25 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Digital Parenting Bentengi Anak dari Kekerasan Digital

Oleh :
Rahmat Hidayat.
Guru MTsN 1 Sumenep, Madura, Jawa Timur

Keluarga adalah salah satu tiang pembangunan karakter anak bangsa. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga juga berfungsi sebagai madrasah pertama bagi anak. Keluarga diharapkan dapat menjadi candradimuka, tempat penggemblengan karakter anak yang moderat, penuh kasih sayang, berakhlak dan toleran.

Talcott Parsons, dalam artikel Raf Vanderstraeten (2023: 291), berpendapat bahwa keluarga menjadi poros sosialisasi primer yang pertama bagi setiap anak dalam memperlajari nilai-nilai partikular. Artinya, keluarga adalah tangan pertama dalam mata rantai pendidikan karakter anak. Ia adalah peletak pondasi awal bagi terbentuk generasi bangsa yang beradab.

Di era kemajuan teknologi komunikasi, orang tua dihadapkan dengan tantangan yang tidak sederhana. Canggihnya alat komunikasi dengan hadirnya gawai tidak hanya menawarkan kemudahan, tetapi juga menyisakan problem bagi pendidikan karakter anak. Terlebih lagi, generasi mudah hari ini merupakan generasi yang gemar berselancar dalam dunai virtual.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022, jumlah pengguna gawai pada anak usia dini di Indonesia mencapai 33,44%, dengan rincian 22,5% pengguna anak berusia 0-4 tahun dan 52,76% anak berusia 5-6 tahun. Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia merilis hasil survei pengguna gadget di kalangan anak sekolah yang mencapai 71,3%. Oleh sebab itu, sebagai digital natives, anak-anak sangat rentan terpapar hoaks, cyber crime, ujaran kebencian, paham radikal, dan pornografi.

Berita Terkait :  Pelatihan untuk Peserta Pilar Sosial, Pemberdayaan Masyarakat Harus Menjadi Fokus Utama

Apalagi belakang ini, media sosial kita berseliweran video kekerasan perang global yang tidak patut dikonsumsi anak-anak. Pihak-pihak yang terlibat dalam peperangan menggunakan media sosial sebagai cyber warfare dalam melancarkan propaganda dan polarisasi ideologi. Tidak hanya itu, paham radikalisme, cyber bullying, kekerasan seksual dan konten-konten non-edukatif seringkali mengintip dan membidik anak-anak kita dari bilik platform media sosial.

Semua itu akan memberikan noktah hitam dalam pikiran dan mental anak kita, sekaligus akan menumbuhkan persepsi bahwa melancarkan kekerasan berbasis digital antar sesama manusia adalah hal yang wajar. Maka dari itu, digital parenting dalam keluarga menjadi penting untuk menjernihkan pikiran generasi muda dari semua hal yang berbau kekerasan.

Benteng Pertahanan
Membumikan digital parenting merupakan upaya preventif orang tua untuk membentengi anggota keluarga dari praktik kekerasan berbasis digital yang berkeliaran di media sosial. Digital parenting sebagai bagian dari aktivitas literasi digital tentu membekali generasi muda dengan kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian, mereka akan menyaring dan tidak serta-merta mengafirmasi informasi yang didapatkannya.

Selain itu, literasi digital dalam keluarga mengasah softskill generasi muda dalam menafsirkan pesan yang tersampaikan dan berkomunikasi secara santun, sopan, dan damai. Ia juga mempertajam kepekaaan nurani anak untuk tidak sembrono membagikan konten yang memuat kekerasan. Sebaliknya, kompetensi tersebut secara tidak langsung akan menstimulus mereka untuk bijak dalam berkomunikasi dan membuat konten yang edukatif, toleran, damai, dan nir-kekerasan.

Berita Terkait :  Ekosistem Teknologi Kembangkan Kemampuan Guru dan Pendamping agar dapat Mengajar Lebih Baik

Digital parenting dapat diejahwatahkan dalam bentuk yang sederhana. Pertama, orang tua perlu menjelaskan bagaimana penggunaan gadget yang bijak dan tepat. Jika diamati, sebagian besar orang tua memberikan gawai kepada anaknya semata-mata untuk menyenangkan mereka atau hadiah. Persepsi itu perlu diganti dengan alasan yang lebih edukatif.

Kedua, orang tua perlu mengarahkan anak kepada website atau konten yang positif. Hal itu penting karena perilaku mereka pada hari ini sedikit-banyak dikonstruksi oleh informasi yang mereka konsumsi. Anak-anak bisa jadi menjadi pribadi yang keras dan intoleran disebabkan mereka terpapar narasi atau konten yang mengandung ujaran kebencian dan kekerasan, begitu pun sebaliknya.

Ketiga, orang tua perlu menerapkan zona aman gadget di dalam rumah. Artinya, adakalanya orang tua harus mengatur waktu bermain gadget anak di rumah. Hal ini penting sebab berlama-lama dalam bermedsos akan menimbulkan persoalan psikologis yang cukup serius bagi anak seperti kecemasan, stres, dan depresi. Selain itu, media distancing (menjaga jarak dari medsos) memberikan peluang bagi terciptanya suasana keluarga yang harmonis, hangat dan komunikatif, sehingga pribadi anak dapat menjadi inklusif dan toleran dengan lingkungan sekitarnya.

Keteladanan
Segala upaya di atas akan menjadi nihil apabila tidak disertai keteladanan orang tua. Sebagai sosok yang digugu dan ditiru, orang tua perlu menjadi contoh bagi sang anak dalam beraktivitas di dunia maya. Orang tua harus pro-aktif dalam mengupayakan aktivitas bermedsos secara bijaksana di depan anak.

Berita Terkait :  Inflasi Tahunan Terjaga, Harga Tomat Sebabkan Deflasi 2025

Jangan sampai orang tua sibuk bermedsos manakala kala sang buah hati membutuhkan teman curhat. Hampir sebagian besar anak kecanduan bermain gadget disebabkan orang tua tidak memiliki kepekaan dan perhatian penuh terhadap sang anak. Media sosial menjadi pelarian anak dalam meluapkan perasaan dan rasa penasarannya.

Jangan sampai pula orang tua menjadi produsen ujaran kebencian dan kekerasan di media sosial. Dari sini, orang tua harus berhati-hati dalam membuat status, caption, dan berkomentar. Jejak digital orang tua yang memuat ujaran kebencian dan kekerasan, lalu diketahui oleh sang anak, pastinya akan direkam dan ditirukan oleh sang anak. Keteladanan dalam dunia maya adalah kunci kesuksesan orang tua dalam membumikan digital parenting dalam keluarga.

Selanjutnya, keteladanan dalam dunia nyata dari orang tua tidak kalah penting dalam merealisasikan lingkungan sosial yang bebas toxic, kekerasan, dan kebencian. Segala bentuk kekerasan baik verbal maupun fisik yang banyak menimpa anak dalam keluarga harus dihentikan. Orang tua harus memberikan kasih sayang dan cinta yang utuh kepada anaknya. Dengan demikian, keluarga akan melahirkan output/generasi yang penuh welas asih, kasih sayang, toleran dan penuh cinta terhadap sesama maupun kepada mereka yang berbeda.

———- *** ————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru