27 C
Sidoarjo
Wednesday, December 17, 2025
spot_img

Bhirawa di Usia Ke-57: Jembatan Rakyat, Birokrasi dan Arsip Publik di Era Disrupsi Digital

Oleh:
Tidor Arif T. Djati
Pemerhati Kearsipan, dan Ketua Asosiasi Arsiparis Indonesia (AAI) Wilayah Jawa Timur.

Minggu, 5 Oktober 2025, Harian Bhirawa genap berusia 57 tahun. Usia yang panjang bagi sebuah media lokal yang lahir, tumbuh, dan bertransformasi di tengah derasnya arus perubahan sosial, politik, dan teknologi informasi. Penulis mengenal Bhirawa dua puluh lima tahun silam, tepatnya awal tahun 2001, saat penulis bekerja di Badan Arsip Provinsi Jawa Timur yang kini bertransformasi menjadi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan.
Selama itu pula penulis selalu berusaha menyimak Bhirawa. Sejak kenal, Harian Bhirawa adalah koran local yang konsisten menempatkan dirinya sebagai “Mata Rakyat Mitra Birokrat”, sebuah semboyan yang menggambarkan peran ganda: menjadi kanal suara rakyat sekaligus mitra kritis bagi birokrasi. Apalagi dalam hari ulang tahun ke-57 kali ini mengambil “Terus Melangkah Meneruskan Sejarah”

Jejak Panjang dan Identitas Khas
Entah kapan dimulai, Bhirawa telah menegaskan diri sebagai media yang menaruh perhatian besar pada isu kebijakan publik, pemerintahan, dan dinamika sosial politik daerah. Segmen pembacanya relatif jelas, yaitu Aparatur Sipil Negara, kalangan akademisi, tokoh masyarakat, serta pembaca umum yang peduli terhadap dinamika kebijakan di Jawa Timur. Keistimewaan Bhirawa terletak pada keberanian menjaga konsistensi itu.
Di tengah derasnya berita hiburan, kriminalitas, atau politik sensasional yang membanjiri media arus utama, Bhirawa justru memilih untuk menekuni ceruk berita birokrasi dan pemerintahan. Posisi ini menjadikannya media rujukan di kalangan pejabat maupun masyarakat yang ingin memahami dinamika daerah di Jawa Timur bahkan arah kebijakan daerah, baik dalam level pemerintahan provinsi maupun Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Tantangan di Era Digital
Sudah barang tentu di usia yang lebih dari setengah abad ini, Bhirawa jelas menghadapi tantangan baru yang tak kalah berat dari masa-masa sebelumnya. Setidaknya ada tiga tantangan yang dihadapi media cetak seperti Bhirawa ini:
Pertama, di era disrupsi digital telah mengubah pola konsumsi berita dari media cetak ke media digital. Generasi muda tentu banyak membaca informasi melalui ponsel, media sosial, atau platform aggregator (yang mengumpulkan berita dari berbagai media dan menayangkannya di satu aplikasi) dibanding media cetak. Koran cetak, yang menjadi identitas utama Bhirawa, potensial mengalami penurunan cetak, penurunan pendapatan iklan, bahkan sangat mungkin penurunan minat baca secara drastis. meskipun saat ini Harian Bhrawa juga telah menempuh ranah media online. Dalam kondisi ini, maka diperlukan cara kerja yang berubah, lebih cepat, lebih interaktif dan lebih visual.
Kedua, persaingan algoritma. Mesin pencari dan media sosial lebih memprioritaskan konten viral atau berskala nasional, sementara berita local, termasuk akivitas birokrasi yang faktual seringkali tenggelam. Akibatnya, jangkauan Bhirawa di ruang digital harus berhadapan dengan kompetisi yang tidak seimbang.
Ketiga, makin meluas dan berkembangnya proses transformasi informasi ke arah jurnalisme multimedia, seperti video, podcast, hingga data infografis journalism. Kenyataan ini tentu memerlukan keahlian baru dan investasi yang tidak kecil, khususnya dalam penyediaan sumber daya manusianya.
Keempat, ketergantungan potensi pendapatan pada pemerintah daerah, khususnya dalam hal iklan dan advertorial. Relasi kuasa ini berpotensi mengurangi independensi redaksi. Padahal, daya kritis adalah salah satu modal penting agar media tetap dipercaya publik.

Berita Terkait :  Persiapan Nataru, PT KAI DAOP 7 Madiun Siapkan 10 Lokomotif dan 76 Armada

Bhirawa dan Tanggung Jawab Penyiaran Arsip Birokrasi
Dekatnya Bhirawa dengan birokrasi Jawa Timur membuka peluang peran baru yang semakin penting, yaitu menjadi jembatan penyelamatan arsip dan informasi birokrasi yang seringkali terabaikan oleh masing-masing perangkat daerahnya.
Oleh Sebagian birokrat arsip masih dipandang beban organisasi. Informasi dari arsip sering baru dianggap penting disaat tidak ditemukan waktu dibutuhkan. Arsip sesungguhnya bukan hanya kumpulan dokumen administratif, melainkan rekam jejak pertanggungjawaban publik. Kasus hilangnya, rusaknya, atau bahkan terabaikannya arsip birokrasi kerap membuat proses akuntabilitas terhambat. Belum lagi sering kali birokrasi tidak cepat tanggap terhadap adanya bencana yang bisa datang sewaktu-waktu. Sayangnya, isu arsip sering dianggap teknis dan tidak populer, padahal dampaknya langsung pada transparansi dan tata kelola pemerintahan.
Dalam konteks ini, kiranya Bhirawa dapat lebih berperan dalam: (1) mengangkat isu arsip dan informasi strategis produk birokrasi ke ruang publik, sehingga pejabat dan masyarakat menyadari pentingnya pengelolaan arsip yang baik; (2) Menjadi corong edukasi tentang regulasi kearsipan, standar penyelamatan arsip digital maupun fisik, serta risiko bila arsip diabaikan. Dalam konteks ini tentu lembaga kearsipan dan fungsional arsiparis setiap daerah di Jawa Timur juga harus peka dan tanggap serta diberi ruang ekspresi terhadap hal-hal yang potensial yang berhubungan dengan kearsipan. Karena pada hekekatnya setiap produk aktifitas manusia dan birokrasi akan menghasilkan arsip. dan di dalam arsip mengandung informasi yang tentu sesuai struktur, konteks; (3) Mendorong akuntabilitas pemerintah daerah dengan mengingatkan bahwa arsip adalah bukti sahih setiap kebijakan, kontrak, maupun pelayanan publik; (4) Merekam perjalanan daerah. dengan tidak hanya melalui berita harian, tetapi juga dengan “mengarsipkan” karya jurnalistiknya sebagai bagian dari memori kolektif Jawa Timur.
Dengan demikian, peran Bhirawa bukan hanya sekadar penyampai berita birokrasi, tetapi juga penjaga memori administratif daerah. Dalam era keterbukaan informasi, keberpihakan pada penyelamatan arsip sama artinya dengan keberpihakan pada hak publik untuk tahu. Pada titik ini Bhirawa tetap dapat berperan sebagai pengawal demokrasi di daerah, dengan menelusur sumber-sumber informasi rekaman tertulis yang dihasilkan setiap perangkat daerah pencipta arsip, bukan sekedar mengejar informasi lisan dari narasumber.

Berita Terkait :  TP PKK Pemkab Madiun dan Nurul Hayat Berbagi Kebahagiaan dengan Anak Yatim

Prospek dan Jalan ke Depan
Meski penuh tantangan, prospek Bhirawa tetap terbuka luas. Justru karena konsistensinya sebagai media lokal yang fokus pada kebijakan daerah, Bhirawa memiliki ceruk yang tidak dimiliki media nasional. Ada tiga prospek yang menurut penulis patut digarisbawahi: Pertama, menjadi pusat referensi kebijakan local. Dengan memperkuat liputan investigatif, analisis kebijakan, dan ruang opini publik, Bhirawa dapat menjadi rujukan utama dalam wacana pemerintahan daerah di Jawa Timur; Kedua, memperkuat transformasi digital multiplatform. Integrasi cetak, online, dan media sosial mutlak diperlukan dan dikembangkan. Konten panjang bisa disajikan di koran atau portal berita, sementara ringkasannya hadir dalam format video pendek, infografis, atau podcast untuk generasi muda; Ketiga, melakukan kolaborasi komunitas dan dunia akademik. Sebagai media lokal, Bhirawa bisa menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi, LSM, dan komunitas warga termasuk dalam bidang kearsipan untuk menghasilkan liputan berbasis data dan partisipasi publik. Ini akan memperkuat posisi Bhirawa sebagai media literasi, bukan sekadar penyampai informasi.

Meneguhkan Independensi di Usia ke-57
Peringatan HUT ke-57 kiranya bukan sekadar seremoni, melainkan momentum refleksi: Bhirawa untuk tetap relevan, kuat, dan independen di tengah badai disrupsi digital. Media ini sudah membuktikan daya tahannya selama lebih dari lima dekade. Kini tantangan terbesarnya adalah meneguhkan kembali komitmen: berpihak pada kepentingan publik, menjaga jarak kritis dengan kekuasaan, serta beradaptasi dengan ekosistem digital yang serba cepat.
Usia 57 tahun bukan usia menjelang pensiun layaknya individu yang ada dalam birokrasi, akan tetapi menjadi penanda usia matangnya sebuah kinerja panjang. Selamat ulang tahun ke-57 Harian Bhirawa. Semoga tetap menjadi jembatan antara rakyat, birokrasi, dan penyelamatan arsip public, seraya terus menyalakan api jurnalisme lokal yang kritis, faktual, dan berintegritas.
Tema HUT “Terus Melangkah Meneruskan Sejarah” diharapkan mampu menjadi pintu masuk Bhirawa melakukan penyelamatan arsip di internal Bhirawa dan mendorong penyelamatan arsip birokrasi di Jawa Timur sebagai rekaman informasi paling autentik, kredibel dalam mendukung rekonstruksi sejarah di masa datang. Selamat Berkaya dengan “memperkuat mata mengawasi kinerja birokrasi”.

Berita Terkait :  Saatnya Arsip Muhammadiyah Menjadi Warisan Dokumenter Nasional

————— *** ——————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru