26 C
Sidoarjo
Friday, July 5, 2024
spot_img

Antisipasi Kehadiran Aplikasi “Temu”


Oleh :
Novi Puji Lestari
Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Malang

Aplikasi yang bernama Temu belakangan tengah banyak diperbincangkan. Belum lama ini, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki turut menyinggung aplikasi Temu dan menyebutnya sebagai ancaman bagi UMKM di tanah air. Kehadiran Temu ini dianggap lebih berbahaya daripada TikTok Shop yang dulu sempat menjadi polemik. Pasalnya, aplikasi ini langsung menghubungkan produk-produk dari pabrik kepada pembeli. Sehingga, tidak lagi ada reseller, affiliator dan pihak ketiga dalam rantai pasok.

Lugasnya aplikasi Temu ini secara teknis beroperasi dengan model bisnis penjualan langsung dari pabrik ke konsumen atau factory to consumer, sehingga bisa memfasilitasi perdagangan cross border atau dari luar negeri. Teknis seperti itu, tentu sangat berpotensi mengancam produk-produk UMKM. Berangkat dari realitas dan potensi aplikasi Temu yang mengancam UMKM lokal, menjadikan penulis interest untuk memberikan gagasan, ide sekaligus solusi di harian ini. Tepatnya, di rubrik opini agar pemerintah bisa lebih antisipatif dalam menghalau aplikasi Temu masuk ke Indonesia.

Aplikasi Temu berpotensi ancam UMKM

Belakangan ini, aplikasi belanja daring asal Tiongkok yang bernama Temu tengah menjadi sorotan di Indonesia. Selain popularitasnya yang meroket, Temu juga menuai kontroversi terkait dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat. Pasalnya, model bisnis Temu mengambil keuntungan langsung dari konsumen. Dan, selebihnya aplikasi Temu sebagai platform e-commerce asal China bisa langsung menawarkan berbagai produk mulai dari fashion, elektronik, hingga kebutuhan rumah tangga. Sehingga di aplikasi Temu, masyarakat bisa membeli berbagai produk dengan harga yang sangat terjangkau. Selain itu, di aplikasi Temu ini juga memungkinkan pengguna bisa berbelanja secara online dengan pengalaman yang mudah dan efisien.

Berita Terkait :  Lindungi UMKM dari Ancaman Aplikasi Temu

Menjadi logis jika hal itupun menimbulkan kekhawatiran ditengah keberlangsungan UMKM lokal yang posisinya merasa terancam oleh gempuran produk impor murah dari Temu. Terlebih, Bahayanya lagi, sekarang aplikasi Temu menjadi salah satu yang paling banyak diunduh di App Store dan Google Play, bahkan per April 2024 jumlah unduhan aplikasi Temu sudah mencapai 165,12 juta unduhan,(Kontan,26/6/2024).

Melihat fakta yang demikan itulah yang kemudian berpotensi memunculkan dampak lanjutan terhadap aspek persaingan usaha dan lahirnya monopoli bisnis. Alhasil, jika Temu hadir di Indonesia maka bagi UMKM produsen nantinya tidak akan mampu bersaing dengan produk yang dijual dengan harga jauh lebih rendah dari pada HPP(Harga Pokok Penjualan). Sehingga, itu terjadi Temu memiliki potensi akan mematikan keuntungan penjaulan karena tidak memerluka distributor atau affiliator. Alhasil, penjaul di Indonesia akan terdampak.

Temu yang merupakan platform global cross-border dominan menggunakan metode penjualan Factory to Consumer (penjualan langsung dari pabrik ke konsumen). Bisa dipastikan metode tersebut bisa berdampak buruk pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia. Bahayanya, saat ini Temu telah penetrasi ke 58 negara. Berangkat dari kenyataan itulah, sudah saatnya memperintah perlu mengambil langkah tegas dan serius dalam menangani polemik aplikasi Temu ini. Pemerintah perlu waspada. Dengan maraknya aplikasi e-commerce asing maka terkhawatirkan Indonesia hanya dijadikan pasar. Sehingga, akan banyak potensi bermuculan pelaku usaha yang terancam gulung tikar dan menciptakan PHK massal terutama di sektor industri pengolahan.

Berita Terkait :  Citra Polri Tersandera

Menanti langkah pemerintah
Aplikasi Temu sebagai sebuah platform e-commerce asal China yang mirip seperti tempat belanja online lainnya seperti Amazon, Alibaba, Shopee, dan lain sebagainya. Hadirnya pun sungguh telah membuat gempar publik seantrio jagad dunia, termasuk Indonesia. Di aplikasi ini, para konsumen bisa menemukan berbagai produk mulai dari pakaian, sepatu, aksesoris, hingga elektronik, peralatan dapur, perlengkapan otomotif, dan masih banyak lagi.

Belajar dari kasus TikTok Shop, tidak semua bisnis model digital atau platform digital sesuai dengan kebutuhan Indonesia. dalam kasus TikTok Shop, platform tersebut menghadirkan peluang, namun secara bersamaan mengubah model bisnis operasional dan transaksi UMKM yang berpotensi memunculkan dampak lanjutan terhadap aspek persaingan usaha dan lahirnya monopoli bisnis.

Otomatis kehadiran aplikasi semacam itu tanpa adanya regulasi yang sesuai dapat merusak ekosistem pasar yang telah ada, serta berpotensi menciptakan kompetisi tidak adil yang berakibat merurunnya permintaan produk local hingga menghilangkan sebagian pekerjaan di sector distribusi. Oleh sebab itu, pemerintah perlu berkomitmen melindungi dan memberdayakan UMKM melalui serangkaian kebijakan strategis. Besar harapan, pemerintah bisa lebih serius melindungi pasar Indonesia, terutama pelaku UMKM yang menyerap mayoritas tenaga kerja di Indonesia.

Kehadiran aplikasi semacam Temu perlu diantisipasi melalui regulasi. Pasalnya, tanpa adanya regulasi yang sesuai dapat merusak ekosistem pasar yang telah ada. Termasuk, menciptakan kompetisi tidak adil yang berakibat menurunnya permintaan produk lokal hingga menghilangkan sebagian pekerjaan di sektor distribusi. Model bisnis melalui aplikasi Temu itu sejatinya tidak cocok dengan kebijakan di dalam negeri, karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan. Ditambah, PP nomor 29 Tahun 2002 tentang Larangan Penggabungan KBLI, dan juga revisi Permendag nomor 31 Tahun 2023, tentang Pengawasan Pelaku Usaha Sistem Elektronik, sehingga saat ada cross border langsung tidak boleh.

Berita Terkait :  Dari Pajak untuk Membangun Generasi Emas Indonesia

Terlebih, aplikasi Temu belum ada izinnya. Berangkat dari kenyataan dan regulasi yang ada, maka pemerintah perlu hadir mengantisipasi ekses negatif dari penetrasi e-commerce seperti Temu, salah satunya dengan meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum bagi produk impor yang menyalahi ketentuan Permendag 31/2023 dan PMK 96/2023. Oleh karenannya, pemerintah perlu gerak cepat dan berkomitmen untuk melindungi dan memberdayakan UMKM melalui serangkaian kebijakan strategis yang sudah ada.

Selain pemerintah memperketat regulasi, kementerian dan lembaga terkait pun harus bekerjasama dalam pengawasan sektor ini. Terlebih, keberadaan pelaku UMKM mampu menyerap mayoritas tenaga kerja yang ada di Indonesia dan telah menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

———– *** ————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru