Pemprov Jatim, Bhirawa.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus memperkuat komitmennya dalam upaya pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Hal ini diwujudkan melalui Rapat Penyesuaian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO Jawa Timur yang digelar pada Selasa (26/8/2025), di Aula Graha Makarti, UPT Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Selain rapat, peserta juga diajak untuk mengunjungi LTSA PMI (Layanan Terpadu Satu Atap Pekerja Migran Indonesia) Prov Jatim dan juga shelter PMI (Pekerja Migran Indonesia).
Rapat yang dihadiri oleh perwakilan dari instansi pemerintah, TNI, Polri, serta lembaga pendukung lainnya ini membahas penguatan struktur Gugus Tugas TPPO dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/441/013/2025 tentang gugus tugas pencegahan dan penanganan TPPO di provinsi Jawa Timur periode tahun 2025-2030 yang disesuaikan dengan arahan Pemerintah Pusat.
Dalam kesempatan ini, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur melalui Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Purwanti Utami mendorong penataan ulang struktur Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO agar lebih efisien dan fungsional. “Selama ini beberapa jabatan di dalam gugus tugas masih bersifat umum. Jika kita ingin pelaksanaan tugas lebih efektif, maka struktur keanggotaan perlu diarahkan langsung ke unit atau bidang kerja teknis,” tegas Bu Ami, sapaan akrabnya.
Dalam forum yang dihadiri lebih dari 25 perwakilan instansi lintas sektor itu, Bu Ami menekankan perlunya menghindari tumpang tindih tugas dengan menunjuk unit yang benar-benar memiliki kewenangan teknis. Ia mencontohkan, untuk penanganan Pekerja Migran Bermasalah, sebaiknya langsung ditugaskan ke UPT P2TK ketimbang ditujukan secara umum kepada Dinas Tenaga Kerja. “Efisiensi bukan soal memangkas peran, tetapi tentang bagaimana memastikan tugas dijalankan oleh pihak yang paling relevan,” tambahnya.
Penyesuaian ini dilakukan merespons Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/441/013/2025 yang menetapkan perubahan struktur Gugus Tugas TPPO. Dalam struktur baru, ditetapkan bahwa ketua harian gugus tugas adalah kepala daerah, sementara koordinasi lapangan dilakukan oleh masing-masing sub gugus tugas dengan penanggung jawab berbeda sesuai bidang.
Sub-sub gugus tugas tersebut meliputi Pencegahan, diampu oleh perangkat daerah yang menangani pemberdayaan perempuan, kemudian Rehabilitasi Medis oleh Dinas Kesehatan, rehabilitasi Sosial oleh Dinas Sosial, Pengembangan Norma Hukum oleh Kanwil Kemenkumham, Penegakan Hukum oleh Ditreskrimum Polda Jatim, Koordinasi dan Kerjasama oleh Dinas Tenaga Kerja.
Dalam diskusi, berbagai instansi memberikan masukan penting. Perwakilan Polda Jatim menyampaikan perlunya perbedaan tegas antara peran Ditintelkam dan Ditbinmas dalam Sub Gugus Tugas Pencegahan. Pihak Kodam V/Brawijaya mengusulkan agar Aster Kodam dilibatkan karena memiliki fungsi pemantauan wilayah strategis.
Sementara itu, perwakilan Bappeda dan Dinas Kominfo menyoroti pentingnya kejelasan nomenklatur jabatan, agar tidak terjadi bias dalam disposisi surat maupun pelaporan kinerja. Beberapa dinas lain juga mendorong penyeragaman penyebutan jabatan dan peran, misalnya “Kepala Dinas” ketimbang hanya nama instansi.
Selain instansi pemerintahan, Gugus Tugas juga diusulkan melibatkan aktor pendukung lain seperti Badan Penghubung Provinsi, Biro Hukum, Bakorwil, serta organisasi masyarakat sipil seperti Migrant Care yang selama ini aktif dalam isu TPPO dan perlindungan perempuan.
Dari perwakilan DP3AK Jatim Ida Tri Wulandari menambahkan bahwa struktur ini nantinya tetap akan disesuaikan dengan rekomendasi Biro Hukum dan akan dimatangkan dalam pertemuan lanjutan. Rapat ditutup dengan peninjauan draf revisi Surat Keputusan Gugus Tugas dan rencana aksi awal yang akan dijalankan oleh masing-masing sub gugus tugas. Penataan ulang ini diharapkan dapat memperkuat koordinasi, memperjelas tanggung jawab, dan mempercepat respon terhadap kasus-kasus perdagangan orang di Jawa Timur.
Sebagaimana diketahui, TPPO merupakan kejahatan serius yang melibatkan eksploitasi manusia lintas wilayah, bahkan lintas negara. Jawa Timur, sebagai salah satu provinsi dengan mobilitas pekerja migran tinggi, menjadi titik krusial dalam pencegahan dan penanganan kasus ini.[rac.ca]


