Oleh :
Miqdad Daly Ahmad
Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Perkembangan teknologi di era digital terus berkembang pesat, termasuk dengan Artificial Intelligence / AI (Kecerdasan buatan). Artificial Intelligence diciptakan dengan tujuan dapat membantu memudahkan kehidupan manusia. Namun, pada kenyataannya kehadiran Artificial Intelligence dinilai dapat menjadi ancaman yang serius bagi generasi penerus bangsa, khususnya remaja dan anak-anak. Hal ini disebabkan karena banyaknya pelajar yang ditemukan menggunakan Artificial Intelligence untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dari sekolah.
Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh Tirto.id pada bulan Mei 2024, sebanyak 86,21% pelajar berusia 15-21 dari total 1.501 responden, menyatakan pernah menggunakan Artificial Intelligence ketika mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa Artificial Intelligence sebenarnya memberikan siswa keuntungan karena dapat membantu siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Tetapi, sayangnya Artificial Intelligence belum dimanfaatkan secara bijak. Kenyataannya, siswa tidak menjadikan kecerdasan buatan tersebut sebagai alat bantu, namun menggunakan sebagai sarana agar tidak berusaha belajar, mengerjakan tugas, dan melakukan pemecahan masalah. Tak heran, kehadiran Artificial Intelligence dianggap sebagai ancaman yang serius dari sudut pandangan guru dan orang tua.
Penggunaan Artificial Intelligence secara tidak bijak dapat menjadi peluang masalah yang serius di kemudian hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Artificial Intelligence dapat mengancam perkembangan kognitif pelajar karena berpotensi menghambat siswa untuk memiliki pemikiran kritis dan analisis yang mendalami, membuat siswa tidak memiliki motivasi untuk melatih kemampuan pemecahan masalah (critical thinking) (Devaki, 2024). Selain itu, menggunakan Artificial Intelligence juga berpotensi membuat individu terpapar dengan informasi yang tidak benar (misinformation), kemungkinan menjadi pelaku plagiarisme, serta memungkinkan melakukan pelanggaran privasi (Zhai, Wibowo, & Li, 2024).
Dampak negatif lain yang mengintai siswa apabila tidak mampu menggunakan Artificial Intelligence secara bijak adalah mengalami ketergantungan. Penelitian menemukan, siswa yang menggunakan Artificial Intelligence memiliki potensi yang lebih besar mengalami ketergantungan yang berujung akan mengikis kemampuan kognitif siswa. Ketergantungan pada penggunaan Artificial Intelligence semakin lama dapat menurunkan kemampuan akademis siswa (Basha, 2024). Siswa akan menjadi selalu ingin mengandalkan Artificial Intelligence untuk bisa melakukan pemecahan masalah dan mencari solusi baik dalam kehidupan akademik maupun di dunia nyata. Kreativitas siswa pun akan berpotensi kurang berkembang maksimal, karena merasa Artificial Intelligence dapat menyajikan segala hal yang individu butuhkan. Penelitian lain juga berpendapat bahwa ketergantungan pada Artificial Intelligence juga bisa menurunkan keyakinan diri (Self-efficacy) penggunannya (Jia & Tu, 2024). Dengan kata lain, siswa yang ketergantungan tidak akan yakin dapat menyelesaikan kewajiban atau tantangan-tantangan masa depan tanpa menggunakan Artificial Intelligence.
Dari poin-poin diatas, kita dapat menyimpulkan banyak hal yang dapat muncul ketika siswa bergantung pada Artificial Intelligence seperti kemampuan pemikiran kritis, analisis, pengambilan keputusan, kognitif, akademik, kreativitas, keyakinan diri, terpaparnya misinformation, kemungkinan melakukan plagiasi, dan lain-lain. Mereka yang sudah ketergantungan bisa kita lihat dengan salah satunya indikasi adalah “Saya tidak bisa apa-apa kalau tidak buka Chat-GPT”. Apakah kita juga pernah berpikir “Jika mereka bergantung dengan Artificial Intelligence, bagaimana masa depan Indonesia? Apakah generasi cerdas atau terancam?”.
