Sumenep, Bhirawa
Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Kabupaten Sumenep mencatat sebanyak 750 balita mengalami stunting. Kasus tersebut tersebar di seluruh wilayah kecamatan, baik daratan maupun kepulauan.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes P2KB Sumenep, Desy Febryana, mengatakan ratusan balita yang mengalami stunting tersebut ditemukan di 27 kecamatan.
“Sebaran kasus stunting ada di seluruh kecamatan di Sumenep,” kata Desy Febryana, Kamis (18/12).
Menurutnya, untuk menekan angka stunting tersebut, Dinkes P2KB mengklaim telah melakukan berbagai langkah penanganan. Salah satunya melalui pemberian makanan tambahan (PMT) berupa susu PKMK khusus bagi balita stunting.
“Penanganan awal dilakukan melalui Pemberian Diet Khusus (PDK) selama kurang lebih 14 hari,” ungkap Desy.
PDK bertujuan memperbaiki status gizi sekaligus mengejar pertumbuhan balita, khususnya pada indikator tinggi badan menurut umur. Setelah PDK selesai, intervensi dilanjutkan dengan PMT berbasis pangan lokal yang memiliki kandungan protein tinggi.
“PMT lanjutan menggunakan pangan lokal dengan Protein Efficiency Ratio (PER) minimal 12 persen agar pemulihan gizi tetap optimal,” jelasnya.
Desy mengakui jika penanganan stunting di lapangan menghadapi sejumlah kendala. Tidak semua balita stunting dapat langsung memperoleh intervensi PDK karena harus melalui tahapan diagnosis medis.
“PDK harus berdasarkan diagnosis dokter spesialis anak, resep diet, serta perhitungan dari ahli gizi,” ungkapnya.
Selain penanganan, Dinkes P2KB Sumenep juga memprioritaskan upaya pencegahan. Intervensi dini dilakukan terhadap balita yang mengalami masalah gizi lain agar tidak berkembang menjadi stunting.
“Pencegahan menjadi fokus utama karena mencegah lebih baik daripada mengobati,” katanya.
Ia menegaskan, penanganan stunting tidak dapat dilakukan oleh Dinkes P2KB semata, melainkan memerlukan dukungan dari lintas sektor. Ke depan, pihaknya akan memperkuat deteksi dini dan skrining rutin di posyandu, standarisasi SOP penanganan stunting dan PDK, penguatan sistem rujukan, serta kerja sama dengan berbagai pihak.
“Intervensi juga diarahkan kepada balita berisiko stunting, seperti wasting, underweight, dan berat badan tidak naik,” pungkasnta. [sul.gat]


