28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Berkat Sinergi – Kolaborasi, BPJS Ketenagakerjaan Mampu Jangkau yang Tak Terjangkau


Belajar dari Revolusi Perlindungan Sosial di Kota Pahlawan

Malam mulai turun di sudut jalanan ramai Surabaya. Lampu-lampu kota mulai menyala, membaur dengan kerlap-kerlip gerobak pedagang kaki lima. Di sebuah warung pecel lele sederhana di kawasan Tegalsari, Pak Sadi (60) masih tekun melayani pembeli. Sejak muda, nasibnya tak jauh dari terpal dan arang. Ia telah menyaksikan Surabaya berubah dari kota yang perlahan berkembang menjadi metropolis yang hingar-bingar, namun nasibnya, sebagai pekerja informal, kerap terasa terpinggirkan.

Oleh:
Wahyu Kuncoro, Wartawan Bhirawa

Bertahun-tahun, Pak Sadi hidup dalam ketidakpastian. Ia tak pernah merasakan jaring pengaman layaknya pegawai kantoran. Ketika sakit, ia hanya mengandalkan tabungan seadanya. Ketika gerobaknya rusak, ia harus berutang. Perlindungan sosial, baginya, hanya kisah indah yang tak akan pernah sampai ke warungnya. Namun, beberapa tahun terakhir, sebuah perubahan kecil telah menyentuh kehidupan Pak Sadi, dan ribuan pekerja informal lain di Surabaya. Ya, berkat kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan telah membuat hidup Pak Sadi dan jutaan pekerja lainnya berubah.

“Dulu, saya mana kenal BPJS. Mikirnya itu buat orang kantoran saja. Kita ini kerjanya serabutan, hari ini dapat, besok belum tentu. Mana bisa bayar iuran?” kata Pak Sadi, sambil mengelap mejanya yang kini kosong.

“Tapi, Pak Lurah datang, sama petugasnya BPJS. Dijelaskan kalau kita juga bisa ikut. Iurannya murah, tapi manfaatnya… Masyaallah.”

Kisah Pak Sadi adalah cerminan dari revolusi perlindungan sosial yang sedang terjadi di Kota Pahlawan. Di bawah program yang didukung oleh Pemerintah Kota Surabaya, jaminan sosial ketenagakerjaan kini merambah hingga ke lapisan pekerja yang paling rentan: pedagang kaki lima, nelayan, tukang ojek, hingga pekerja lepas. Eksistensi BPJS Ketenagakerjaan bukan lagi milik sekelompok orang, melainkan milik semua, tanpa memandang status pekerjaan.

Berita Terkait :  2000 Lebih Industri di Kota Gresik, Angka Pengangguran Masih Tetap Tinggi

Menjangkau yang Tak Terjangkau
Aplikasi Jamsostek Mobile (JMO) telah mengubah cara pekerja informal mengakses jaminan sosial. Dulu, pendaftaran adalah proses yang rumit, penuh birokrasi, dan seringkali memberatkan. Kini, dengan bermodal ponsel pintar, seorang pekerja lepas bisa mendaftar dan membayar iuran kapan saja, di mana saja.

Amir, seorang pengemudi ojek daring berusia 35 tahun, merasakan langsung kemudahan ini. Malam itu, sambil menunggu pesanan, ia bercerita pengalamannya. “Awalnya saya ragu. Pendaftaran kan ribet ya? Tapi, teman-teman ojol lain ngajarin pakai JMO. Tinggal klik-klik di HP, isi data, terus bayar iuran lewat dompet digital. Gampang banget,” katanya.

Dengan menjadi peserta, Amir kini merasa lebih tenang. Ia tak lagi cemas saat harus melaju di jalanan Surabaya yang padat. “Dulu, kalau kecelakaan, ya sudah. Habis uang buat berobat. Sekarang, saya tahu ada yang melindungi. Kalau kenapa-kenapa, BPJS yang tanggung,” ujarnya dengan nada lega. Perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) menjadi bantal empuk bagi para pekerja yang nyawanya bertaruh di jalanan.

Eksistensi BPJS Ketenagakerjaan di Surabaya tak lepas dari sinergi yang kuat antara berbagai pihak. Pemerintah Kota Surabaya, melalui inisiatif Walikota Surabaya Eri Cahyadi, secara aktif mendorong kepesertaan pekerja rentan. Bahkan, Pemkot mengalokasikan anggaran untuk membayarkan iuran bagi ribuan Kader Surabaya Hebat (KSH), sebuah program yang memberdayakan masyarakat di tingkat RW dan kelurahan. Surabaya.

Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Pemerintah Kota Surabaya bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menggerakkan agen penggerak jaminan sosial Indonesia di setiap rukun warga (RW) khususnya di wilayah setempat.

Kepala Disperinaker Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro di Surabaya, Kamis (27/11) mengatakan program kerja sama ini bertujuan untuk mendata lebih lanjut pekerja formal dan informal yang belum mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan di Surabaya.

Berita Terkait :  Operator Jalan Tol Siap Antisipasi Lonjakan Mudik Lebaran 2025

“Ini merupakan tugas pemerintah untuk memastikan pekerja terlindungi, sedangkan untuk pekerja di sektor informal bukan penerima upah, bisa mendaftar secara mandiri. Untuk yang bukan penerima upah itu perlu ditumbuhkan kesadarannya akan pentingnya jaminan sosial,” kata Hebi.

Ia mengatakan banyak kasus kecelakaan hingga kematian pekerja tidak terlindungi jaminan sosial dan tidak ditanggung oleh perusahaan pemberi upah yang justru bisa menimbulkan angka kemiskinan baru di Kota Surabaya ke depannya.

“Karena kami tidak ingin ada angka kemiskinan baru, maka akan kita alihkan ke BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.

Hebi menyampaikan, Pemkot Surabaya bersama BPJS Ketenagakerjaan membentuk agen Perisai di lingkungan RW dimana agen tersebut akan bergerak menyosialisasikan jaminan sosial kepada pekerja bukan penerima upah atau informal di Kota Surabaya.

“Penerima upah itu seperti perusahaan yang (mempekerjakan) buruh, pekerja di mal, itu juga wajib mendapat BPJS Ketenagakerjaan, dan juga yang informal,” paparnya.

Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur Hadi Purnomo mengatakan saat ini, ada sekitar 613.000 atau 42 persen dari jumlah penduduk pekerja di Kota Surabaya yang sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan.

Hadi menerangkan, angka ini belum mencapai target keseluruhan yakni 58 persen. Namun demikian, menurut Hadi, upaya yang dilakukan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama jajaran perangkat daerah di lingkungan Pemkot Surabaya sudah cukup baik.

“Banyak program yang sudah diumumkan di tahun-tahun sebelumnya, bahkan tahun ini memberikan perlindungan kepada ketua RW dan RT. Kemudian memberikan perlindungan kepada Kader Surabaya Hebat (KSH),” ujarnya.

Hadi menyebutkan, jaminan sosial ini sangat penting bagi pekerja formal maupun informal. Sebab, jika pekerja-pekerja tersebut tidak terlindungi jaminan sosial dengan baik, bisa menimbulkan masalah baru ke depannya.

Berita Terkait :  Danantara Kerek IHSG ke Arah Positif

“Bukan malah membantu pemerintah, malah menjadi masalah baru. Ini Pemkot Surabaya sudah luar biasa. Sudah menghadirkan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk warga pelayan masyarakatnya sebanyak sekitar 22.000 orang, dan KSH 28.000, pekerja non-ASN juga sudah terlindungi,” katanya.

Ibu Siti, salah satu KSH di kawasan Gubeng, adalah contoh nyata dari program ini. Sebagai penggerak di lingkungannya, ia menjadi jembatan antara BPJS dan warga. “Saya dulu berpikir, jaminan sosial itu hanya untuk pegawai. Tapi, setelah tahu kami para kader didaftarkan dan dibayari, saya jadi semangat untuk menyebarkan informasi ke tetangga-tetangga yang lain,” kata Ibu Siti. “Banyak pedagang, tukang becak, sampai tukang sampah yang awalnya tidak tahu, sekarang jadi peserta.”

Sinergi tak hanya datang dari pemerintah. Kemitraan dengan perusahaan swasta, seperti Gojek dan Maxim, juga menjadi strategi ampuh untuk menjangkau para pekerja gig economy yang jumlahnya terus bertambah. Melalui program ini, ribuan mitra pengemudi di Surabaya kini mendapatkan perlindungan JKK dan JKM, sebuah pengakuan bahwa pekerjaan mereka juga berhak mendapatkan jaminan.

Perjalanan BPJS Ketenagakerjaan di Surabaya adalah narasi tentang bagaimana sebuah sistem dapat berevolusi untuk menjadi lebih inklusif. Batasan antara pekerja formal dan informal mulai terkikis, digantikan oleh pemahaman bahwa setiap orang yang bekerja, apa pun profesinya, berhak atas perlindungan.

BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya menyediakan program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), JKK, dan JKM, tetapi juga terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan beragam pekerja. Pendekatan yang lebih personal, kolaborasi dengan berbagai pihak, dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci untuk memastikan akses jaminan yang adil dan mudah dijangkau. [why]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru