29 C
Sidoarjo
Thursday, January 9, 2025
spot_img

Brain Rot: Efek Kecanduan Konten Receh

Oleh :
Jusrihamulyono A.HM
Trainer Pelatihan Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan (P2KK) PUSDIKLAT Pengembangan SDM UMM

Kecanggihan teknologi media massa semakin tidak terbendung lagi. Berbagai hiburan yang ditawarkan membuat penontonnya mengalami perubahan karakter. Karakter generasi muda atau dikenal dengan pengguna paling banyak yaitu generasi z kini dengan mudah mengakses konten yang dapat dibilang kurang bermanfaat atau lebih pada konten receh. Tentu awalnya tidak bermasalah dalam menggunakan gadget atau menikmati hiburan yang ada di media sosial. Hanya saja akhir-akhir ini banyak keresahan yang mulai ditimbulkan efek dari kecanduan penggunaan medsos yang berlebihan.

Generasi merasa aman dan cenderung tenang dalam meluapkan emosinya melalui status ataupun konten video pendek. Banyaknya platform media yang sekedar membagikan video tanpa melihat esensinya. Hal ini, muncullah istilah “brain rot” untuk menggugat dari pada video recehan yang bertebaran di berbagai media sosial. Secara terminologi belum ditemukan terkait brain rot makna secara akademisi, namun kendati demikian muncul sebagai acuan adanya perubahan pola seseorang yang mengalami penurunan pada sisi kognitif, pengambilan keputusan hingga memori yang kurang cepat dalam berpikir kritis akibat dari paparan konten atau informasi yang tidak mengandung edukatif.

Keadaan ini tentunya nampak dengan melihat pola generasi dalam bersosial yang kini yang lebih aktif bermedia sosial daripada bersosialisasi dengan sekitarnya. Kondisi yang diperburuk dengan anak balita yang tantrum saat tidak mendapatkan akses menggunakan gadget. Tontonan video yang merajalela makin menarik perhatian anak yang sulit dikontrol oleh orang tua bahkan anak lebih aktif daripada orang tua sendiri. Sangat disayangkan jika fenomena “brain rot” hanya dibiarkan karena rasa aman asalkan anak tidak menangis dan orang tua bisa bebas melakukan aktivitasnya.

Berita Terkait :  Jaminan Sosial, Bebaskan Pekerja dari Jebakan Sandwich Generation

Brain rot yang dikenal sebagai adanya indikasi kerja otak yang keras atau sulit untuk dikontrol oleh siapapun menjadi pintu kesehatan mental mulai terpapar. Tidak mengherankan generasi yang dengan leluasa mengonsumsi konten digital kini secara perilaku, emosional dan kognitifnya. Hal demikian nampak di status generasi muda yang tidak lepas dari galau, gelisah, sakit hati, stres dan lain sebagainya yang cenderung mengarah pada pembentukan mental yang lemah. Apalagi yang ditonton sebatas yang awalnya sebagai penghilang pikiran penat namun berakhir pada kecanduan yang terlepas pada mengamen waktu. Alhasil, scroll media sosial tidak melihat lagi waktu dan tempat asal kau mampu membuat mood berkeliaran pada sensasi saja.

Tantangan Era Digital
Penting adanya solusi dari elemen lingkungan, orang tua hingga peran pendidik yang menyentuh langsung generasi dan mengembalikan urgensi karakter budi pekerti. Merosotnya nilai-nilai sosial pada generasi seperti tata krama, hilangnya tanggung jawab, hilangnya rasa malu, hilangnya sapa senyum akibat keasyikan menscroll tontonan yang dianggap percontohan. Nasehat orang tua dan guru pun sudah tidak mempan. Rasanya segala yang dipertanyakan sudah tertera di bahkan lengkap dengan tutorial yang cukup meyakinkan.

Di era modern, tidak dapat dipungkiri bahwa mentalitas generasi yang terpapar pada konten receh terbentuk sebagai generasi yang mudah mengeluh dan putus asa. Banyaknya informatif yang terus beterbangan yang mengundang kehebohan netizen menjadi motivasi untuk terus meluncurkan konten receh asalkan viral tanpa melihat esensi yang disajikan. Era digital secara nyata pun tidak terikat oleh pengguna siapapun dan umur berapapun. Semua kalangan dapat menikmati konten sesuai keinginan bukan lagi sesuai kebutuhan. Internet yang semakin cepat dan media yang canggih lorong pada kehidupan tanpa batas ruang dan waktu.

Berita Terkait :  Putus Praktik Perundungan dalam PPDS

Rasa kekhawatiran dan kecemasan bermunculan bermula dari banyaknya informatif media sosial yang dikonsumsi sampai menghabiskan waktu yang lama. Informasi yang diperoleh tersebut merasuk ke dalam kehidupan dan seakan-akan yang ditonton menjadi realitas dirinya. Konten receh dengan kriteria yang sebatas sensasi dan mengharapkan viewer yang banyak dari pembuatnya untuk mendapatkan penghasilan semata tanpa memperhatikan bobotnya.

Edukasi Literasi Digital
Mengedukasi diri dalam penggunaan digital salah satu langkah dalam mencegah Brain Rot. Banyak hal yang dapat dilakukan mulai dari kesadaran hingga kerja sama dengan lingkungan sekitar. Melalui kesadaran akan sisi positif digitalisasi menjadi efek untuk produktif dengan keseimbangan mengenal sisi negatif yang dapat berbahaya bila diabaikan. Hal yang harus diperhatikan dimana pengguna terbanyak di Indonesia dipegang oleh anak remaja kita yang masih butuh pendampingan khusus untuk meniti karirnya.

Singkatnya, dalam mengakses digital beberapa yang perlu diperhatikan seperti yang pertama, Pembatasan waktu penggunaan media sosial. Mengelola waktu dalam menggunakan media sosial sangat berdampak pada kesehatan tubuh dan mental. Mampu membedakan waktu untuk menikmati konten dengan waktu belajar serta istirahat. Dengan penggunaan waktu yang tepat tentunya badan akan istirahat optimal dan bekerja secara profesional. Selain pembatasan waktu, pembatasan pada anak-anak dalam konsumtif harus diawasi secara ketat

Kedua, konsumsi konten edukatif dan informatif. Memprioritaskan konten-konten kebutuhan dibandingkan recehan. Konten yang dapat mengkreasikan pikiran dan memicu kreativitas, bukan sebaliknya yang membuat kerangka berpikir tambah lemah. Sistem kerja otak makin lemah efek penggunaan AI yang instan tanpa ada motivasi belajar yang dibangun. Semua pengetahuan cukup dengan chat Gpt semua terasa singkat dan lengkap. Olehnya itu, kecanggihan digital tidak mematikan sistem kerja otak apalagi menggantikan tugas manusia.

Berita Terkait :  Dorong Pertanian Regeneratif

Ketiga, memperbanyak berdiskusi dengan orang lain tentang topik yang menarik. Kendati demikian sebagai sarana menjaga hubungan sosial dunia nyata. Belajar kelompok jauh lebih efisien dibandingkan kerja mandiri dengan mengandalkan AI. Berinteraksi dengan orang lain akan mengurangi kecanduan pada gadget yang berpotensi menutup diri. pada akhirnya, kecanduan diri terhadap konten receh akibat diri tidak mengenal akan kebutuhan informasi serta pengendalian umur yang kurang tepat dalam konsumsi konten.

—————– *** ———————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img