Oleh :
Zawitri Damayanti
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustuas 1945 (Untag) Surabaya
Saat ini unit kegiatan mahasiswa (UKM) mulai banyak diminati oleh sebagian mahasiswa, salah satunya UKM Sinematografi. Kini UKM Sinematografi sudah banyak tersebar di seluruh Universitas Negeri maupun Universitas Swasta. UKM Sinematografi bukan hanya sekedar hobi, melainkan dapur kreatif mahasiswa dalam menuangkan seluruh ide ide liar dalam bentuk visual yang bermakna. Lalu? dari semangat Mahasiswa untuk berkarya dan berekspresi yang tinggi kenapa tidak juga mendapatkan dukungan yang tinggi dari kampus sendiri?
Dalam konteks kehidupan kampus, UKM memiliki fungsi penting sebagai ruang pengembangan diri mahasiswa di luar perkuliahan formal salah satunya UKM Sinematografi. UKM Sinematografi merupakan, sebagai tempat mahasiswa belajar untuk memadukan teori, seni, dan teknologi menjadi satu kesatuan karya audiovisual. UKM ini dapat diidentifikasi sebagai dapur kreatif, dimana tempat ide-ide mentah mahasiswa diolah, diuji, dan diwujudkan menjadi karya yang siap ditayangkan.
Mahasiswa yang tergabung dalam UKM Sinematografi seringkali bukan berasal dari jurusan perfilman, melainkan menarik minat dari berbagai jurusan yang ada di kampus, mulai dari teknik, ilmu komunikasi, psikologi, ekonomi, bahkan kedokteran. Keberagaman latar belakang ini justru menjadi bumbu untuk memperkaya proses kreatif. Sehingga menjadikan UKM Sinematografi sebagai wadah kreatif yang menggabungkan keahlian teknis dan pemikiran kritis. Menurut Reghita dkk. (2020), keterlibatan mahasiswa dalam UKM Sinematografi Universitas Airlangga menunjukkan peningkatan perilaku penemuan informasi, dimana anggota menjadi lebih aktif mencari sumber inspirasi dan referensi untuk memperkaya karya mereka. Hal ini menandakan bahwa aktivitas UKM perfilman turut membentuk karakter pembelajar mandiri dan kreatif.
Menurut Dewi (2023), komunikasi organisasi dalam UKM Rumah Film KPI UIN Raden Intan Lampung berjalan efektif karena memiliki struktur yang mendukung pembagian tugas dan kolaborasi antar crew. Hal ini menunjukkan bahwa UKM perfilman dapat menjadi laboratorium nyata untuk belajar manajemen produksi, kerja tim, dan komunikasi profesional keterampilan yang sangat dibutuhkan di dunia kerja modern. UKM Sinematografi bukan hanya sekedar seni, namun juga belajar akan teknologi. Pada UKM Sinematografi mahasiswa memiliki kesempatan untuk dapat belajar secara langsung bagaimana cara menggunakan kamera, mengatur pencahayaan, mengatur style make-up dan wardrobe, mengedit video, bahkan memahami ritme visual sekalipun.
Semua keterampilan ini tidak hanya meningkatkan kemampuan teknis namun juga menjadi laboratorium keterampilan praktis. Tidak hanya sebagai laboratorium keterampilan praktis, tetapi juga inkubator mereka dalam mengasah softskill yang mereka miliki. Pada proses produksi film sangat menuntut kolaborasi lintas peran mulai dari pra hingga pasca pembuatan. Kolaborasi ini menggabungkan antar divisi atau jobdesk crew yang ada pada produk film. Mulai dari sutradara, penulis skenario, kameramen, aktor, art, bahkan editor juga harus ikut bekerjasama dalam satu ritme.
Kolaborasi ini secara alami mengasah soft skill mahasiswa dalam berkomunikasi, kerjasama tim, problem solving, hingga kepemimpinan. Menurut Reghita dkk. (2020), keterlibatan mahasiswa dalam UKM Sinematografi Universitas Airlangga menunjukkan peningkatan perilaku penemuan informasi, dimana anggota menjadi lebih aktif mencari sumber inspirasi dan referensi untuk memperkaya karya mereka. Hal ini menandakan bahwa aktivitas UKM perfilman turut membentuk karakter pembelajar mandiri dan kreatif. Sehingga menghasilkan mahasiswa yang kreatif dan inovatif.
Pada UKM Sinematografi tidak hanya mengasah softskill maupun hardskill, namun juga menjadi dapur ide dan ruang eksplorasi kreatif bagi mahasiswa. Kampus sejatinya adalah ruang eksperimentasi bagi mahasiswa dan UKM sinematografi menjadi salah satu wadah paling subur untuk melakukan ruang ekspresi. Didalamnya mahasiswa tidak hanya sekedar membuat proyek, tetapi disinilah ide-ide liar, konsep eksperimental, dan bentuk visual yang belum tentu diterima industri bisa diuji coba tanpa tekanan komersial.
Sebagai contoh, UKM Sequence SV Universitas Sebelas Maret (UNS) rutin menggelar ajang Layer sebagai bentuk apresiasi terhadap karya film mahasiswa. Acara tersebut menjadi ajang unjuk karya sekaligus sarana refleksi bagi sineas muda kampus untuk menilai perkembangan estetik dan teknis karya mereka (Vokasi UNS, 2025). Melalui kegiatan seperti ini, UKM sinematografi berfungsi bukan hanya sebagai tempat belajar teknis, tetapi juga ruang reflektif untuk membangun identitas artistik mahasiswa. Mahasiswa lulus bukan hanya dengan ijazah, tetapi juga dengan portofolio visual dan pengalaman nyata dalam melakukan sebuah produksi yang menjadi modal yang tak ternilai dalam industri kreatif.
Dengan potensinya, sudah seharusnya UKM Sinematografi mendapatkan perhatian lebih, bukan hanya sekedar belas kasihan dari pihak kampus. Sehingga masih menghadapi berbagai kendala seperti, keterbatasan alat produksi, minimnya dana, serta dukungan institusional yang tidak selalu konsisten.
Hal tersebut dapat menghambat kreativitas mahasiswa dalam menuangkan karya kreatif. Sehingga membuat banyak UKM yang masih harus meminjam kamera pribadi, menggunakan laptop seadanya, atau bahkan memanfaatkan ponsel untuk membuat film pendek. Namun, keterbatasan justru menjadi bahan bakar kreativitas. Seperti diungkap dalam berita Universitas Pertamina (2024), mahasiswa program studi Komunikasi memanfaatkan tugas sinematografi untuk berkontribusi terhadap perfilman nasional dengan sumber daya yang terbatas. Ini menandakan bahwa semangat berkarya jauh lebih penting daripada fasilitas yang dimiliki. Oleh karena itu dukungan dari institusional sangat penting dan konkrit untuk diwujudkan.
UKM Sinematografi adalah laboratorium terapan yang sesungguhnya. Di dalamnya, mahasiswa belajar menggabungkan ide, teknologi, dan kerjasama tim menjadi karya visual yang bermakna. Kegiatan ini melatih cara berpikir sistematis sekaligus ekspresif sesuatu yang jarang didapat dari ruang kelas konvensional. Dengan peran seperti itu, sudah seharusnya UKM sinematografi mendapatkan perhatian lebih dari pihak kampus.
Dukungan berupa pendanaan, pelatihan sinematografi, kerja sama dengan komunitas film profesional, hingga penyediaan studio mini. Dengan dukungan konkrit, karya-karya mahasiswa dapat lebih berkualitas dan memiliki jangkauan luas. UKM ini adalah investasi jangka panjang dalam mencetak kreator visual tangguh. Dukungan institusional adalah kunci untuk memastikan kreativitas ini tidak terbatasi oleh keterbatasan sumber daya, melainkan justru menjadi pendorong inovasi dan kontribusi nyata dalam ekosistem industri kreatif dengan karyanya.
Hal tersebut akan sangat membantu mahasiswa mengasah potensi mereka secara maksimal. Karena pada akhirnya, film bukan hanya sekedar media hiburan. Namun, ia juga menjadi media komunikasi, pendidikan, dan refleksi sosial bagi mahasiswa. UKM Sinematografi merupakan cerminan nyata dari semangat kreatif mahasiswa dalam berkarya, sehingga menghasilkan mahasiswa yang mandiri, inovatif, dan tangguh. Namun, disisi lain ketangguhan itu menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki tekad yang kuat dalam menghasilkan sebuah karya meskipun memiliki keterbatasan. Dengan adanya hal tersebut menjadi pengingat keras akan pentingnya dukungan nyata dari pihak kampus.
Kampus yang mendukung UKM Sinematografi berarti juga mendukung lahirnya generasi yang peka terhadap isu sosial dan mampu menyalurkannya lewat bahasa visual. Dengan fasilitas dan perhatian yang memadai, UKM Sinematografi dapat berkembang menjadi wadah pembentukan sineas muda yang profesional sekaligus kritis terhadap realitas sosial. Sudah saatnya kampus melihat UKM Sinematografi bukan sekadar hobi, tetapi sebagai dapur kreatif yang mempersiapkan masa depan perfilman nasional.
————– *** —————–


