27 C
Sidoarjo
Monday, December 8, 2025
spot_img

Tinjauan Kritis Mahasiswa Pasuruan, Satu Tahun Prabowo-Gibran

Pasuruan, Bhirawa

 Sejumlah mahasiswa/i Pasuruan, baik yang menimba ilmu di rantau, maupun menimba ilmu di kota sendiri, dengan khidmat berkumpul di pendopo kota Pasuruan. BEM Pasuruan Raya yang berkolaborasi dengan Ruang Publik, menginisiasi adanya ruang temu lintas latar antara mahasiswa, akademisi, pemangku jabatan daerah, tokoh politik, hingga tokoh pesantren—mengingat Pasuruan sendiri dijuluki sebagai kota santri.

 Dialog terbuka yang mengusung tema “Menjahit Kebijakan Nasional Dengan Kebutuhan Lokal : Tinjauan Kritis Mahasiswa Atas 1 Tahun Pemerintahan” tersebut diselenggarakan Sabtu siang (9/11).

 Ketua pelaksana, M. Qomaruddin menuturkan bahwasannya forum ini dihadirkan guna memberikan ruang bagi para mahasiswa, untuk mendiskusikan apakah kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran selama satu tahun ini telah mampu menjawab kebutuhan lokal.

 Dialog publik ini secara langsung menghadirkan walikota Pasuruan Adi Wibowo, kader partai Gerindra Rohan Siswanto, kalangan akademisi seperti Mochammad Taufiq dan Mubarok, M. Nailurrohman atau yang akrab disapa sebagai Gus Nail, serta Erdogan Thayyib yang bertugas sebagai moderator sekaligus founder dari Ruang Publik Pasuruan.

Kampus Denyut Keterbukaan Peradaban

 Salah satu fokus materi yang paling menggugah adalah bagaimana kaitan eksistensi kampus sebagai salah satu gerbang keterbukaan peradaban bagi sebuah kota. Salah satu akademisi, Mubarok, berujar sebagai berikut, “kekhasan daerah Pasuruan harus hidup dengan cara akademik. Kota ini akan hidup apabila memiliki banyak kampus seperti tetangga kita, Surabaya dan Malang.”

Berita Terkait :  Permudah Izin Usaha, Pemkot Mojokerto Sediakan Klinik Perisai Layanan Terpadu

 Wali Kota Adi Wibowo kemudian mempertebal gagasan itu dengan mengungkapkan konsep ‘open society’. “Daerah-daerah yang maju di Jawa Timur adalah daerah yang memiliki banyak universitas. Sehingga, universitas ini berperan sebagai kawah candradimuka yang membuka pengetahuan, kultur, hingga perubahan, atau open society.”

 Pertukaran nilai, pengetahuan, kultur, kebudayaan yang terjadi antara mahasiswa dengan masyarakat sekitar, mendorong terciptanya kemajuan melalui pola pikir dan prilaku. Selain itu, kampus juga sebagai salah satu unit penggerak ekonomi yang mampu menbuka banyak sekali peluang kerja seperti tempat sewa (kos), pedagang, hingga percetakan.

 Rohan Siswanto, politikus dari partai Gerindra kemudian mengaitkannya terhadap kebijakan nasional yang kini tengah berjalan yaitu program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang sesuai pendapatnya merupakan program yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat, bahkan hingga ke pelosok. “Pelaksanaan program MBG itu manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar, termasuk bagi daerah-daerah berkembang seperti Pasuruan.”

 Dialog pada sesi ini kemudian ditutup dengan pertanyaan terbuka oleh Mochammad Taufiq, yang mengingatkan kepada mahasiswa bahwa kritik tidak boleh berhenti hanya sekadar pada tataran wacana. “Pertanyaan selanjutnya adalah apakah mahasiswa hanya mau mengkritisi atau turut serta membangun? Sebab keduanya juga harus berjalan seimbang.”

Pemikiran Berpijak Pada Kenyataan

 Ketika sesi tanya-jawab kemudian dihadirkan, para mahasiswa kemudian mengungkapkan gagasannya tidak hanya berdasar pada teori belaka, namun juga melalui latar belakang kegelisahan dan pengalaman pribadi.

Berita Terkait :  RSUD Ibnu Sina Gresik, Mantapkan Langkah Sebagai RS Pendidikan

 Pertanyaan dibuka dengan salah seorang peserta yang mengangkat isu hak hidup bagi penyandang disabilitas. Ketika kebijakan nasional yang digaungkan terasa begitu ambisius, apakah inklusivitas juga telah turut serta diperhatikan oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah. “Apakah penyandang disabilitas atau kaum difabel juga memiliki akses yang setara di kota Pasuruan?” Pertanyaan ini membantu menautkan gagasan pembangunan terhadap kaum yang seringnya luput dari perhatian.

 Pernyataan reflektif juga kemudian digaungkan oleh salah satu mahasiswi yang baru saja terlihat kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kampusnya. Berdasarkan hasil observasinya, ia menemukan pola unik dari salah satu warga di desa tempat KKN yang mampu berpikir kritis, namun seringnya memilih bungkam.

 “Jika masyarakat itu sebenarnya kritis tetapi enggan bersuara karena merasa suaranya tidak pernah didengar, lalu kemudian bagaimana kebijakan bisa menyentuh akar masalah?” Pertanyaan tersebut kemudian secara langsung memunculkan nuansa introspektif.

 Terakhir, pertanyaan kemudian kembali diajukan oleh mahasiswi yang berani menyuarakan kembali aksi demo akhir bulan Agustus kemarin, yang disinyalir belum memberikan solusi nyata. “Bagaimana kelanjutan gugatan 17+8 yang banyak belum dipenuhi dan bagaimana cara pemerintah daerah bersikap atas hal tersebut?”

Kritik Membangun, Bukan Merusak!

 Sesi akhir diskusi kemudian ditutup dengan pernyataan reflektif guna menempatkan kembali koridor kritis kepada ruang yang seharusnya. Gus Nail diakhir berujar, “mengkritisi boleh, asalkan menggunakan cara yang sesuai dengan konstitusi, yaitu cara-cara yang tidak merusak. Maka membenahi itu boleh, sedangkan merusak itu jangan!” Tandasnya.

Berita Terkait :  Targetkan Jadi Raksasa Pertambangan Nusantara Sabhumi Barat Basra Grup Kunjungi Tiga Negara

 Erdogan Thayyib yang bertugas sebagai moderator kala itu kemudian menutup dialog dengan wejangan kepada sesama mahasiswa. “Maka teman-teman, jangan sampai terlena dengan kritik, namun kemudian lupa untuk mengkritisi diri sendiri.” Edo, sapaan akrab Erdogan juga berpesan bahwa siapapun boleh menuntut ilmu pengetahuan sejauh manapun, namun jangan lupa untuk juga turut serta membangun tanah kelahiran sendiri. Penulis : Nurul Hafidloh . kus,mg04.wwn

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru