33 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

APBD Kabupaten Nganjuk TA 2024 Dinilai Belum Berpihak si-Miskin

Bupati dan Ketua DPRD Nganjuk tunjukan dokumen Perda LPKJ 2024 dan RPJMD 2025-2029, Jumat (11/07/2025).

DPRD Nganjuk Bhirawa.
Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi dan Ketua DPRD Nganjuk mengesahkan Raperda, Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Nganjuk Tahun Anggaran 2024 beserta nota keuangan dan Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Nganjuk Tahun 2025–2029, Jumat (11/07/2025).

Dari dua dokumen tersebut masyarakat luas dapat melihat apakah APBD di tahun 2024 kemarin berpihak kepada rakyat khususnya si miskin, atau hanya sekedar syarat adanya. Penggunaan anggaran publik utamanya pada pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, ditujukan untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi, perluasan kesempatan kerja di perdesaan dan perkotaan, pengurangan kemiskinan, serta penyediaan layanan publik yang semakin baik.

Definisi sederhana dari anggaran pro rakyat adalah anggaran yang dibuat untuk mengakomodasi kepentingan kelompok miskin. Orang miskin seringkali nasibnya menjadi terabaikan atau tak diprioritaskan. Anggaran itu seperti “gula” yang mengundang semut-semut untuk datang dan memperebutkannya.

Mereka yang tak punya kuasa akhirnya harus menelan pil pahit karena tersingkir meski merupakan populasi besar yang harus diperhatikan. Praktik di sejumlah daerah menunjukkan perebutan anggaran dimaksud.

Itu sebabnya diperlukan gerakan-gerakan untuk memperjuangkan anggaran pro poor (pro rakyat miskin). Gerakan advokasi anggaran pro rakyat miskin berupaya agar anggaran tidak hanya demokratis dari sisi proses penyusunannya, tetapi juga mendorong ‘wajah’ APBD lebih pro rakyat miskin dan berkeadilan, sehingga APBD mencerminkan sebuah upaya mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan.

Berita Terkait :  AXA Sisihkan Hasil Penjualan Asuransi untuk Beasiswa Siswa Berkebutuhan Khusus

Menurut Pujiono, Direktur PT Pilar Pendidikan Rakyat yang pernah menjadi praktisi di dunia pendidikan mengatakan besaran mandatory spending :

“Pendidikan 20 persen, Kesehatan 10 persen, dan Infrastruktur Publik 40 persen dari APBD. Angka ini bukan hasil undian arisan, tapi mandat konstitusional yang membentuk jantung penganggaran baik pusat maupun daerah pada tahun 2025 ini.

Dalam dokumen bernama Permendagri No. 15 Tahun 2024, negara memerintahkan kepala daerah untuk tidak main-main dalam mengalokasikan anggaran”,ungkap Pujiono.

“Artinya, semakin besar porsi belanja untuk program sosial, pendidikan, kesehatan, atau perlindungan sosial, semakin pro-poor suatu APBD. Sebaliknya, komponen pegawai dan operasional yang dominan menunjukkan orientasi lebih kepada birokrasi. Misalnya, kajian lokal pada APBD Nganjuk 2023 menemukan bahwa belanja bantuan sosial hanya Rp11,85 M (kurang dari 1% total belanja), jauh lebih kecil dibandingkan belanja pegawai. Padahal berdasarkan amanat konstitusi, minimal 20% anggaran harus untuk pendidikan dan 10% untuk kesehatan”,terangnya

Sayangnya Gondo Hariyono pensiunan guru yang sekarang menjadi anggota DPRD belum bisa di konfirmasi karena masih beada di Malaysia.

“Belanja rutin Pegawai / Operasional: Belanja pegawai (gaji, tunjangan) dan barang & jasa operasional tetap mendominasi. Totalnya mencapai sekitar Rp2.137,5 M kedua tahun (±68% belanja). Ini konsisten dengan temuan umum bahwa daerah sering menghabiskan mayoritas anggaran untuk pegawai dan operasional. Dari perspektif pro-poor, porsi sebesar itu memperkecil ruang alokasi untuk program masyarakat miskin atau layanan dasar bagi masyarakat miskin,” terang Pujiono.

Berita Terkait :  Pemkab Jombang Kantongi Tiga Nama Hasil Seleksi JPTP

Singkatnya, tidak ada peningkatan porsi signifikan untuk kelompok miskin di APBD 2024 dibanding 2023 kemarin. Kondisi ini relevan dengan perhatian yang pernah disorot bahwa alokasi untuk rakyat miskin di APBD Nganjuk cenderung sangat kecil. Dapat disimpulkan APBD 2024 belum berpihak kepada masyarakat miskin masih sama seperti APBD 2023.

Semoga di dalam RPJMD 2025-2029 yang memuat rencana strategis kepala daerah dan wakilnya bisa lebih mengakomodir kepentingan akar rumput, anggaran yang berpuhak kepada si miskin seperti janji politik dahulu kala.

RPJMD 2025–2029 akan jadi kunci perubahan. Harus ada pengarusutamaan isu kemiskinan dalam prioritas strategis daerah. Advokasi anggaran berbasis data & partisipatif dari LSM, akademisi, dan masyarakat sipil sangat penting sebelum APBD 2026 disusun.

Kepala daerah terpilih perlu menjawab janji politik untuk menghadirkan APBD yang berkeadilan dan berpihak ke akar rumput. (dro.hel)

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru