28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Mengambil Pelajaran dari Ponpes Al Khoziny

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur yang menimbulkan korban 171 orang dengan 104 jiwa di antaranya selamat, korban tewas mencapai 67 orang. Musibah yang terjasi bukan hanya peristiwa duka yang menelan korban, melainkan juga sebuah peringatan keras mengenai lemahnya budaya konstruksi aman (safety) di Indonesia yang seharusnya memang tidak mentoleransi sistem kontruksi yang mengabaikan aspek keselamatan (zero tolerance). Dalam logika awam bahwa sebuah bangunan seharusnya tidak runtuh secara tiba-tiba jika sejak awal perencanaan, perancangan, survei geoteknik hingga pelaksanaan pembangunan mengikuti prinsip-prinsip standar yang telah ditetapkan sehingga mengurangi resiko kecelakaan atau kondisi yang dapat dimitigasi. Adanya tanda-tanda kerusakan struktur bangunan kerap terabaikan, seperti timbulnya retakan besar di kolom atau dinding, lantai yang mulai menurun, hingga tiang yang tampak melengkung bisa menjadi sinyal awal kegagalan struktur.

Dalam banyak kasus sebuah bangunan tidak langsung roboh, tapi perlahan mengalami deformasi kemudian miring dan bisa saja berlanjut kolaps sehingga aspek pemeriksaan rutin dan audit teknis berkala penting dilakukan, terutama untuk bangunan publik yang menampung banyak orang. Ambruknya bangunan acapalikali dilabeli sebagai “takdir” atau “musibah alamiah” semata namun dimaknai sebuah kelalaian yang didalamnya dimungkinkan terjadi malkontruksi atau kegagalan rancang bangun atas sebuah pekerjaan kontruksi. Urgensi penerapan sistem audit keselamatan bangunan pendidikan yang jelas dan berkelanjutan serta mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan inspeksi massal terhadap bangunan pesantren dan sekolah di seluruh Indonesia agar kejadian serupa tidak terulang dikemudian hari.

Berita Terkait :  Mikroplastik dan Bahaya yang Tak Disadari

Dalam beberapa referensi bahwa terdapat beberapa faktor yang ditemukan meliputi : Pertama, sistem perencanaan struktur konstruksi yang lemah dimana terkadang banyak bangunan, terutama di lembaga pendidikan maupun milik perseorangan, dibangun secara swadaya tanpa melibatkan tenaga ahli teknik sipil. Perhitungan struktur, beban, dan material tidak pernah diuji sesuai standar. Kedua, penggunaan bahan dan material yang tidak adekuat biasanya demi menekan biaya, material sering diganti dengan kualitas rendah. Baja tulangan, semen, atau pasir yang tidak sesuai spesifikasi berkontribusi pada lemahnya daya dukung bangunan. Ketiga, minimnya monitoring dan pengawasan konstruksi dimana tahapan pembangunan sering tidak diawasi oleh insinyur sipil bersertifikat. Padahal fungsi pengawasan merupakan fase yang krusial untuk memastikan pembangunan berjalan sesuai rencana teknis. Keempat ketidaktahuan terhadap kondisi struktur tanah atau fondasi. Banyak lembaga maupun individu tidak memiliki gambaran tentang struktur tanah tempat bangunan didirikan. Singkat kata bahwa, peristiwa ambruknya bangunan atau gedung secara mendadak menandakan adanya kesalahan serius sejak tahap awal pembangunan, baik itu perhitungan, pemilihan material, maupun eksekusi di lapangan.

Keselamatan Diatas Segalanya
Bangunan itu seperti layaknya sebuah organisme hidup dimana membutuhkan perawatan, pengecekan berkala, dan perbaikan dini jika ditemukan kerusakan. Pembangunan pondok tidak seharusnya dilakukan tanpa pendampingan tenaga ahli. Para pengasuh pesantren dapat melakukan Kerjasama atau menggandeng perguruan tinggi melalui program pengabdian masyarakat untuk mendapatkan rekomendasi teknis. Dengan demikian desain bangunan bisa disesuaikan dengan standar konstruksi, luas bangunan, hingga jumlah penghuni. Selain aspek teknis, juga mengacu pada aspek regulasi yang sebenarnya telah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah menerapkan standar untuk bangunan publik, termasuk pondok pesantren. Beberapa diantaranya bahwa setiap pesantren wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Persetujuan Bangunan Gedung, dan Sertifikat Laik Fungsi.

Berita Terkait :  Makna Sehat Bagi Calon Pemimpin Daerah

Oleh karena fungsinya sebagai lembaga Pendidikan maka pondok juga seharusnya mematuhi standar ruang kelas yang telah ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan misalnya. Pengasuh pondok tidak cukup hanya menguasai ilmu agama, melainkan juga perlu memiliki wawasan sains serta pengetahuan pendukung lain dalam pengelolaan lembaga pendidikan modern. Selain aspek keselamatan di pesantren yang tidak hanya sebatas fisik bangunan. Dengan jumlah santri yang besar, diperlukan Standard Operational Procedure (SOP) yang mengatur aktivitas sehari-hari yang mencakup penggunaan kamar mandi, pemanfaatan laboratorium, hingga tata tertib penggunaan masjid. Dengan menerapkan SOP, maka dapat membantu manajemen pondok menjadi lebih tertib, tetapi juga mengurangi potensi risiko kecelakaan di lingkungan pesantren. Salah satu fenomena yang terjadi adalah beberapa santri yang tidak memiliki pengetahuan tentang konstruksi bangunan mengaku dilibatkan kerja bakti dalam proses pengecoran. Kondisi ini sudah menggambarkan bahwa masih adanya pengabaian atas aspek keselamatan yang menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi semua. Semoga insiden Al Khoziny di Sidoarjo menjadi musibah terakhir yang tidak terjadi lagi di masa mendatang.

————- *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru