Kota Malang, Bhirawa
Konferensi Internasional Tentang Hakasasi Manusia (HAM) pertama kali digelar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB), Konferensi yang dilaksanakan pada 9-10 September ini bertemakan “Civic Space Protection, Social Justice, and Equality in the Era of Uncertainity” atau Perlindungan Ruang Sipil, Keadilan Sosial dan Kesetaraan di Era Ketidakpastian.
Acara ini sekaligus menjadi bagian dari peringatan “September Hitam” untuk mengenang perjuangan aktivis HAM asal Batu Munir.
Dr. Aan Eko Widiarto Dekan FH UB, menyampaikan HAM merupakan isu global yang perlu terus dijaga. Maka melalui konferensi ini, FH UB berharap dapat memperkuat wacana akademik mengenai perlindungan HAM dan ruang publik, sekaligus menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa demokrasi hanya dapat bertahan jika ruang publik dijaga bersama.
Pihaknya ingin menggugah bahwa hak asasi manusia harus dijamin, dihormati, dipenuhi, dan dipromosikan agar ada pemajuan bersama.
“Mahasiswa diarahkan menjadi agen perubahan, karena merekalah generasi kritis yang akan membawa harapan bagi Indonesia dan dunia,”ujarnya Selasa (9/9) kemarin.
Konferensi ini menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri, termasuk dari Australia, Malaysia, serta India dan Afrika. Isu utama yang diangkat adalah civic space atau ruang publik dalam demokrasi.
“Civic space ini harus diperkuat agar demokrasi tumbuh sehat, tidak terjebak pada anarki maupun praktik otoritarianisme,”imbuhnya.
Ia menilai, perlindungan ruang publik di Indonesia masih rentan. Pihaknya melihat pendekatan represif terhadap aksi massa, bahkan ada penahanan dan kriminalisasi.
“Padahal ruang sipil seharusnya menjadi forum murni warga tanpa intervensi yang justru memicu provokasi,”pungkasnya. [mut.kt]


