Sidoarjo, Bhirawa.
Berbagai element masyarakat diundang oleh pihak RS Sidoarjo Barat (SIBAR), Selasa (20/8) kemarin, untuk hadir dalam kegiatan forum konsultasi publik (FKP) . Ada pasien, LSM, media, Puskesmas, tokoh masyarakat, tokoh agama, TNI/Polri dan pejabat dari Kecamatan Krian.
Plt Direktur Utama RSUD Notopuro Sidoarjo, dr Atok Irawan SpP, yang menjadi narasumber tunggal kegiatan FKP ini, dalam awal paparannya sempat memuji keberanian pihak RS Sibar, yang berlokasi di kelurahan Tambak kemerakan Kecamatan Krian itu, yang siap menerima kritikan dan saran masyarakat dalam kegiatan tersebut. “Pengaduan maupun kritikan wajib ditanggapi dalam setiap pelayanan publik. Adanya kritikan itu sebagai intropeksi,” katanya.
Menurut dr Atok Irawan, pelayanan prima di bidang kesehatan, bisa terwujud selain karena sarana prasarananya yang memadai, juga tidak lepas dari faktor sumber daya manusia (SDM) petugas yang profesional. Dalam memberikan pelayanan publik, petugas harus sepenuh hati, sepenuh nafas dan kasih sayang. Maka petugas harus senyum, sapa, salam , sopan dan santun kepada pasien. “Sebaik-baiknya manusia, harus bisa bermanfaat bagi sesama,” kata Plt Dirut rumah sakit yang sudah type A itu.
Dirut RS SIBAR, dr Abdilah Segaf Alhadat MM, dalam kesempatan itu menyampaikan jumlah instalasi medis di sana ada 12 unit. Dengan 130 tempat tidur yang tersedia. petugas yang ada saat ini, total 514 orang plus outsourching.
Motto pelayanan di tempatnya adalah kesehatan kepuasan kami. Maka itu, pihak rumah sakit selalu memotivasi petugas untuk memberi pelayanan yang prima kepada pasien. Setiap dua kali dalam setahun, pegawai yang teladan diberikan penghargaan. “Agar bisa memotivasi kerja pegawai kami lainnya,” kata mantan Kepala Puskesmas ini.
Terkait masalah keterbukaan informasi publik (KIP), pihak RS Sibar menginformasikan kegiatannya pada media sosial yang ada. Agar masyarakat bisa mengetahuinya. Misal lewat instagram, youtube, tiktok dan lainnya.
Dalam pengaduan masalah pengambilan obat, apabila pihak rumah sakit mengalami kesalahan atau keterlambatan pemberian obat racik , lebih dari 60 menit, atau obat non racik lebih dari 30 menit, maka obat akan dikirim ke rumah pasien.
“Obat gratis, pasien hanya cukup mengganti ongkos kirim saja sebesar Rp15.000 kepada PT Pos Indonesia, ini sebagai konsekwensi kami,” ujar dr Abdilah, yang pernah menjadi Plt Kepala Dinkes Kabupaten Sidoarjo ini.[kus.ca]