31 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Ketua DPD RI Tawarkan Konsep Green Democracy, Politik Santun pada Manusia dan Alam

Ketua DPD RI, Sultan Baktiar Najamudin, menyampaikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMY, kemarin.

Yogyakarta, Bhirawa.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Sultan Baktiar Najamudin, menyampaikan kuliah umum inspiratif di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan tema “Politik Etis, DPD RI dan Green Democracy: Rute Baru Demokrasi Indonesia”. Acara yang digelar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) UMY ini dihadiri oleh Dekan FISIPOL Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, S. Fil. I., M. A., Anggota DPD RI Dapil DIY Ir. Ahmad Syauqi Soeratno, M.M., jajaran dosen, serta mahasiswa S1, S2, dan S3 FISIPOL UMY.

Di hadapan civitas akademika, Sultan mengawali paparannya dengan apresiasi terhadap UMY sebagai ruang lahirnya pemikiran strategis dan calon pemimpin bangsa.

“Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bukan hanya ruang belajar konvensional, tetapi juga ruang konsolidasi gagasan tentang masa depan bangsa. Di ruangan inilah sedang dipersiapkan pemimpin-pemimpin masa depan yang memadukan akhlaqul karimah, kapasitas profesional, dan keberanian moral,” ujarnya.

Ia kemudian memperkenalkan karakter DPD RI sebagai lembaga yang menjunjung kepentingan daerah dan menampung aspirasi masyarakat lokal. DPD RI, menurutnya, adalah institusi non-partisan yang bekerja tanpa fraksi dan tanpa instruksi politik, namun mengedepankan musyawarah dan deliberasi dalam pengambilan keputusan.

“Kepemimpinan bukan tentang siapa yang paling kuat memerintah, tetapi siapa yang paling tulus menyatukan,” tegas Sultan.

Berita Terkait :  DPRD Kabupaten Mojokerto Gelar Rapat Paripurna Ikuti Siaran Pidato Kenegaraan Presiden di HUT Ke-79 RI

Dalam refleksi atas Pemilu Serentak 2024, ia mengingatkan pentingnya evaluasi substansial terhadap praktik demokrasi di Indonesia, bukan hanya dari sisi prosedural. Ia menyebut adanya “residu demokrasi” yang perlu dibersihkan agar demokrasi Indonesia tidak hanya berjalan secara mekanis, tetapi juga etis dan visioner.

Di titik inilah Sultan menawarkan gagasan Green Democracy sebagai redefinisi politik etis di abad ke-21. “Green Democracy bukan sekadar menanam pohon seremonial. Ia adalah praktik demokrasi yang menempatkan keberlanjutan lingkungan sebagai jantung tata kelola pemerintahan,” jelasnya. Dalam perspektif Islam, konsep tersebut merupakan perwujudan peran manusia sebagai Khalifah fil Ardh, pemimpin yang bertugas memakmurkan bumi, bukan mengeksploitasinya.

Sultan memaparkan tiga pilar utama Green Democracy sebagai fondasi demokrasi masa depan yang berwawasan lingkungan. Pertama, Green Policy, yakni kebijakan publik yang berpihak pada keberlanjutan dan keseimbangan ekologi, yang dalam praktiknya dapat diterjemahkan menjadi Green Parliament dan Green Legislation. Kedua, Green Budgeting, yaitu tata kelola keuangan negara yang mengintegrasikan prinsip keadilan ekologis dan sosial, serta menjadi landasan lahirnya Green Economy. Ketiga, Green Education, sebuah sistem pendidikan yang menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini, membentuk warga negara beretika hijau, menumbuhkan Green Culture, dan pada akhirnya mengarah pada terbentuknya Green Lifestyle dalam kehidupan sehari-hari.

Ia juga mendorong masa depan kampanye politik yang ramah lingkungan melalui digital campaign, pengurangan baliho fisik, serta peningkatan kualitas debat gagasan di ruang digital. Indikator keberhasilan kebijakan ke depan, menurutnya, harus berubah.

Berita Terkait :  Gus Birbik: Keluarga Bani Sidiq Sudah Rembukan, Isu PKI terhadap Gus Firjaun Tak Berdasar

“Keberhasilan pembangunan tidak hanya dinilai dari banyaknya gedung yang dibangun, tetapi dari kualitas udara, air, dan ruang terbuka hijau yang dimiliki sebuah wilayah,” ungkapnya.

Di akhir sesi, Sultan menyampaikan pesan moral kepada mahasiswa dan civitas akademika UMY. “Jadilah intelektual yang tidak hanya cerdas berpolitik, tetapi juga memiliki kesadaran ekologis. Karena sejatinya, tidak ada demokrasi yang sehat di atas bumi yang sakit.”

Kuliah umum ini diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi muda dalam memahami keterkaitan antara demokrasi, moralitas, dan kelestarian lingkungan. Sultan menutup dengan refleksi kritis, “Demokrasi yang kita jalankan hari ini lebih banyak melahirkan politisi yang sekadar menghitung perolehan suara dan untung rugi, daripada negarawan yang memikirkan keberlangsungan hidup generasi mendatang.”

Acara ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif, pertukaran cinderamata dan foto bersama, serta harapan bahwa gagasan Green Democracy dapat menjadi rute baru bagi demokrasi Indonesia yang lebih etis, hijau, dan berkelanjutan. (ira.hel).

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru