Kab. Probolinggo, Bhirawa
Media sosial tengah digegerkan tentang temuan 59 titik ladang ganja di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Aturan – aturan yang dibuat mengenai larangan menerbangkan drone tanpa izin hingga seringnya penutupan wisata Bromo dan Semeru menimbulkan kecurigaan para pengguna jejaring sosial sebagai dalih agar lokasi ladang ganja tersebut tak ditemukan.
Menanggapi kegaduhan tersebut, Balai Besar (BB) TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha mengklarifikasi tentang opini viral yang beredar. Ia menegaskan jika ladang ganja tersebut bukan di area jalur wisata.
“Kami bersama jajaran TNI, Polres Lumajang, serta perangkat Desa Argosari, Kecamatan Senduro menemukan ladang ganja, pada 18 hingga 21 September 2024 kemarin, sedang dalam pengadilan dan untuk lokasinya berada di luar jalur wisata,” terangnya, pada Kamis (20/3).
Ia menambahkan, temuan tersebut ada di wilayah blok pusung duwur resort, yang dikelola Taman Nasional (TN) wilayah Senduro, dan Gucialit, seksi pengelolaan TN wilayah III, bidang pengelolaan wilayah II. Selain itu, letak lokasi tersebut tertutup semak belukar yang sangat lebat, dan berada di kemiringan yang sangat curam.
“Secara administratif, berada di wilayah Kecamatan Senduro, dan Gucialit, Kabupaten Lumajang, selain itu, area penemuan ladang ganja tersebut terbilang sangat tersembunyi,” tuturnya.
Dari hasil penelusuan tersebut, hingga saat ini, Polres Lumajang menetapkan empat orang tersangka yang merupakan warga Desa Argosari, Kecamatan Senduro, “Hingga saat ini mereka sudah persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Lumajang,” Ungkapnya.
Masih dalam kesempatan yang sama, Radijanta juga menanggapi opini mengenai larangan dan batasan menerbangkan drone tanpa izin sebagai dalih agar ladang ganja tersebut tak ditemukan. Dengan tegas, ia membantah opini tersebut sebab lokasi tersebut tidak berada di kawasan jalur wisata Gunung Bromo maupun Gunung Semeru.
“Aturan larangan dan pembatasan penggunaan drone itu sendiri sudah berlaku sejak tahun 2019, hal tersebut bertujuan agar bisa menjaga fokus pendaki, agar tidak terganggu atau terbagi dengan adanya aktivitas penerbangan drone,” ungkapnya.
Radijanta menambahkan tentang penetapan tarif penggunaan drone di kawasan TNBTS merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2024.
“Tarif penggunaan drone merupakan amanat pemerintah sesuai tarif PNBP, yang berlaku pada kementrian lingkungan hidup dan kehutanan, sudah terbit pada tanggal 30 september 2024 dan mulai berlaku sejak 30 Oktober 2024 secara nasional di seluruh kawasan konservasi baik Taman Nasional maupun Taman Wisata Alam di seluruh Indonesia,” ujar Radijanta.
Adapun terkait kebijakan untuk mewajibkan penggunaan pendamping/pemandu pendakian pada aktivitas pendakian Gunung Semeru, Radijanta menerangkan bahwa itu merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat dan komunitas sekitar, dengan tujuan memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pengunjung melalui interpretasi yang diberikan oleh pendamping/pemandu.
Mengenai penutupan pendakian Gunung Semeru pada awal tahun, pihaknya mengatakan bahwa hal ini sudah rutin dilakukan. “Penutupan aktivitas pendakian bukan hanya dilakukan di TNBTS tapi juga di beberapa taman nasional lain yang memiliki jalur pendakian gunung dengan alasan untuk keselamatan pengunjung. Awal tahun sering kali bertepatan dengan musim hujan di Indonesia. Curah hujan yang tinggi, angin kencang, badai, dan risiko tanah longsor membuat pendakian menjadi berbahaya.” urainya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko mengatakan bahwa ladang ganja yang ada di kawasan TNBTS ditemukan pada September 2024 yang memang saat itu, sedang ada penyelidikan temuan ganja di kawasan TNBTS dan penetapan tersangka oleh Polri.
“Kita dari Taman Nasional membantu mengungkapkan di mana ladang ganja itu, karena ladang ganja biasanya ditanam di tempat-tempat yang relatif sulit untuk ditemukan,” kata Satyawan, Selasa (18/3).
Sementara itu, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni memperkuat hal tersebut, ia menegaskan bahwa pembatasan drone dan penutupan kawasan TNBTS tidak ada kaitannya dengan penemuan ladang ganja di Kawasan Pelestarian Alam.
“Itu tidak terkait dengan penutupan Taman Nasional, kan isunya sengaja ditutup supaya tanam ganjanya tidak ketahuan. Justru drone yang dimiliki oleh teman-teman Taman Nasional yang menemukan titiknya,” kata Raja Juli di Jakarta, Senin (18/3).
“Manggala Agni turun, Polhut (polisi hutan) turun, bersama dengan polisi kita ikut cabut, itu menjadi barang bukti yang kita bawa ke polisi. Insyallah staf kami tidak ada yang menanam begitu, paling menanam singkong,” katanya.
Temuan ladang ganja ini juga menjadi atensi Polres Probolinggo, sebab sebelumnya polisi pernah menggerebek gudang sekaligus ladang ganja di tahun 2021 di desa Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Dalam penggerebekan pada tahun 2021 tersebut, polisi berhasil mengamankan 10 orang tersangka narkotika golongan 1 jenis ganja.
“Tidak menutup kemungkinan jika mungkin nanti ada kemungkinan temuan baru di wilayah Probolinggo ya, yang pasti kami nanti akan melakukan pendalaman untuk mewaspadai kejadian yang sama, apakah wilayah hukum Polres Probolinggo terdapat gejala seperti di Lumajang, nanti hasilnya akan kami sampaikan ke pimpinan,” terang Kasat Narkoba Polres Probolinggo Iptu Nurmansyah, Kamis (20/3). [fir.wwn]