Gencarnya produk impor yang makin marak membanjiri Tanah Air tengah menyita perhatian publik, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan pemerintah. Wajar jika berbagai upaya untuk membatasi produk impor itupun perlu dilakukan pemerintah. Terbaru, pemerintah akan mengenakan bea masuk hingga 200% untuk produk Cina yang membanjiri pasar Indonesia. Langkah tersebut, meski terapresiasi secara positif agar produk impor tidak membanjiri negeri ini, sehingga pelaku UMKM tidak kolaps.
Selain itu, produk UMKM dalam negeri penting untuk dilindungi agar tidak kalah saing dengan barang-barang dari luar negeri yang kini banyak membanjiri pasar domestik. Jika tidak, terkhawatirkan bisnis UMKM lokal akan melemah dan mengakibatkan hilangnya banyak lapangan pekerjaan. Langkah lain, guna melakukan perlindungan dan penguatan produk UMKM adalah memberikan barikade agar produk impor tidak membanjiri negeri ini dan tidak berhadapan langsung dengan pelaku UMKM. Salah satunya, melalui Permendag No 31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Permendag yang berlaku sejak 26 September 2023 tersebut secara tegas melarang penjualan produk impor di e-commerce dengan harga dibawah US$100. Artinya, pasar produk dengan harga di bawah US$100 saat ini menjadi pasar barang lokal kita. Itu artinya, hanya yang US$100 ke atas saja yang menjadi pasar bersama. Bukan pasar impor namun pasar bersama, baik barang impor maupun barang lokal. Meskipun demikian, bea masuk baru akan segera diberlakukan.
Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, sejatinya telah mengeluarkan peraturan pada akhir tahun lalu untuk memperketat pengawasan terhadap lebih dari 3.000 barang impor, yang mencakup bahan makanan, elektronik. Namun, aturan tersebut dibatalkan setelah industri dalam negeri mengeluhkan bahwa hal itu dinilai menghambat aliran bahan impor yang mereka butuhkan. Untuk itu, belajar dari pengalaman ada baiknya pemerintah perlu melakukan kajian mendalam sebelum menetapkan bea masuk 200% terhadap produk dari Cina dan idealnya pemerintah juga perlu menyertakan data yang kuat jika negeri ini mau melakukan unilateral trade policy.
Novi Puji Lestari
Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Malang