Oleh :
Najamuddin Khairur Rijal
Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Malang
Di sebuah negeri yang konon kaya akan terumbu karang dan hasil laut, tanah subur dan kaya pangan, kita diajak untuk menikmati sebuah drama epik yang penuh dengan kisah bocor-membocorkan dan jebol-menjebol.
Inilah Balada Negara Bocor, sebuah kisah di mana data rahasia negara, anggaran negara, dan integritas pejabat ibarat air di atas terpal berlubang. Mengalir bebas seperti air dari gentong berlubang. Dalam kisah ini, bocor dan jebol bukan lagi sekadar kata kerja atau kata sifat, tapi sudah menjadi identitas nasional.
Episode 1: Data Bocor
Cerita dimulai dengan petualangan seru para hacker yang menganggap sistem Pusat Data Nasional (PDN) sebagai taman bermain. Bayangkan, sebuah sistem yang seharusnya kokoh bagai benteng, ternyata tak lebih dari pintu tanpa kunci.
Seperti kata pepatah, “Bila ada kesempatan, manfaatkanlah.” Maka para hacker pun tampaknya sangat paham filosofi ini, sehingga dengan mudah mengobrak-abrik data negara. Alhasil, informasi penting dan strategis jebol dan terancam dibocorkan ke mana-mana.
Akibatnya, layanan publik di ratusan instansi pemerintah terganggu. Data-data penting tak bisa diakses lagi. Celakanya, negara tak punya cadangan karena memang tak pernah niat untuk mencadangkan data. Mungkin merasa sudah hebat atau memang data itu dianggap tidak penting.
Para pejabat pun panik, namun alih-alih memperbaiki sistem, mereka malah sibuk mencari kambing hitam. Hebatnya, tanpa mengucap kata maaf, dengan polosnya mereka berkelit. Dituntut mundur oleh rakyat jika masih punya rasa malu, tapi dasar memang tidak tahu malu.
Hacker pun dibuat bingung. Karena pihak terkait tak kunjung meminta maaf, maka merekalah yang justru menyampaikan permohonan maaf pada rakyat. Ingat, pada rakyat, bukan pada pemerintah dan negara. Katanya, “we apologize for the fact that it affected everyone.” Kami mohon maaf atas kejadian ini yang berdampak pada semua orang. Rasanya para hacker lebih simpati pada rakyat, dibanding simpati pemerintah pada rakyatnya.
Pesan menohok lalu dituliskan para hacker untuk pemerintah. “We hope that our attack made it clear to you how important it is to finance the industry and recruit qualified specialists.” Artinya: kami berharap serangan kami mengirim pesan jelas kepada Anda betapa pentingnya membiayai industri dan merekrut spesialis yang punya kualifikasi.
Jika pesan itu belum jelas atau tidak bisa dibaca oleh pejabat terkait, sederhananya begini: investasikan uang negara untuk membangun sistem pertahanan dan keamanan siber yang tangguh dan rekrut sumber daya manusia yang unggul, berkompeten dan profesional. Bukan “giveaway”. Jika pesan semacam itu belum juga jelas, ah sudahlah, Namanya juga Negara Bocor.
Episode 2: Anggaran Bocor
Bocornya data negara hanyalah salah satu bagian dari balada ini. Ada episode lain yang tak kalah seru: bocornya anggaran negara, jebol tak karuan. Di sini, kita menyaksikan bagaimana dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan aspek vital lain justru bocor masuk ke kantong-kantong pejabat. Seolah anggaran negara adalah ladang emas yang siap dipanen oleh mereka yang duduk di kursi kekuasaan.
Korupsi, kata yang sering kita dengar, tampaknya sudah menjadi semacam tradisi. Dengan liciknya, mereka mengalihkan dana melalui proyek-proyek fiktif dan skema korupsi canggih. Ketika anggaran bocor, pejabat berkelimpahan. Mereka membangun istana megah di atas keringat rakyat, sambil tersenyum lebar dan berkata, “Inilah hasil kerja keras kami.”
Jangan lupa, jangan-jangan bocornya data negara juga berkaitan karena dana yang harusnya untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamanan siber justru habis dijarah oleh para pejabat. Ingat, menteri yang diberi tugas di bidang teknologi komunikasi dan informasi terjerat KPK, sebelum akhirnya takhta diberikan kepada secara giveaway, hadiah. Namanya menteri giveaway, maka kompetensi dan profesionalisme di bidangnya boleh dikesampingkan.
Tapi, bicara soal KPK, sama saja. Bocor dan jebol juga. Ketuanya tidak hanya terjerat pelanggaran etik, tapi juga ikut menjadi bagian dari kejahatan korupsi yang dilakukan seorang menteri yang pandai bernyanyi di ruang sidang. Sudahlah, bicara korupsi tidak habisnya. Sebab kebocoran uang negara sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan identitas nasional.
Episode 3: Rakyat Menonton, Dunia Tertawa
Dalam drama ini, peran rakyat tidak kalah penting. Mereka adalah penonton setia yang menyaksikan setiap episode dengan penuh haru, kadang-kadang geli. Terkadang, mereka marah, kecewa, dan merasa tertipu. Namun, kebanyakan dari mereka hanya bisa menonton dalam diam sambil mengetik kata-kata sarkas di kolom komentar di aneka media sosial.
Bagaimana tidak, suara mereka seringkali dibungkam atau diabaikan oleh para pemain utama drama ini. Demonstrasi demi demonstrasi diadakan, namun suara kritis mereka sering kali tenggelam dalam hiruk-pikuk cerita politik dan birokrasi. Rakyat hanya bisa pasrah dan mulai tidak peduli, sambil berharap keajaiban akan datang mengubah alur cerita. Dunia pun tertawa melihat betapa kacaunya sebuah negeri yang kaya-raya.
Epilog: Secercah Harapan
Meski balada ini penuh dengan kebocoran dan ironi, harapan tetap ada. Di tengah kegelapan, selalu ada secercah cahaya. Mungkin suatu hari nanti, negeri ini akan menemukan cara untuk menambal setiap kebocoran dan membangun kembali kepercayaan rakyat. Rakyat yang semakin cerdas dan peka mulai menuntut transparansi dan akuntabilitas. Mungkin akan ada pahlawan yang dikirim Tuhan yang berani menambal semua kebocoran dan membangun benteng kokoh tak bisa jebol.
Hingga saat itu tiba, mari kita nikmati setiap episode Balada Negara Bocor dengan segelas kopi dan sejumput sarkasme. Karena,tertawa adalah obat terbaik, meski dalam getir ironi.Selamat menikmati!
——— *** ———–