Pemkab Nganjuk, Bhirawa.
Peraturan Bupati Nganjuk Nomor 39 tahun 2024 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025, dengan tanggal penetapan atau dibacakan pada tanggal 30-12-2024 kemarin.
Jauh hari sebelum munculnya peraturan presiden (perpres) nomor 46 tahun 2025, di mana perpres ini yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, mulai berlaku pada tanggal 30 April 2025.
Secara normatif, pengadaan barang/jasa (PBJ) untuk pekerjaan konstruksi Tahun Anggaran 2025 memang seharusnya menunggu regulasi resmi, termasuk Peraturan Lembaga (Perlem) LKPP terbaru yang mengatur batasan metode pemilihan dan prosedur teknisnya. Namun faktanya di lapangan, sudah banyak paket penunjukan langsung (PL) yang berjalan, bahkan dengan nilai di kisaran Rp282 juta hingga Rp400 juta, padahal semua tahu Perpres tersebut belum bisa dilaksanakan sebelum munculnya peraturan kepala/lembaga, yakni LKPP yang menaungi Pengadaan barang dan jasa pemerintah khususnya jasa konstruksi.
Menurut Pujiono, S.H, M.H, Direktur edu politik: “Ada beberapa catatan kritis di sini Harusnya batas PL untuk Konstruksi masih di Rp200 Juta, menurut Perpres 12/2021 (perubahan atas Perpres 16/2018), untuk pekerjaan konstruksi yakni batas maksimal untuk PL adalah Rp200 juta. Nilai di atas itu harusnya melalui tender cepat atau tender umum,” ungkap Pujiono membuka narasi
“Kecuali ada penyesuaian batasan nilai PL yang ditetapkan lewat Perlem LKPP baru tahun 2025 – yang hingga saat ini belum terbit (per pertengahan Juli 2025) maka penggunaan PL senilai Rp 282-400 juta berpotensi melanggar ketentuan perpres dan juknis pengadaan. Serta dapat diindikasikan membuka celah penyimpangan: mark-up, pembagian jatah, fiktif atau split proyek,” terangnya.
Modus PL Berkedok Tender Tertutup, bukan rahasia umum lagi di beberapa daerah praktik ini sudah marak dilakukan termasuk di kabupaten Nganjuk.
“PL tetap dilakukan, tapi dicitrakan sebagai pengadaan darurat atau penyedia tunggal. Bahkan ada skenario PL dikamuflase jadi tender, tapi peserta hanya satu atau sudah diatur”, bebernya.
“Kalau PL sudah ditunjuk bahkan sebelum Perlem LKPP 2025 keluar, pertanyaannya: apa sudah final DPA nya? Kalau belum, dari mana dasar penunjukan penyedianya?
Apakah proses pemilihan penyedia itu berjalan paralel dengan pembahasan RAPBD, atau justru sudah diatur sebelumnya lewat Pokir? “, jelasnya.
Dari pantauan website resmi www.lpse.nganjukkab.go.id, pekerjaan konstruksi di bawah Rp 200 juta dengan metode pengadaan langsung memang sudah banyak di lakukan.
Saat di temui Daan Appono, ST, kasi Unit Layanan Pengadaan Sekretariat Daerah mengemukakan bahwa itu tergantung kepada kepala OPD yang bersangkutan.
“Kemarin ULP sudah melelang 3 pekerjaan konstruksi Dinas PKKBS yakni belanja jasa konstruksi rehab balai penyuluhan KB Ngluyu, Ngronggot dan Lengkong dengan nilai masing-masing Rp279.920.000. Untuk waktu proses lelang memakan waktu kurang lebih 21 hari kerja,” kata Daan saat di temui di ruangan ULP pada Selasa (22/07/2025).
“Perbedaan antara PL dan tender hanya di waktu pemprosesannya saja, kalau PL waktu 1 minggu sudah cukup untuk membuat kontrak dengan pihak ketiga atau rekanan, sedang untuk memproses jenis tender di perlukan waktu 3 minggu untuk evaluasi, itu dalam kondisi normal belum lagi jika ada sanggahan dari peserta tender yang lain,” pungkas Daan.
Menunggu terbitnya peraturan lembaga LKPP ataupun mengeksekusi pekerjaan yang semula PL menjadi tender itu hanyalah metode pilihan saja.
Karena praktik PL konstruksi di atas Rp200 juta yang berjalan sebelum terbitnya Perlem LKPP 2025 akan diduga cacat prosedural. Ini bukan sekadar soal teknis pengadaan, atau soal penganggaran semata namun menyangkut masalah:
- Kepatuhan hukum administrasi negara.
- Integritas APBD.
- Potensi konflik kepentingan antara eksekutif dan legislatif.
Apapun pilihannya semua.diserahkan kepada Kepala OPD masing-masing. (dro.dre)


