25 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Reshuffle Kabinet Prabowo: Momentum Baru dalam Arah Kebijakan Ekonomi Nasional

Pergantian menteri dalam sebuah kabinet kerap menjadi sorotan publik karena memang menyangkut arah kebijakan negara. Reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 8 September 2025 menjadi momen penting, terutama dengan digantinya Menteri Keuangan Sri Mulyani oleh Purbaya Yudhi Sadewa.

Perubahan ini terjadi di tengah gejolak ekonomi nasional, mulai dari minimnya lapangan pekerjaan, polemik gaji buruh, hingga demonstrasi masyarakat mengenai tunjangan para pejabat negara yang terasa ironis.

Keputusan ini tentu mengundang berbagai reaksi publik, sebagian memiliki harapan akan adanya terobosan baru, sebagian lagi ragu terhadap efektivitas kebijakan mendatang.

Skala persoalan yang dihadapi bukan hanya berdampak pada stabilitas politik dalam negeri, tetapi juga pada kepercayaan investor dan citra Indonesia di mata dunia Internasional. Hal ini menjadikan reshuffle sebagai keputusan yang memiliki konsekuensi luas, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.

Dalam konteks ekonomi, pergantian Menteri Keuangan menjadi esensial karena posisinya menentukan arah kebijakan fiskal dan stabilitas makroekonomi negara. Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan baru, musti kompeten dalam menjawab tantangan krusial seperti stagnannya pertumbuhan ekonomi, pengelolaan utang, dan pemerataan kesejahteraan.

Saat ini, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) langsung turun sekitar 1,3 % setelah pengangkatan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan, mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap kemungkinan melemahnya disiplin fiskal yang selama ini dijaga Sri Mulyani. Di sisi lain, kebijakan fiskal yang diambil kedepannya akan sangat menentukan daya saing Indonesia di kancah global sekaligus keberlanjutan pembangunan nasional. Fitch Ratings bahkan telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2025 menjadi 4,9 %, dengan alasan tekanan global seperti ketegangan perdagangan dan perlambatan konsumsi domestik.

Berita Terkait :  Jagong Santai dengan Media,Kemendukbangga/BKKBN Bahas Isu Strategis Kependudukan

Oleh karena itu, reshuffle kabinet ini bukan sekadar persoalan politik, tetapi juga menjadi momentum penting dalam menata kembali fondasi ekonomi Indonesia agar lebih adaptif, inklusif, dan berorientasi jangka panjang.

Sosok Purbaya Yudhi Sadewa sendiri sebenarnya bukan nama asing dalam dunia ekonomi Indonesia. Sebelumnya ia dikenal sebagai ekonom senior sekaligus Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang memiliki pengalaman panjang dalam merumuskan strategi stabilisasi keuangan nasional.

Latar belakang akademisnya di bidang ekonomi makro serta keterlibatannya dalam beberapa kebijakan strategis memberi bekal teknokratis yang mumpuni.

Namun, tantangan menjadi Menteri Keuangan jauh lebih kompleks dibanding peran sebelumnya. Purbaya kini harus berhadapan dengan dilema fiskal: di satu sisi pemerintah ingin meningkatkan belanja publik untuk pembangunan infrastruktur dan subsidi sosial, tetapi di sisi lain, tekanan defisit anggaran dan pembengkakan utang negara tidak bisa diabaikan.

Menurut data Kementerian Keuangan per Agustus 2025, defisit APBN sudah mencapai Rp370 triliun atau sekitar 1,6% dari PDB, sementara rasio utang terhadap PDB berada di kisaran 40,2%. Meski masih dalam batas aman, tren kenaikan belanja negara tanpa diimbangi peningkatan penerimaan pajak berisiko menekan stabilitas fiskal. Laporan Bank Dunia juga menyoroti perlunya reformasi perpajakan agar basis pajak Indonesia lebih luas dan tidak bergantung pada sektor tertentu saja.

Tantangan berikutnya adalah memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga di tengah inflasi yang kian meresahkan. Lonjakan harga bahan pokok, biaya energi, dan perumahan menjadi isu yang langsung bersentuhan dengan kehidupan rakyat sehari-hari. Jika tidak dikelola dengan baik, keresahan sosial bisa meningkat dan berujung pada instabilitas politik.

Berita Terkait :  Terapkan Gamifikasi pada Bidang Pendidikan Umum dan Agama untuk Pendidikan Abad-21

Selain itu, iklim investasi juga harus diperkuat. Investor asing maupun domestik menunggu sinyal kebijakan fiskal yang konsisten dan kredibel. Tanpa itu, aliran modal bisa menurun dan memperparah pelemahan rupiah. Dalam situasi ini, komunikasi publik yang efektif menjadi kunci, karena pasar global sangat peka terhadap setiap langkah dan pernyataan Menteri Keuangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi tahunan pada Agustus 2025 berada di angka 4,1%, sedikit di atas target Bank Indonesia yaitu 2–4%. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka masih bertahan di 5,5% atau sekitar 8 juta orang. Di sisi investasi, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) semester I 2025 turun 6,2% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, menandakan adanya kehati-hatian investor terhadap kondisi makroekonomi nasional.

Reshuffle kabinet juga semestinya dibaca sebagai momentum untuk mendorong reformasi struktural. Pemerintah perlu menegaskan komitmen pada transformasi ekonomi berbasis industri bernilai tambah, bukan sekadar mengandalkan ekspor komoditas mentah.

Diversifikasi ekonomi, peningkatan kualitas pendidikan vokasi, serta digitalisasi sektor UMKM dapat menjadi prioritas untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas. Jika arah kebijakan hanya berfokus pada solusi jangka pendek, seperti subsidi sesaat atau insentif populis, maka persoalan mendasar ekonomi Indonesia hanya akan tertunda penyelesaiannya.

Laporan OECD 2025 menunjukkan bahwa kontribusi sektor manufaktur Indonesia terhadap PDB hanya sekitar 18%, menurun dari 22% satu dekade lalu. Sementara itu, lebih dari 60% ekspor Indonesia masih didominasi komoditas mentah seperti batubara, CPO, dan nikel. Kondisi ini memperlihatkan urgensi reformasi industri agar ekonomi nasional tidak rapuh terhadap fluktuasi harga global.

Berita Terkait :  Operasi Patuh Semeru 2025 di Kabupaten Pasuruan, Kesadaran Masyarakat Berlalu Lintas Rendah, Total Pelanggaran Capai 124.503

Akhirnya, reshuffle ini seharusnya tidak dipandang sebagai pergantian figur semata, tetapi sebagai titik balik untuk memperkuat tata kelola ekonomi nasional. Publik menunggu apakah Prabowo Subianto dan kabinet barunya mampu menjawab tantangan dengan kebijakan yang tegas, konsisten, dan berpihak pada rakyat. Keberhasilan atau kegagalan langkah ini akan menjadi warisan politik sekaligus penentu arah pembangunan Indonesia dalam dekade mendatang. [*]

Penulis:
Hisyam Najamudin (111251026)
Universitas Airlangga
Prodi: Kedokteran

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru