Indonesia, khususnya Jawa sudah dalam taraf darurat bullying (perundungan) di sekolah. Tak terkecuali sekolah lingkungan pesantren. Motif bullying, semula selalu berupa pengeroyokan setelah pulang sekolah. Tetapi kini telah berkembang menjadi kejahatan dengan kekerasan lebih mengkhawatirkan. Sampai berujung hilangnya nyawa anak pelajar. Bahkan bulyying sekarang ditujukan kepada guru, berupa teror ancaman kriminalisasi. Realitanya, banyak guru dilaporkan ke Polisi.
Dihajar beramai-ramai, dipukul dengan menggunakan kursi besi, dialami MH, siswa kelas VII SMPN 19 Tangerang, Banten. Setelah dirawat sekitar 3 pekan, MH, dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit (16 November 2025). Disebabkan cidera parah di kepala. Ada pula AK siswi kelas 9 MTs Negeri di kecamatan Cikembar, di Sukabumi, Jawa Barat, memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Terdapat bukti karena tak tahan selalu dibuli.
Kasus bunuh diri siswi MTs Negeri, menjadi perhatian publik, sampai Gubernur Jawa Barat, membenuk tim investiagasi. Sebelum bunuh diri, siswi AK menulis surat meng-ungkap kekecewaan terhadap rekannya di sekolah. Kekecewaan pernah disampaikan ibu korban kepada wali keras. Nelangsa, karena diceritakan ingin pindah sekolah. Tetapi orangtua tidak mampu. Ditulis pula nama yang diduga terlibat bullying. Sehingga Polisi bisa mengusut terduga pelaku.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akan menempatkan psikolog di setiap sekolah SMP, dan SMA. Sekaligus sebagai antisipasi kenakalan remaja, dan mencegah aksi bullying lebih dini yang menyebabkan depresi. Sekolah di seantero Jawa Barat, tergolong rentan kasus tindak kekerasan, perundungan, dan problem seksual. Walau sebenarnya di setiap sekolah wajib diselenggarakan BK (Bimbingan dan Konseling). Bahkan sejak enan dekade lalu telah terdapat ruang BP (Bimbingan Penyuluhan)
Secara khusus terdapat Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Banyak perguruan tinggi membuka program studi bimbingan dan Konseling. Biasanya masuk dalam fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (F-KIP). Dalam hal siswa memiliki problematika individual, maka layanan BK memiliki fungsi pencegahan timbulnya masalah, perbaikan serta penyembuhan, dan advokasi terhadap perlakuan diskriminaif.
Permendikbud tentang BK pada 6 ayat (4), menyatakan, penyelenggaraan BK diselenggarakan di dalam kelas, dengan beban belajar dua jam per-minggu. Sebenarnya bisa digunakan oleh sekolah untuk kampanye anti bullying, bukan sekedar oleh guru BK. Melainkan bisa mengundang konselor (tutor) dari Kepolisian, dengan menjelaskan aspek hukum perundungan.
Seiring kebutuhan zaman (dan status ke-darurat-an bullying), penyelenggaraan BK bisa di-inovasi. Terutama berdasar rasio yang tercantum dalam pasal 10 ayat (2). Yakni, satu konselor melayani 150 konseli. Artinya diselenggarakan di ruang besar sesuai kapasitas, seperti ceramah umum. Maka sesekali bisa mendatangkan konselor non guru BK yang memenuhi syarat ke-ilmu-an, dan pengetahuan.
Pada masa kini bullying bukan sekadar bermotif pengeroyokan. Melainkan dilakukan pula terhadap guru. Seperti kasus Kepala Sekolah menampar siswa yang kepergok merokok di area sekolah, menjadi pencermata seksama netizen nasional. Ironis, Kepala Sekolah SMAN I Cimarga, Lebak, Banten, di-demo oleh seluruh murid. Bahkan di-kriminalisasi, dilaporkan ke Polres Lebak. Bahkan sempat di-nonaktif-kan.
Namun ribuan netizen membela Kepala Sekolah SMAN I Cimarga, Lebak. Sampai ada yang mengancam tidak akan menerima alumni SMAN I Cimarga, Lebak, untuk bekerja. Ironisnya, berbagai ahli, turut memojokkan Kepala Sekolah yang memberi “tindakan tegas” kepada murid yang menyalahi etika. Termasuk KPAI turut menyalahkan. Tetapi Presiden Prabowo, pada peringatan Hari Guru Nasional, menyatakan dukungan kepada guru yang memberi “tindakan tegas.”
——— 000 ———


