Jakarta sudah dilanda hujan terkontaminasi mikro-plastik. Menandakan bulu-bulu halus sudah menembus sampai ke udara (atmosfir bumi). Bahkan telah dlaporkan bulu-bulu plastik telah memasuki kawasan konservasi, dan hutan lindung. Serta bisa jadi terhirup, dan masuk ke dalam aneka makanan. Perlu segera aksi nyata kewaspadaan berkait pengamanan segala produk berbasis bahan plastik. Konon sampah plastik di Indonesia menjadi yang terbesar kedua di dunia. Mikro-plastik juga ditemukan di berbagai penjuru dunia. Terutama di China, dan Amerika Serikat (AS).
Penjejakan bulu-bulu plastik dalam kandungan air hujan di Jakarta, dikemukakan oleh BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Ukuran bulu-bulu halus plastik, berkisar antara 1 mikron sampai 5 mili-meter (mm). Ada yang nampak bisa dilihat. Namun ada pula yang bersifat mikroskopis (bisa dilihat hanya dengan alat mikroskopp). Setiap liter tampungan air hujan bisa berisi antara 38 hingga 58 partikel. Tetapi pada hujan salju, kandungan mikro-plastik bisa lebih banyak, sampai 300-an pertikel.
Niscaya akan sangat mempengaruhi ekosistem esensial (lingkungan hidup utama). Problem utama sampah plastik, terutama disebabkan penumpukan di berbagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir), dan tempat pembuangan sementara (TPS). Pemandangan “gunung sampah,” di aglomerasi Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi), sudah sangat memprihatinkan. Telah berlangsung selama dua dekade. Sampai sering terjadi kebakaran.
Konon pemerintah sudah menggagas program waste to energy. Tetapi belum terealisasi. Di berbagai daerah, termasuk di Bandung bermunculan TPS ilegal, akibat penutupan TPA Sarimukti. Di Semarang, juga sudah dikepung TPS ilegal. Sedangkan yang legal sudah overload. TPA, dan TPS sudah menjadi problem lingkungan, kronis. Bahkan pengelolaan sampah terbaik di Indonesia, di Surabaya, kini bagai “monumen,” meninggalkan aroma tak sedap.
Indonesia terdeteksi sebagai penyumbang sampah plastik terbesar ke-2 di dunia (setelah China). Selama tahun 2024, diperkirakan sampah plastik terbuang sebanyak 7,68 juta ton (setara 12% total seluruh sampah). Sebenarnya sekitar 73% sudah bisa ditangani. Tetapi sisanya berserakan di berbagai pinggir sungai, sampai terbawa hingga muara. Sedangkan timbulan sampah plastik di tempat pembuangan sampah bisa terpecah menjadi bulu-bulu halus mikro-plastik. Bisa terbawa angin sampai ke armosfir.
Konon pula, mengutip weforum.org. (berdasar hasil tim penelitian di Utah State University), dinyatakan, bulu-bulu plastik yang jatuh kembali ke bumi setara dengan 120 juta botol plastik. Penelitian yang dilakukan di 11 titik di Amerika Serikat (AS), dilaporkan dalam jurnal Science (tahun 2020). Ironisnya, terdeteksi bahwa 98% sampel udara, dan air hujan( yang ditampung selama setahun) telah mengandung mikro-plastik. Di seluruh dunia, jumlah produksi plastik diperkirakan mencapai 445 juta ton pada tahun 2025.
Sekitar 75 juta ton hingga 190 juta ton, akan berada di laut. Serta lebih dari seribu ton akan berada di area taman nasional, dan konservasi (alam liar). Bahkan bulu-bulu halus plastuik bisa terhirup saat proses pernafasan manusia (dan makhluk hidup yang lain). Ironisnya, komunitas sedunia telah memiliki Konvensi Stockholm (tahun 1972). Terdapat Deklarasi Stockholm, terdiri dari 26 prinsip. Sekaligus pembentukan Program Lingkungan Hidup PBB (United Nation Environment Programme, UNEP).
Di Indonesia telah dimiliki undang-undang (UU) lex specialist Lingkungan Hidup. Awalnya terdapat UU Nomor 4 Tahun 1982, juga UU Nomor 23 Tahun 1997. Yang terbaru, UU Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahkan lingkungan hidup yang baik dijamin konstitusi (UUD 1945) sebagai hak asasi manusia (HAM).
——— *** ———


