Oleh :
Probo Darono Yakti
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga (Unair), Surabaya dan Pegiat Kebudayaan Dewan Kesenian Jawa Timur.
Kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia, pada tanggal 3 sampai dengan 6 September 2024 ke depan membawa satu pesan penting dari Vatikan. Negeri kecil yang diapit Italia di sudut Ibukota Roma ini mengajarkan arti penting akan indahnya perdamaian, kemanusiaan, ketulusan, dan kejujuran khususnya dalam isu kepemimpinan nasional dan global.
Indonesia pun berhutang budi dengan Vatikan, mengingat negara-kota ini memberikan perhatiannya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia sesaat setelah merdeka dari Belanda dengan menekankan pada penghargaan terhadap nilai kedaulatan bangsa.
Bukan hanya melekat pada sosok Sri Paus secara personal, namun menilik relasi yang jauh ke belakang ketika Vatikan mengirim Delegasi Apostolik ke Indonesia pada tahun 1947 untuk setelahnya pada 16 Maret 1950 Vatikan secara resmi mengakui kedaulatan RI yang pada waktu itu berwujud Republik Indonesia Serikat. Vatikan menjadi salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan negeri yang saat ini berusia 79 tahun.
Awalnya, Internunsiatur menjadi Nunsiatur Setelahnya, figur Paus tidak hanya dicintai oleh umat Katolik namun juga semua umat beragama di Indonesia dengan sosoknya yang bersahaja di tengah-tengah negara yang mayoritas Muslim.
Sejarah Kunjungan Paus ke Indonesia
Dua kunjungan Paus sebelumnya ke Indonesia dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Suharto yang masing-masing Paus Paulus VI pada tahun 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989. Paus Paulus VI hanya berkunjung ke Jakarta yang direpresentasi oleh Istana Merdeka untuk bertemu Suharto dan misa akbar di Katedral Jakarta.
Kesan semakin mendalam Ketika Paus Yohanes Paulus II ke Iini diejawantahkan dalam pesan melalui kunjungan-kunjungan yang dilakukan di berbagai titik di Indonesia khususnya pada uskup-uskup, para pejabat sipil, tokoh-tokoh keagamaan, klerus, biarawan dan biarawati serta mengunjungi tempat-tempat budaya.
Tidak hanya di Jakarta saja, Paus Yohanes Paulus II juga mengunjungi Yogyakarta, Medan, dan Maumere Flores. Di ketiga tempat tersebut Paus memimpin Misa akbar di Lapangan Mandala Krida Yogyakarta, Lapangan Merdeka Medan, dan Lapangan Umum di Maumere serta sempat berkunjung ke Universitas Gadjah Mada untuk berpidato tentang pentingnya pendidikan, kerukunan antaragama, dan perdamaian. Ribuan orang berkerubung hanya untuk menyimak pidatonya yang sangat bersejarah. Sosok Paus tetap dijadikan teladan dan panutan karena kemampuannya untuk berdialog lintas kelompok keagamaan dan kesukuan.
Figuritas Paus
Paus selalu menunjukkan diri sebagai figur global yang memiliki peran penting dalam membawa pesan universal. Di setiap momentum terjadi perang seperti yang terjadi di antara Rusia dengan Ukraina, Paus telah berpidato menyerukan untuk perang antara kedua negara agar segera dapat dihentikan, sebanyak 10 kali dalam berbagai kesempatan pada bulan Februari 2022 sampai dengan bulan Maret 2023.
Peran Paus terhadap diplomasi dan kepedulian korban perang menjadi kunci dan pengingat bagi tiap kekuatan negara-negara besar untuk menahan diri tidak lebih lanjut terlibat di dalam riuh perang yang sampai ini terus berlangsung.
Sebagai Kepala Negara Negara-Kota Vatikan, Paus bukan hanya sebagai seorang pemimpin agama melainkan juga pemimpin nasional yang memberi suri teladan yang baik sebagai sosok yang menekankan pada nilai kesederhanaan. Pilihannya menggunakan penerbangan komersial dari maskapai pelat merah Alitalia, mobil Innova Zenix putih yang dikendarainya yang duduk di samping sopir, serta keputusannya untuk menginap di Nunsiatura Apostolik atau Kedutaan Besar Takhta Suci Vatikan, merupakan pertanda bahwa sudah saatnya pemimpin kita di tingkat nasional kembali ke nilai-nilai kesederhanaan yang ditunjukkannya.
Kehadiran dari Paus sejatinya memberikan sebuah peringatan pada perilaku pejabat negara dan keluarganya di Indonesia yang dewasa ini kembali menunjukkan perangai yang royal dan kurang berempati terhadap kesulitan yang dihadapi oleh rakyat. Bahkan, orang pertama kali yang ditemui Paus di Indonesia adalah justru anak-anak yatim piatu dan pengungsi di Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta setibanya dari bandar udara. Paus senantiasa memberikan suatu keteladanan konkret dan riil pada nilai persatuan, toleransi, dan dengan diadakannya dialog lintas agama yang sedianya dilaksanakan pada Kamis (05/09) lalu di Masjid Istiqlal, Jakarta.
Refleksi Relasi Indonesia-Vatikan di Masa Depan
Relasi historis antara Indonesia dengan Vatikan tidak hanya mewarnai perjalanan sejarah dari kedua negara dan menjadi bentuk pengakuan kedaulatan secara diplomatik. Jauh daripada itu, Indonesia-Vatikan dan sosok kepausan menunjukkan moderasi umat beragama yang lebih luas. Terlebih, Paus dan Vatikan merupakan dua simbol besar bagi kemanusiaan dari seluruh dunia. Indonesia memiliki kedekatan dengan Vatikan sejak era Presiden Sukarno, yang mana ia sendiri pernah mendapatkan tiga penghargaan dari sana di masa kepemimpinan Paus Pius XII, Paus Yohanes XXIII, serta Paulus VI pada tahun 1964.
Menarik untuk mengutip kata-kata sang proklamator, karena menurutnya Paus tidak hanya ia pandang sebagai seorang pemimpin negara. Namun juga sebagai pemimpin rohani dengan memandang bahwa ia bersabda untuk menyampaikan pesan-pesan solidaritas kemanusiaan, berbagi rasa kepada si miskin dan tertindas. Walau Indonesia bukanlah negara dengan mayoritas Katolik, mampirnya wakil Tuhan di Bumi bagi umat Katolik ini merupakan pelecut semangat untuk menyebarkan nilai-nilai yang dapat diimplementasikan bagi para “pelayan Tuhan” untuk terus bertoleransi dengan saudara dalam kemanusiaan sekaligus seruan penting akan adanya dialog antar agama yang saat ini terus dipromosikan oleh Kementerian Agama. Dengan demikian masyarakat Indonesia dalam mengarungi tantangan global dapat menjadi lebih damai, adil, dan sejahtera.
Kedatangan Paus selayaknya tidak hanya dipahami sebagai kunjungan kenegaraan biasa. Melainkan sebagai pesan pengingat bagi kita semua untuk menjaga esensi dari alasan hadirnya manusia: mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam persaudaraan antar suku, agama, ras, golongan dan persatuan di dalam toleransi. Terima kasih atas kunjunganmu ke Indonesia, Sri Paus.
———- *** ———–