28 C
Sidoarjo
Thursday, September 19, 2024
spot_img

Bahasa Gaul “Menyala”: Refleksi Dinamika Sosial


Oleh :
Daroe Iswatiningsih
Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia dan Kepala Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Malang

Bahasa adalah salah satu elemen paling vital dalam kehidupan sosial manusia. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, interaksi, tetapi juga sebagai cermin dari budaya, identitas, dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi dan media sosial telah membawa perubahan besar dalam cara kita berkomunikasi, yang pada gilirannya juga memengaruhi perkembangan bahasa. Salah satu fenomena yang mencolok adalah munculnya bahasa gaul di media sosial, yang sering kali mengandung kosakata baru, makna konotatif, dan bentuk-bentuk metafora yang mencerminkan dinamika sosial dan psikis masyarakat modern.

Bahasa Gaul dalam Dinamika Sosial
Bahasa gaul yang berkembang di media sosial tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial yang melingkupinya. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa ini sering kali digunakan oleh generasi muda sebagai bentuk ekspresi diri yang lebih bebas dan kreatif. Penggunaan bahasa gaul tidak hanya mencerminkan identitas kelompok sosial tertentu, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas di antara penggunanya. Sebagai contoh, kata-kata seperti “anjay,” “mantul,” atau “santuy” yang beberapa waktu lalu tidak hanya sekadar ungkapan yang populer, tetapi juga merupakan simbol dari sikap santai, spontan, dan adaptif yang menjadi ciri khas generasi digital.

Bahasa gaul juga memiliki peran penting dalam merespons perubahan sosial dan teknologi. Dalam era digital, di mana informasi bergerak dengan sangat cepat, bahasa gaul sering kali menjadi sarana untuk mengekspresikan pendapat, perasaan, atau pandangan terhadap fenomena sosial yang sedang terjadi. Bahasa ini memungkinkan masyarakat, terutama generasi muda, untuk terlibat dalam diskursus publik dengan cara yang lebih santai namun tetap kritis. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa gaul bukanlah sekadar fenomena linguistik semata, tetapi juga cerminan dari dinamika sosial yang terus berkembang.

Berita Terkait :  Menanti Kontribusi Guru Penggerak Tingkatkan Skor PISA

Istilah bahasa gaul yang saat ini sedang viral yaitu “menyala”. Kata ini secara umum sangat kita kenal dan terlihat biasa saja.. Pengertian “menyala” secara harfiah, dalam KBBI, 1) tampak atau keluar nyalanya, 2) terang sekali, 3) bersinar, atau cermerlang, 4) menyorot tajam. Namun penggunaan kata “menyala” dalam konteks pemakaian di media sosial memiliki makna dan maksud yang berdeda, yakni bermakna pujian, menggambarkan seseorang memiliki keistimewaan, kemampuan yang menonjol, dan layak mendapat pengakuan atau pujian. Fenomena ini mencerminkan dinamika interaksi sosial di platform digital. Bahasa menjadi alat untuk menunjukkan identitas dan afiliasi sosial serta memberikan pengakuan terhadap prestasi orang lain, seperti pada kata ” Di dunia yang makin terhubung, dukungan dan motivasi dari komunitas daring menjadi makin penting, mudah dan cepat menyebar secara luas.

Konteks Sosial dan Psikologis Bahasa Gaul
Untuk memahami fenomena bahasa gaul, penting untuk melihat konteks sosial dan psikologis yang melatarbelakanginya. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan bahasa gaul adalah perubahan dalam struktur sosial dan hubungan antar individu. Dalam masyarakat yang semakin terhubung melalui teknologi, batasan-batasan tradisional dalam berkomunikasi mulai memudar. Media sosial memberikan ruang bagi individu untuk berinteraksi tanpa batasan geografis atau hierarki sosial, yang pada gilirannya memicu munculnya bentuk-bentuk bahasa baru yang lebih inklusif dan adaptif.

Berita Terkait :  Wacana Anggaran Pendidikan Berbasis Pendapatan Negara

Aspek psikologis juga berperan penting dalam penggunaan bahasa gaul. Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tekanan, bahasa gaul sering kali digunakan sebagai mekanisme koping untuk mengatasi stres atau kecemasan. Misalnya, penggunaan kata-kata seperti “santuy” atau “woles” menggambarkan sikap yang mencoba meredakan ketegangan atau tekanan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, bahasa gaul tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat untuk menjaga keseimbangan emosional di tengah dinamika sosial yang cepat berubah. Sapaan “bro”, kepanjangan “brother” antar individu di masyarakat mencerminkan kedekatan hubungaan antar individu, egaliter dan bersahabat.

Manfaat dan Tantangan
Perkembangan bahasa gaul di media sosial membawa berbagai manfaat, tetapi juga menghadirkan tantangan tersendiri dalam konteks kebijakan bahasa Indonesia. Di satu sisi, bahasa gaul dapat dilihat sebagai salah satu bentuk evolusi bahasa yang alami. Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia memang harus terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Pengayaan kosakata melalui bahasa gaul bisa menjadi salah satu cara untuk membuat bahasa Indonesia tetap relevan dan menarik bagi generasi muda.

Namun, di sisi lain, penggunaan bahasa gaul yang berlebihan juga bisa menimbulkan risiko terhadap kelestarian bahasa Indonesia yang baku dan standar. Jika tidak dikelola dengan baik, fenomena ini bisa menyebabkan pergeseran makna atau degradasi kualitas bahasa, terutama jika kosakata bahasa gaul yang bersifat sementara menjadi terlalu dominan dalam komunikasi sehari-hari. Dalam konteks ini, kebijakan bahasa harus memainkan peran yang lebih proaktif dalam menjaga keseimbangan antara inovasi linguistik dan pelestarian bahasa standar.

Berita Terkait :  Dorong dan Perkuat Peluang Pembiayaan UMKM

Kebijakan sebagai Identitas Nasional
Dalam menghadapi fenomena bahasa gaul, penting bagi pemerintah dan lembaga kebahasaan untuk merumuskan kebijakan yang tidak hanya fokus pada pelestarian bahasa, tetapi juga pada pengelolaan perubahan bahasa yang sehat dan berkelanjutan. Bahasa Indonesia adalah cerminan identitas nasional, dan oleh karena itu, harus dikelola dengan hati-hati agar tetap mencerminkan nilai-nilai budaya dan sejarah bangsa.

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan mengintegrasikan unsur-unsur bahasa gaul yang positif dan produktif ke dalam bahasa Indonesia yang baku. Dengan demikian, bahasa Indonesia dapat terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Selain itu, pendidikan bahasa juga harus diperkuat, dengan menekankan pentingnya pemahaman dan penggunaan bahasa yang baik dan benar di berbagai konteks, termasuk di media sosial.

Sebagai penutup bahwa fenomena bahasa gaul di media sosial adalah cerminan dari dinamika sosial dan psikologis yang terjadi di masyarakat modern. Bahasa ini memainkan peran penting dalam mengekspresikan identitas, memperkuat solidaritas, dan merespons perubahan sosial. Namun, fenomena ini juga menimbulkan tantangan bagi kebijakan bahasa Indonesia, yang harus mampu menjaga keseimbangan antara inovasi linguistik dan pelestarian bahasa standar. Dalam konteks ini, kebijakan bahasa harus bersifat adaptif dan inklusif, dengan tetap menjaga identitas nasional yang tercermin dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia dapat terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman, sambil tetap menjadi simbol dari kebersamaan dan identitas bangsa.

———- *** ———–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img