Oleh:
Muhammad Fatih
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Untag Surabaya
Di masa kini yang sering disebut sebagai zaman kesetaraan, perempuan memang terlihat ada di berbagai tempat. Mereka memimpin pertemuan, berdiri di depan kelas, mengelola perusahaan, bahkan memegang jabatan di pemerintahan. Meski demikian, di balik semua itulah, masih ada batas-batas yang menghambat perempuan untuk mencapai puncak karier mereka.
Hal ini bukan hanya soal kemampuan seseorang, melainkan bagian dari struktur sosial yang masih dipengaruhi oleh budaya patriarki.
Patriarki saat ini tidak selalu terlihat kasar seperti larangan perempuan bekerja. Patriarki ini hadir dengan cara yang lebih halus, tersembunyi dalam standar profesional, norma lembaga, bahkan cara menilai perempuan.
Contohnya, perempuan yang berani sering disebut “emosional”, sedangkan laki-laki dengan sikap yang sama justru disebut “kuat dan berwibawa”. Jika seorang perempuan bekerja lembur, orang umum mengapresiasi hal itu, tapi bila ia tidak datang karena mengurus anak, komitmennya langsung dipertanyakan.
Teori Muted Group yang dikembangkan lebih lengkap oleh oleh Cheris Kramarae menjelaskan bahwa wanita melihat Perempuan mempresentasikan dunia secara berbeda daripada laki-laki karena pengalaman dan aktivitas Perempuan dan laki-laki berbeda yang berakar dari [embagian kerja. Perempuan sering kesulitan mengekspresikan pendapat atau ide secara bebas karena norma komunikasi di tempat kerja cenderung mengikuti standar maskulin misalnya, menilai “kepemimpinan” berdasarkan ketegasan, kompetisi, dan dominasi verbal.
Sandra Harding dan Nancy Hartsock melalui Feminist Standpoint Theory menegaskan bahwa pengalaman perempuan yang berada dalam posisi subordinat memberi mereka sudut pandang unik untuk memahami ketidakadilan sosial. Dari perspektif ini, perempuan bukan hanya korban, tetapi juga saksi yang mampu mengidentifikasi bagaimana sistem sosial bekerja menindas.
Feminist Standpoint Theory menolak pandangan tradisional yang menempatkan perempuan sebagai objek penelitian atau korban pasif dari sistem patriarki. Sebaliknya, teori ini melihat perempuan sebagai subjek pengetahuan yang memiliki kapasitas untuk mengkritisi dan mengubah sistem yang menindas mereka. Dalam dunia kerja, perempuan sering menghadapi prasangka, diskriminasi yang tidak terlihat, serta beban ganda, yaitu antara karier dan urusan rumah tangga. Hal ini justru membuat mereka lebih sadar akan bias sistemik yang sering kali tidak diperhatikan oleh pihak yang beruntung, yaitu laki-laki. Maka, memahami dan menghargai pengalaman perempuan bukan hanya soal perasaan belas kasihan, tetapi merupakan langkah penting untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih adil.
Dalam buku Merry Fridha Tripalupi menyebutkan bahwa tugas lelaki dan Perempuan terkait dengan pembedaan peran mereka dalam manjaga keberlanjutan keluarga.
Menghapus hambatan karier perempuan tidak cukup dengan membuat kebijakan formal seperti “kesempatan setara”. Dunia profesional perlu meninjau ulang budaya kerjanya: bagaimana rapat dilakukan, bagaimana kinerja dinilai, hingga bagaimana pemimpin dibentuk.
Organisasi perlu memberi ruang bagi nilai-nilai feminis seperti kolaborasi, empati, dan keberlanjutan nilai yang sering kali justru didegradasi karena dianggap “kurang kompetitif”. Selain itu, penting menciptakan mentorship system bagi perempuan muda agar mereka memiliki dukungan struktural dan psikologis dalam meniti karier. Pendidikan gender juga perlu menjadi bagian dari pelatihan kepemimpinan, agar para pemimpin laki-laki maupun perempuan memahami dinamika ketimpangan yang tidak selalu tampak di permukaan.
Isu kesetaraan gender bukan hanya tentang memberi perempuan kesempatan bekerja, tetapi memastikan bahwa sistem kerja tidak lagi beroperasi berdasarkan norma maskulin yang menindas. Selama dunia profesional masih mendefinisikan kesuksesan dengan ukuran laki-laki, selama itu pula perempuan akan tetap harus mengetuk langit kaca berharap suatu hari bisa menembusnya.
Kini saatnya dunia profesional berhenti sekadar mengagumi “perempuan hebat” dan mulai bertanya: sistem seperti apa yang membuat hanya sedikit perempuan yang bisa menjadi hebat?
———————– *** ————————


