Kementerian Haji menetapkan antrean haji di setiap daerah “pukul rata” selama 26 tahun. Terasa bagai “reformasi” Diharapkan kesenjangan waktu tunggu terasa lebih adil. Karena daerah dengan animo haji sangat tinggi, akan mengalami waktu lebih panjang. Sedangkan daerah dengan animo haji rendah bisa memperoleh waktu tunggu lebih singkat. Jawa Timur, dan Jawa Tengah, memperoleh tambahan kuota, sehingga bisa memperpendek antrean.
Pengurangan kuota haji 2026 terjadi pada 20 propinsi. Sedangkan Jawa Barat memperoleh pengurangan kuota sampai 9 ribu jamaah lebih (23,44%). Selanjutnya 10 propinsi lain yang mengalami pengurangan kuota haji 2026, diantaranya, area Sumatera berkurang pada 5 propinsi. Sedangkan area Kalimantan terjadi pengurangan untuk dua propinsi. Serta pengurangan di propinsi Sulteng.
Yang mengalami pengurangan jatah, niscaya bisa memperpanjang antrean pada tahun mendatang. Di Jawa juga terdapat pengurangan kuota pada Jawa Barat, DIY, dan Banten. Hasil pengurangan ditambahkan kepada 10 propinsi. Antara lain Nusa Tenggara Barat (NTB). Serta Jawa Timur memperoleh tambahan paling banyak, mencapai 5.594 jamaah (15%). Disusul Jawa Tengah memperoleh tambahan 4.079 jamaah.
Jawa Timur akan menjadi kafilah haji terbesar seantero nasional, dengan jamaah haji sebanyak 42 ribu lebih. Menurut Wakil Menteri Haji, jatah kuota daerah berpatokan pada UU Nomor 14 Tahun 2025 Tentang Haji. Secara khusus kuota haji disebut pada pasal 13 ayat (2). Pada huruf a, kuota haji reguler didasarkan pada pertimbangan “proporsi jumlah penduduk muslim antar-provinsi.”
Data jumlah penduduk muslim, mudah diambil dari Dinas Kependudukan. Namun terdapat pertimbangan lain, yang juga wajib dipertimbangkan. Yakni pasal 13 ayat (2) huruf b, yakni, “proporsi jumlah daftar tunggu jamaah haji.” Ternyata, Jawa Timur memiliki daftar tunggu sangat panjang, sekaligus jumlah penduduk muslim sangat banyak. Walau sebenarnya menilik daftar tunggu, Sulawesi Selatan menjadi propinsi paling lama, sampai 49 tahun.
Disusul Kalimantan Selatan (38 tahun), dan Jawa Timur (34 tahun). Namun jumlah penduduk muslim di Sulawesi Selatan (8,47 juta jiwa) kalah banyak dengan Jawa Timur (40,51 juta jiwa). Jawa Timur juga menempati posisi paling besar dalam jumlah antrean sebanyak 1,12 juta calon jamaah. Dengan model antrean “pukul rata” 26 tahun, maka waktu tunggu di Selatan saat ini menjadi 26 tahun 4 bulan.
Walau sudah “dipukul rata” 26 tahun, penyelenggaraan ibadah haji, tetap sangat tidak mudah. Selama ini Kemnterian Agama (Ditjen Haji dan Umroh) terkesan bekerja sendiri. Padahal seharusnya wajib ber-kolaborasi dengen beberapa Kementerian. Terutama Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Iimigrasi (berkait visa dan parpor). Juga wajib bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, berkait syarat “istitho’ah” (kesanggupan fisik).
Bahkan juga wajib berkolaborasi dengan Panglima TNI (dan Menko Polkam), berkait persyaratan (berdasar syariat) “keamanan.” Pelaksanaan ibadah haji bisa tidak wajib (ditunda) manakala tidak aman, disebabkan perang, dan kasus wabah penyakit masif. UU Haji tahun 2025, pada pasal 2 tentang asas penyelenggaraan ibadah haji, men-syaratkan keselamatan, dan keamanan. Persyaratan ini diulang lagi dalam pasal 3, serta di-adaptasi pada beberapa pasal berikutnya.
Berangkat haji menjadi kebahagiaan (sekaligus kebanggan) sepanjang hidup. Sehingga pemerintah sebagai penyelenggara tunggal, wajib meningkatkan pelayanan. Skema baru antrean haji “pukul rata 26 tahun” terasa bagai reformasi kuota haji. Tetapi pelayanan syarikah di Arab Saudi, wajib menjadi prioritas. Terutama layanan di area Armuzna (Arofah, Muzdhalifah, dan Mina). Wajib tiada jamaah Indonesia yang terlunta-lunta, dan kelaparan.
——— 000 ———


