26 C
Sidoarjo
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Bung Karno Ditempa Ilmu Agama di Langgar Kedungturi Ploso, Dekat dengan Ulama Besar dari Jombang

Presiden pertama RI, Ir. Soekarno atau Bung Karno

Bung Karno dan Jombang (Bagian – Habis)

Jombang, Bhirawa
Jombang memang tak bisa dipisahkan dengan kehidupan Presiden Pertama Republik Indonesia (RI), Ir. Soekarno. Kabupaten Jombang yang berjuluk Kota Santri secara historis erat hubungannya dengan Bung Karno.

Selain menjadi tempat kelahiran Bung Karno, Jombang juga merupakan tempat Bung Karno menyenyam pendidikan pertama.

Seperti ditulis di sebuah dokumen pada masa pendudukan Jepang, Bung Karno menyenyam pendidikan pertamanya di sebuah sekolah desa di Ploso Jombang.

‘Moela-moela sekolah desa di Ploso Djombang’. Begitulah kira-kira tulisan di dokumen masa pendudukan Jepang perihal riwayat pendidikan Bung Karno.

Kehidupan spiritual Soekarno kecil juga dibentuk di Ploso Jombang (waktu itu bagian dari Karesidenan Surabaya).

Soekarno kecil mengaji di sebuah langgar (surau) di Kedungturi. Belakangan, nama Pondok Kedungturi ini diketahui saat ini menjadi Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso Jombang.

Informasi yang pernah didapat media ini, dulu terdapat sebuah langgar atau surau panggung di pesantren itu.

“Bung Karno ngajinya di Kedungturi,” ucap Pembina Situs Persada Soekarno nDalem Pojok Wates Kediri, Kuswartono, Minggu (23/06) menirukan cerita yang berkembang di keluarganya.

Begitu pula dengan ayah Bung Karno, Raden Soekeni Sosrodihardjo. Dia juga memperdalam ilmu keagamaan di Pondok Kedungturi kepada Kiai Abdul Much’ti selama tinggal di Ploso.

Berita Terkait :  Hadiri Banyuwangi Ethno Carnival, Menteri PUPR Tekankan Peran Infrastruktur Pengembangan Pariwisata

Sekadar diketahui, mulai Desember 1901 hingga November 1907 Raden Soekeni Sosrodihardjo bertugas sebagai mantri guru di sebuah sekolah Ongko Loro di Ploso yang saat ini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Jombang.

Hal itu diceritakan oleh Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah, Kiai Muctar Much’ti beberapa waktu yang lalu.

“Aku iku dikandani abah (saya dikasih tahu ayah). Bapake Pak Karno, Raden Soekeni, iku gelek nang nggone abah, untuk memperdalam ajaran agama Islam (Bapaknya Pak Karno, Raden Soekeni, itu sering ke tempatnya abah, untuk memperdalam ajaran agama Islam),” tutur Kiai Muchtar Much’ti.

“Lha waktu nang nggone kene, putrane jek situk, wedok. Lha Bung Karno durung ono (Sewaktu di sini, putrannya masih satu, perempuan. Bung Karno belum ada/belum lahir),” tuturnya lagi.

Waktu berjalan. Semasa menjadi Presiden RI pada sekitar tahun 1950-an, Bung Karno berkesempatan ke Ploso. Di situ Bung Karno disambut oleh warga. Sejumlah poster dipampang untuk mengingatkan Bung Karno tentang Ploso.

Bahkan salah seorang warga Rejoagung menceritakan cerita yang disampaikan oleh orang tuanya jika saat itu Bung Karno juga menanyakan seseorang yang bernama Mbok Suwi. Nama itu diketahui merupakan nama seorang perempuan yang merawatnya saat masih kecil.

Kedekatan Soekarno dengan Jombang juga tercermin dari hubungan Sang Proklamator dengan ulama-ulama besar asal Jombang. Salah satunya dengan KH Wahab Chasbullah dari Tambakberas Jombang.

Berita Terkait :  Kapolres Situbondo Ingatkan Samsat-Satpas SIM Terapkan Layanan Prima dan Humanis

Sejumlah produk besar kebangsaan pernah dilahirkan oleh kedua tokoh. Antara lain adalah munculnya istilah Halal Bi Halal.

Tak hanya itu, hubungan dekat kedua tokoh besar ini juga melahirkan peristiwa besar pidato tentang Pancasila di PBB pada tahun 1960. Kala itu, Bung Karno berpidato memperkenalkan dasar negara Indonesia yakni Pancasila.

Sejarawan Nahdatul Ulama (NU), KH Abdul Mun’im DZ saat Haul KH Abdul Wahab Chasbullah ke-53, Senin malam (20/05) di Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul Ulum Tambakberas Jombang menceritakan, pidato Bung Karno tentang Pancasila di hadapan Sidang Umum PBB tahun 1960 itu adalah atas usul KH Abdul Wahab Chasbullah.

Mun’im DZ menjelaskan, cerita tersebut disampaikan oleh KH Masduqi dari Surabaya yang merupakan kakak dari Rais ‘Aam PBNU, KH Miftakhul Akhyar.

“Dan ini riwayatnya ‘Mutawatir’ karena yang meriwayatkan adalah KH Masduqi dari Surabaya. Itu Kang Masnya Romo Kiai Miftakhul Akhyar. Beliau ceritanya dari Kiai Wahab sendiri,” tutup Mun’im DZ.[rif.iib]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img