25 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Banjir Kota Malang Jadi Perhatian Serius Akademisi


Kota Malang, Bhirawa
Banjir di Malang Raya menunjukkan peningkatan yang signifikan belakangan ini, bahkan memicu kekhawatiran serius terkait dampak jangka panjang terhadap infrastruktur dan properti warga.

Peningkatan intensitas banjir ini diyakini terjadi akibat masifnya alih fungsi lahan yang menghilangkan area resapan air serta tertutupnya jaringan drainase oleh bangunan permukiman.

Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Amalia Nur Adibah, ST., MPWK, menyampaikan bahwa kondisi tersebut menyebabkan air hujan tidak lagi terserap secara optimal, melainkan langsung mengalir deras ke jalanan. Kodisi ini, menjadi pemicu utama kerusakan pada infrastruktur jalan raya hingga pondasi bangunan rumah warga.

Amalia menjelaskan, alih fungsi lahan dari kawasan terbuka menjadi kawasan terbangun adalah faktor utama yang mengurangi kapasitas alami tanah untuk menyerap air hujan. Air yang seharusnya meresap ke dalam tanah, kini mengalir langsung sebagai surface run-off (aliran permukaan) menuju jalan.

“Kondisi ini diperparah dengan banyaknya saluran drainase yang sengaja ditutup atau dimanfaatkan untuk melebarkan bangunan rumah warga,” ujar Amalia.

Ia menekankan tindakan ini menghilangkan akses air untuk masuk ke sistem saluran pembuangan, sehingga air meluap dan tergenang.

Dari sudut pandang ilmu teknik sipil, Amalia menguraikan beberapa dampak nyata yang ditimbulkan oleh banjir berulang.

Lapisan aspal jalan raya sering kali terkelupas setelah terendam banjir, yang mempercepat pembentukan jalan berlubang dan membutuhkan perbaikan infrastruktur yang mahal.

Berita Terkait :  Penolakan Sebagian Kecil Pedagang Tak Pengaruhi Rencana Pembangunan PBM

Disampaikan dia, air hujan yang mengandung berbagai zat dapat bersifat korosif dan merusak pondasi bangunan, instalasi listrik, serta peralatan elektronik di dalam rumah.

Untuk bangunan yang berlokasi di bantaran sungai atau area dengan debit air tinggi, banjir yang terjadi berulang dapat mengikis pondasi secara bertahap.

“Semakin lama terhempas air, pondasi bisa terkikis dan memicu kerusakan struktural hingga risiko bangunan roboh,” jelasnya.

Dalam upaya mitigasi, Amalia menyarankan beberapa langkah praktis bagi pemilik rumah, terutama yang berada di kawasan rawan banjir.

Melakukan peninggian pada struktur bangunan untuk mengurangi risiko air masuk ke dalam rumah.

Menambah titik sumur resapan atau biopori di lingkungan sekitar rumah untuk mengembalikan fungsi resapan air.

Memasang papan penahan air di pintu masuk rumah saat terjadi hujan deras sebagai pertahanan awal.

Sementara itu, menyoroti upaya pemerintah daerah dalam penataan kota, Amalia menilai proyek pembangunan dan pembesaran saluran drainase yang sedang berjalan sudah tepat. Namun, ia memberikan catatan kritis terkait implementasi di lapangan.

“Kami menemukan beberapa proyek drainase yang posisinya justru lebih tinggi dari permukaan jalan. Ini memicu masalah baru karena aliran air tidak bisa langsung mengalir ke saluran dan justru membuat genangan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Amalia menegaskan pentingnya pemilihan lokasi yang tepat sebelum memulai pembangunan rumah. Ia juga menekankan perlunya penegakan aturan tata kota, seperti kewajiban menyediakan 30 persen lahan terbuka dalam satu kavling.

Berita Terkait :  Irwasum Polri Tanam Jagung Bersama Pondok Pesantren di Jombang

“Aturan ini esensial agar air hujan tetap memiliki kesempatan untuk meresap ke dalam tanah,” tegas Amalia.

Pihaknya berharap pemerintah dapat lebih optimal dalam mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur, khususnya untuk upaya mitigasi banjir, agar dapat berjalan maksimal dan terintegrasi. [mut.kt]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru