya kasus keracunan massal di sejumlah daerah.
Dosen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, Tia Subekti, S.IP., MA., menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan MBG.
Tia, menyampaikan sejak awal program MBG sudah menuai pro dan kontra. Meski tujuan utamanya baik, yakni memperbaiki gizi, menekan angka stunting serta mendorong kesejahteraan masyarakat, namun implementasi di lapangan masih menyisakan berbagai persoalan. “Yang perlu dicek kembali adalah implementasinya seperti apa,” ujarnya.
Ia menjelaskan terdapat beberapa indikator penting untuk menilai program MBG. Pertama, efektivitas, yakni apakah kebijakan mencapai hasil yang diinginkan. Kedua, efisiensi, yaitu kesesuaian antara besarnya anggaran yang dikeluarkan dengan hasil yang dicapai.
Ketiga, ketepatan, sebab dampak jangka panjang program ini masih belum tampak jelas. Selain itu, pihaknya menekankan perlunya evaluasi pada aspek pemerataan dan kualitas pengawasan.
Di sejumlah daerah, pihak yang terlibat dalam distribusi makanan disebut belum sepenuhnya kompeten sehingga rawan menimbulkan masalah.
Meski banyak kritik, ia menilai program MBG tetap layak dilanjutkan. “Pemerintah sudah investasi dana sebanyak itu, ada badan tersendiri untuk mengurusi, kemudian sudah rekrutmen SDM sebanyak itu,,” jelasnya.
Sebagai solusi, ia merekomendasikan pengawasan lebih ketat serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Dengan langkah tersebut, distribusi MBG diharapkan dapat berlangsung merata dan sesuai standar di setiap daerah. [mut.wwn]


