Penerapan teknologi tepat guna melalui inovasi alat perajang rempah adalah salah satu langkah strategis untuk memodernisasi industri jamu tradisional tanpa kehilangan akar budaya dan kearifan lokalnya. Indonesia, sebagai negara kaya rempah dan tradisi pengobatan herbal, memiliki potensi besar dalam industri jamu baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Namun, proses pengolahan bahan baku jamu sering kali masih mengandalkan teknik manual yang melelahkan, memakan waktu, dan menghasilkan produk yang kurang rapi.
Pada proses awal pembuatan jamu, tahap perajangan rempah sangat penting karena menentukan luas permukaan bahan yang akan diekstraksi. Perajangan manual menggunakan pisau tradisional memerlukan keterampilan khusus, waktu lama, dan hasilnya sering tidak konsisten: potongan bisa terlalu tebal, tidak merata. Hal ini memengaruhi proses selanjutnya seperti pengeringan, penggilingan, atau perebusan. Rempah yang dirajang tidak rapi cenderung kering tidak merata, sulit ditumbuk halus, dan ekstraksinya tidak optimal.
Dengan adanya inovasi teknologi tepat guna berupa alat perajang rempah, pelaku usaha jamu skala rumahan maupun UKM bisa memperoleh hasil potongan yang lebih rapi dan waktu kerja yang lebih efisien. Alat perajang sederhana bertenaga manual atau semi-mekanis dengan motor hemat energi bisa dibuat sesuai kebutuhan lokal. Potongan rempah yang lebih rapi membantu proses pengeringan menjadi lebih merata, mengurangi risiko jamur atau busuk, dan menghasilkan bahan baku kering berkualitas lebih tinggi. Ini juga mempermudah penggilingan halus untuk menghasilkan bubuk jamu yang konsisten dan lebih higienis.
Dari sisi efisiensi, teknologi perajang rempah menghemat waktu produksi secara signifikan. Pekerjaan yang sebelumnya memakan waktu berjam-jam bisa diselesaikan dalam hitungan menit. Hal ini mengurangi beban kerja fisik pengrajin, terutama perempuan dan ibu rumah tangga yang menjadi tulang punggung industri jamu di banyak daerah. Dengan tenaga kerja yang lebih ringan, produktivitas meningkat tanpa menambah biaya produksi yang tinggi.
Selain itu, alat perajang rempah membantu menjaga standar mutu. Di era pasar modern, konsumen semakin menuntut produk jamu yang higienis, seragam, dan terstandar. Potongan rempah yang bersih dan rapi juga mempermudah pengemasan, memberi nilai jual lebih baik, dan meningkatkan daya saing produk jamu lokal baik di pasar tradisional maupun modern.
Aspek sosial-ekonomi dari penerapan teknologi tepat guna juga penting. Alat perajang yang dirancang dengan biaya terjangkau dan mudah dirawat memungkinkan UKM dan kelompok tani rempah untuk mengakses teknologi tanpa beban modal berat. Produksi lokal alat-alat semacam ini juga bisa mendorong ekonomi desa melalui bengkel-bengkel las, tukang bubut, atau usaha perakitan sederhana. Jadi, manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh produsen jamu, tapi juga meluas ke rantai ekonomi pedesaan.
Namun, penerapan teknologi tepat guna tidak boleh lepas dari pendekatan yang partisipatif dan kontekstual. Inovasi alat perajang rempah harus mempertimbangkan jenis rempah yang diolah (jahe, kunyit, temulawak, kencur, dsb.) karena masing-masing punya tekstur berbeda. Alat juga harus mudah digunakan oleh semua kalangan, dari yang muda hingga yang lanjut usia, dan tahan lama dengan perawatan yang murah. Aspek pelatihan menjadi krusial: pengguna perlu diberi pemahaman cara merakit, mengoperasikan, dan merawat alat agar benar-benar mandiri.
Dengan demikian, penerapan teknologi tepat guna berupa inovasi alat perajang rempah adalah wujud nyata modernisasi yang berpihak pada rakyat kecil. Ini adalah upaya memperkuat industri jamu tradisional dengan meningkatkan efisiensi, mutu, dan kapasitas produksi tanpa menghilangkan nilai kultural yang telah diwariskan turun-temurun. Teknologi semacam ini menjadi jembatan antara warisan tradisi dan tuntutan pasar modern. [*]
Penulis:
Firda Ananda Yuliasari
RR Britamia Rachel Ekklesia
Mochammad Hendy Dwi Permana
Mochammad Iqbal Al Farizi


