Lumajang, Bhirawa
Anak-anak yang rumahnya terdampak awan panas guguran (APG) di Desa Supiturang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur mulai masuk sekolah dengan kondisi seadanya tanpa menggunakan seragam lengkap karena sebagian berangkat sekolah dari posko pengungsian, Senin (24/11).
Puluhan siswa SDN Supiturang 02 terpaksa belajar dengan menumpang di sekolah lain yakni SDN Supiturang 01 karena bangunan sekolahnya rusak diterjang erupsi disertai awan panas guguran Semeru pada Rabu (19/11) sore.
“Anak-anak SDN Supiturang 02, yang gedung sekolahnya terdampak awan panas Gunung Semeru, kini melanjutkan belajar di SDN Supiturang 01,” kata Pengawas Sekolah Kecamatan Pronojiwo, Nur Zaenab dalam keterangannya di sekolah setempat.
Meski ruang kelas sementara dan kondisi belum ideal, antusiasme dan semangat belajar mereka tetap luar biasa, menjadi bukti bahwa keinginan belajar anak-anak tidak tergoyahkan oleh bencana. “Dari total 82 siswa, 16 anak belum dapat mengikuti pelajaran karena orang tua mereka masih mengungsi di lokasi yang agak jauh,” tuturnya.
Kendati demikian, lanjut dia, guru-guru dan pihak sekolah bekerja keras memastikan setiap anak tetap mendapatkan pendidikan berkualitas, menegaskan bahwa pendidikan tetap menjadi prioritas utama meski situasi darurat terjadi.
“Saya mengapresiasi ketangguhan anak-anak dan dedikasi guru-guru. Anak-anak menunjukkan keberanian dan ketabahan luar biasa. Mereka tetap fokus belajar di tengah keterbatasan ruang kelas sementara,” katanya.
Menurutnya semangat itu bukan hanya soal pendidikan, tapi juga membentuk karakter, disiplin, dan ketahanan mental generasi muda menghadapi tantangan hidup. “Sekolah berkolaborasi dengan pihak terkait untuk menyiapkan fasilitas belajar sementara yang aman dan nyaman, termasuk perlengkapan belajar dan protokol keselamatan,” ujarnya.
Selain puluhan siswa dari SDN Supiturang 02, sebanyak 45 siswa dari SDN Supiturang 04 juga menumpang di SDN Supiturang 01 untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) karena bangunan kelas SDN Supiturang 04 digunakan untuk posko pengungsian.
Kisah tersebut menjadi inspirasi bagi seluruh masyarakat, menunjukkan bahwa ketahanan komunitas, semangat belajar, dan dukungan kolektif dapat mengalahkan keterbatasan akibat bencana.
Dengan keteguhan anak-anak dan dukungan guru-guru, pendidikan di Desa Supiturang tetap berjalan, sehingga membuktikan bahwa bencana tidak bisa memadamkan semangat belajar dan masa depan generasi muda. [ant.wwn]


