Kab Probolinggo, Bhirawa
Setidaknya 5.700 ton tembakau produksi petani Kabupaten Probolinggo belum mendapat kepastian pembelian dari industri. Pemkab Probolinggo dan DPRD melakukan Sidak ke sejumlah gudang tembakau memantau proses serapan produksi tembakau oleh pasar.
Dalam Sidaknya ke sejumlah gudang tembakau, Senin (11/8) lalu, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo , Reno Handoyo menyebut kegiatan ini bertujuan memantau serapan hasil panen tembakau tahun 2025 serta mendengar langsung keluhan petani.
Reno Handoyo, mengatakan pihaknya menerima banyak laporan dari petani yang khawatir hasil panennya tidak laku.
“Kami ingin memastikan gudang-gudang akan membeli atau tidak. Jangan sampai petani menunggu tanpa kepastian,” ujarnya.
Monitoring dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo Oka Mahendra Jati Kusuma, Ketua Komisi II Reno Handoyo beserta anggota Komisi II. Turut hadir Plh Kepala Bidang Sarana Penyuluhan dan Pengendalian Pertanian Dinas Pertanian (Diperta) Evi Rosella, perwakilan DKUPP, Ketua HKTI Kabupaten Probolinggo Agus Salehudin, serta Sekretaris APTI Moh. Arif.
Data Diperta sendiri mencatat luas tanam tembakau tahun ini mencapai 9.917 hektare dengan perkiraan produksi 11.900 ton tembakau rajang. Hingga awal Agustus, baru sekitar 6.200 ton yang mendapat kepastian pembeli dari 16 gudang yang beroperasi. Artinya, masih terdapat kurang lebih 5.700 ton yang belum terserap pasar.
Salah satu temuan monev adalah keputusan PT Gudang Garam tidak membeli tembakau Paiton VO, seperti tahun sebelumnya. Kepala Gudang Paiton, Maria Magdalena Olivia, menjelaskan kebijakan tersebut dipengaruhi kondisi internal perusahaan dan tingginya beban cukai.
“Informasi bahwa kami membeli besar-besaran itu keliru. Pembelian yang ada dilakukan mitra, bukan dari perusahaan langsung,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Oka Mahendra menyarankan manajemen Gudang Garam Paiton menyampaikan aspirasi petani ke kantor pusat.
“Harapannya perusahaan kembali membeli tembakau lokal untuk menjaga harga dan kesejahteraan petani,” katanya.
Sementara itu, beberapa gudang lokal mulai melakukan pembelian, di antaranya CV Sayap Mas Nusantara dengan harga Rp50.000-Rp66.000 per kilogram sesuai kualitas. Kapasitas gudang tersebut sekitar 600 ton.
“Pembelian langsung dari petani ini positif, tetapi kualitas harus tetap terjaga demi keberlangsungan usaha,” kata Evi Rosella.
Ketua HKTI Kabupaten Probolinggo, Agus Salehudin, menilai sistem pembelian oleh pabrikan perlu dibenahi. Ia mengusulkan agar petani bisa mengirim hasil panen langsung ke gudang tanpa perantara untuk menghindari permainan harga.
“Pemerintah dan DPRD harus hadir sebagai jembatan solusi,” pungkasnya. [fir.gat]


