29 C
Sidoarjo
Friday, November 8, 2024
spot_img

Bias Seksisme Pemberitaan Pelecehan Seksual Anak di Media Online

Oleh :
Hilmy Maulana Muhibin
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus Surabaya

Di Indonesia, pemberitaan kasus pelecehan seksual anak sering kali mencerminkan bias seksisme yang tidak disadari. Kasus-kasus yang menimpa korban anak di lembaga pendidikan, khususnya pesantren, kerap dilaporkan dengan nada dan bahasa yang memperkuat stereotip gender. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis ala Sara Mills untuk memahami bagaimana media, khususnya portal berita online seperti Detik.com, Kompas.com, dan Tribunnews.com, melaporkan kasus pelecehan seksual terhadap anak di pesantren di Lombok Timur.

Seksisme dalam Pemberitaan
Seksisme adalah prasangka atau diskriminasi berbasis gender yang merendahkan satu pihak, biasanya perempuan. Dalam konteks media, seksisme terlihat saat wartawan menyoroti aspek-aspek tertentu yang mengesampingkan atau membingkai korban secara tidak adil. Dalam pemberitaan, seksisme bisa muncul dalam bentuk pemilihan kata atau penekanan pada aspek tertentu, seperti penampilan korban atau detil yang tidak relevan dengan kasus.

Studi Kasus di Media Online
Beberapa contoh pemberitaan di media online Indonesia menunjukkan adanya penggunaan bahasa yang bersifat seksis dalam menyampaikan berita pelecehan seksual anak. Misalnya, berita dengan judul “Bejat Oknum Pimpinan Ponpes Buka Kelas Pengajian Seks-Perkosa 41 Santriwati” (Detik.com), atau “Pimpinan Ponpes Paksa Santriwati Layani Nafsunya” (Tribunnews.com) menggunakan kata-kata yang cenderung menyudutkan atau mendramatisasi korban. Alih-alih fokus pada perlindungan korban dan langkah-langkah keadilan, bahasa yang digunakan malah berpotensi mengeksploitasi kejadian demi sensasi.

Berita Terkait :  Cegah Korupsi di Daerah, Perkuat Fungsi APIP

Mengapa Ini Bermasalah?
Penggunaan kata-kata seperti “layani nafsu” atau “kelas pengajian seks” mempertegas posisi korban sebagai pihak yang pasif dan rentan, sementara pelaku hanya disebut sebagai ‘oknum.’ Dampaknya, publik bisa memiliki persepsi yang salah bahwa permasalahan hanya bersifat insidental dan bukan masalah struktural di lembaga pendidikan. Sementara itu, korban semakin dimarginalkan, yang bisa menimbulkan trauma berkepanjangan pada mereka dan keluarga mereka.

Peran Media Membentuk Opini Publik
Media memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik, terutama terkait isu-isu sensitif seperti pelecehan seksual. Oleh karena itu, penting bagi media untuk menyajikan berita secara objektif dan netral, bukan berfokus pada sensasi. Pemberitaan yang bijak dan beretika akan mendidik publik untuk lebih memahami perlunya dukungan bagi korban serta tindakan tegas terhadap pelaku. Dengan pendekatan yang lebih sensitif gender, media dapat berperan dalam mempromosikan kesetaraan dan keadilan sosial.

Media Sensitif Gender
Untuk mengurangi seksisme, media perlu mengutamakan kode etik jurnalistik dalam pemberitaan, misalnya dengan menggunakan bahasa yang netral dan tidak sensasional. Penulis berita seharusnya berfokus pada aspek hukum dan prosedur perlindungan anak tanpa memperkeruh kondisi korban. Hal ini penting untuk menciptakan pemberitaan yang berimbang dan tidak memperburuk kondisi psikologis korban.
Seksisme dalam pemberitaan pelecehan seksual anak tidak hanya melanggar etika jurnalistik, tetapi juga memperpanjang penderitaan korban. Penulisan yang lebih beretika dan berempati bisa membantu masyarakat memahami pentingnya keadilan tanpa perlu mengorbankan harga diri korban.

Berita Terkait :  Kontraksi Daya Beli Minim

Upaya untuk menciptakan pemberitaan yang adil dan berimbang akan membawa perubahan positif dalam dunia jurnalistik, yang diharapkan dapat menempatkan korban sebagai manusia yang harus dihormati, bukan sekadar objek berita.

—————— *** ——————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img