Surabaya, Bhirawa
Ketahanan pangan nasional dibahas dalam forum diskusi yang digelar Universitas Airlangga (Unair), khususnya untuk mendukung program makan bergizi gratis dari pemerintah.
Forum diskusi ini menghadirkan perwakilan dua akademisi Unair, yaitu Prof Dr Mustofa Helmi Effendi drh DTAPH dari Fakultas Kedokteran Hewan dan Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi, akademisi sekaligus pakar sosiologi dan kemiskinan dari Unair. Keduanya memberikan wawasan tentang tantangan dan solusi ketahanan pangan, khususnya untuk masyarakat miskin.
Dalam paparannya, Prof Dr Bagong Suyanto menggarisbawahi hubungan erat kemiskinan, kesenjangan, dan aksesibilitas pangan. Menurutnya, ketahanan pangan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari isu ketimpangan sosial.
“Di Indonesia, garis kemiskinan masih berada di angka Rp500 ribu per bulan, sehingga keluarga dengan penghasilan di atas Rp2 juta tidak lagi dianggap miskin. Namun, masalah utama bukan sekadar angka, melainkan aksesibilitas terhadap pangan bergizi,” jelas Prof Bagong.
Prof Bagong juga mengkritisi program pemerintah terkait sosialisasi makanan bergizi yang kurang efektif bagi masyarakat miskin. Dikabarkan nya sosialisasi makanan bergizi tidak akan berhasil selama daya beli masyarakat terhadap bahan makanan sehat seperti 4 sehat 5 sempurna masih rendah.
“Selama struktur sosial tidak mendukung dan berpihak kepada masyarakat miskin, program ini hanya menjadi bentuk santunan semata,” tambahnya.
Program – program pemerintah, lanjutnya, sering kali tidak mendukung pemberdayaan masyarakat miskin. Seharusnya, lanjut dia, ada upaya nyata untuk membantu masyarakat miskin lebih berdaya dalam memenuhi kebutuhan gizi mereka. Namun, hingga kini, program ketahanan pangan dan makan bergizi masih menyisakan banyak pertanyaan, baik terkait sasaran maupun pelaksanaannya.
Di sisi lain, Prof Helmi memaparkan solusi strategis melalui pengembangan peternakan unggas, khususnya free-range broiler. Ia menjelaskan bahwa ayam broiler adalah salah satu sumber protein bergizi tinggi yang relatif terjangkau bagi masyarakat luas.
“Free-range broiler dapat menjadi solusi bagi kebutuhan pangan bergizi nasional, terutama karena budidayanya mudah, modal awalnya rendah, dan hasilnya kaya nutrisi,” ujar Prof Helmi.
Dengan memperbaiki sistem peternakan unggas, Prof Helmi optimis bahwa ketersediaan pangan bergizi dapat ditingkatkan secara signifikan.
Sementara itu, Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih SE MT Ak menyampaikan diskusi itu menegaskan komitmen Unair untuk terus menghadirkan solusi berbasis riset dalam mendukung program ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kolaborasi antar-disiplin ilmu, sambungnya, Unair optimis dapat menjadi bagian dari perubahan yang lebih baik bagi ketahanan pangan nasional.
“Kita perlu merancang program ketahanan pangan yang tidak hanya memberikan hasil jangka pendek, tetapi juga memberdayakan masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan gizinya secara mandiri,” pungkas Prof Nasih. [ina.fen]