24 C
Sidoarjo
Thursday, September 19, 2024
spot_img

BPIP dan UM Bahas Etika Sosial dan Pendidikan


Kota Malang, Bhirawa
Nilai-nilai Pancasila harus terus digaungkan di di seluruh sektor, baik masyarakat maupunn penyelenggara negara. Belakangan ini, masyarakat dipaksa agar Pancasilais yang merupakan konsep berfikir, bertindak, mengubah serta menggerakkan yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Namun pada kenyataannya penyelenggara negara tidak Pancasilais.

Pernyataan ini disampaikan Rektor Universitas Negeri Malang, Prof Hariyono, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara dalam Berbangsa dan Bernegara dengan tema Etika Sosial dan Pendidikan di Graha Rektorat UM, Senin (2/9) kemarin. Kegiatan ini merupakan kerjasama UM dengan Badan Pembinaan Ideiologi Pancasila (BPIP).

Hariyono, menilai saat ini etika sopan santun protokler lebih diutamakan dibandingkan etika yang tertuang dalam makna Pancasila. Ia mencontohkan soal pejabat negara yang harus dikawal terus karena protokolernya. Jika penyelenggara negara dikawal terus, kapan dekatnya dengan rakyat.

“Etika juga harus berdasarkan ilmu pengetahuan, maka disinilah pentingnya lembaga pendidikan,” katanya.

Sementara itu, Anggota Dewan Pengarah BPIP, Prof. Dr. Amin Abdullah mengungkapkan bahwa BPIP punya inisiatif dalam mengangkat isu yang penting yaitu rapuhnya etika penyelenggara negara dalam berbangsa dan bernegara.

“Kita akan keliling ke tujuh kota yakni Jakarta, Malang, Makassar, Ambon, Kupang, Pontianak dan Medan. Tak hanya bicara dengan intelektual di pusat, tetapi juga di daerah seperti apa,” ujarnya.

Hasil FGD nantinya akan dikomunikasikan pada masyarakat, pemerintah, penyelenggara negara terkait problem di lapangan. Dari FGD yang melibatkan akademisi ini, diharapkan muncul rekomendasi dan gagasan baru demi memecahkan masalah di daerah.

Berita Terkait :  Kembangkan Jiwa Wirausaha, SDN Jemur Wonosari 1 Memanfaatkan Limbah Sampah Bernilai Ekonomi

“Masukan peserta dan respon narasumber antusias dan bagus. Kita mengiventarisir usulan-usulan. Rekomendasi dan gagasan baru untuk berupaya memecahkan masalahnya. Nantinya hasilnya juga akan kita bukukan dan sampaikan pada pemerintahan yang baru,” ungkap Amin.

Kota Malang dipilih, sebagai salah satu lokasi FGD lantaran sebagai kota pendidikan. FGD ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Prof M Mahfud MD, Indonesian Conference on Religion and Peace Prof Siti Musdah, Ki Darmaningtyas pakar pendidikan Taman Siswa, Garin Nugoroho budayawan, Johan Hasan akademisi Universitas Ciputra, dan Usman Hamid, Eksekutif Amnesty International Indonesia.

“Pendidikan ini berhadapan dengan reduksi-reduksi yang kapitalistis dan nilai kompetisi yang dikedepankan. Bukan nilai integritas, nilai kejujuran, dan nilai sederhana. Kami ingin mengingatkan lagi bahwa hidup itu tak sekedar ekonomi. Selain itu pendidikan jatuh pada formalitas keagamaan, ritual atau ibadah juga tidak berkorelasi dengan perilaku,” tegasnya.

Sementara itu, Prof Siti Musdah menyampaikan tiga dosa besar dalam pendidikan yang terdiri dari perundungan, kekerasan seksual, dan perilaku intolerasnsi. ”Salah satu cara untuk mengatasi dosa besar itu adalah dengan rekonstruksi budaya, karena budaya hasil konstruksi sosial. Dalam hal ini, pendidikan dalam keluarga lah yang utama,” tandasnya. [mut.fen]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img