Lalu kenapa murid menggunakan Artificial Intelligence? Beberapa faktor yang menyebabkan penggunaan Artificial Intelligence adalah keyakinan akademik rendah, stres akademik tinggi , ekspektasi untuk mendapat nilai yang baik, dan lain-lain (Tamrin et al., 2024). Murid yang tidak yakin atau memiliki keyakinan akademik yang rendah, cenderung tidak percaya diri untuk mengerjakan tugasnya. Hal tersebut juga diikuti motivasi belajar yang rendah pula. Selain itu, mereka yang mengalami stres akademik tinggi, biasanya terjadi karena murid mempersepsikan tuntutan-tuntutan belajarnya menjadi masalah harian. Permasalahan harian tersebut seperti tugas, guru yang membosankan, dan harus mempersiapkan untuk ujian. Dengan penggunaan Artificial Intelligence, mereka akan merasa sangat dimudahkan. Untuk murid-murid yang memiliki ekspektasi nilai yang tinggi, mereka cenderung untuk mencoba menggunakan cara-cara yang dianggap lebih memudahkan seperti penggunaan Artificial Intelligence. Saat nilai mereka berujung baik, mereka akan menjadi bergantung untuk terus menggunakannya.
Mengatasi kemungkinan dampak buruk dari penggunaan Artificial Intelligence pada siswa, maka siswa, guru, maupun orang tua, perlu membuat strategi. Hal ini penting, mengingat siswa sekolah di Indonesia berada di rentang perkembangan anak-anak dan remaja. Fase perkembangan ini adalah fase yang krusial untuk individu memaksimalkan segala potensi di dalam dirinya. Penggunaan Artificial Intelligence di kalangan siswa perlu mendapatkan arahan dan pengawasan yang tepat, sehingga siswa bisa mendapatkan dampak yang positif dari Artificial Intelligence dengan meminimalisir dampak negatif yang mengancam.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memberikan arahan dan pengawasan penggunaan Artificial Intelligence pada siswa. Salah satunya, guru dan orang tua bisa memberikan umpan pertanyaan kritis yang membuat siswa belajar mencari solusi atau mengerjakan tugasnya tanpa menggunakan Artificial Intelligence. Hal ini dapat difasilitasi dengan memberikan pertanyaan yang bersifat eksploratif dan memicu kreativitas, contohnya: lebih sering memberikan pertanyaan mengapa, memberikan soal ujian berupa esai, memberikan tantangan menyelesaikan misi dengan metode game tanpa gadget, membebaskan siswa memberikan pendapat yang bersifat pro-kontra,dll.
Selanjutnya, guru maupun orang tua dapat memberikan tantangan kepada siswa untuk memanfaatkan Artificial Intelligence dengan memberikan standar minimum yang jelas. Guru dan orang tua dapat menantang siswa untuk bisa lebih menyelesaikan tugas dengan kreativitas tinggi, menampilkan presentasi dengan cara yang eksentrik, dan memastikan bahwa mereka mengerjakan tugas dengan kualitas yang di atas rata-rata. Hal ini akan memicu siswa untuk memberikan versi terbaikanya dan menggunakan Artificial Intelligence sebagai media, bukan sebagai alat yang akan menyelesaikan segala permasalah yang mereka hadapi.
Yang perlu kita sepakati bersama adalah, Artificial Intelligence bukanlah hal yang buruk. Penggunaan Artificial Intelligence dengan taraf yang baik, justru akan meningkatkan produktivitas seluruh lapisan masyarakat. Seperti halnya digunakan untuk belajar, melatih kemampuan kognitif, untuk memperoleh informasi-informasi baru, dll. Namun, penggunaan Artificial Intelligence yang berlebihan pada siswa maupun pada tingkat generasi yang lain, merupakan hal yang kurang baik. Artificial Intelligence bisa kita ibaratkan sebagai senjata, tinggal bagaimana dan siapa yang menggunakannya.
———— *** ————–