Pemprov Jatim, Bhirawa
Di balik tembok Unit Pelaksana Teknis Perlindungan dan Pelayanan Sosial Asuhan Balita (UPT PPSAB) Sidoarjo Dinas Sosial (Dinsos) Jatim ada sosok perempuan berhati mulia yang mengabdikan hidupnya untuk mereka yang tak pernah mengenal kasih sayang orang tua kandung.
Namanya Diah Lilik Ismaini, seorang pengasuh bayi dan balita telantar yang sudah menjadi ibu bagi ratusan anak telantar sejak tahun 2010. Namun, kiprah Lilik di dunia sosial jauh sebelum tahun 2010.
Ia telah mengabdikan diri di Dinsos Jatim sejak 1991. Artinya, sudah 34 tahun ia menapaki jalan pengabdian dan setia di barisan terdepan, menjaga dan merawat masyarakat yang rentan.
Selama menjadi pengasuh di UPT PPSAB Sidoarjo, setiap pagi sebelum mentari benar-benar meninggi, Lilik sudah bersiap di ruang asuhan. Tangannya cekatan mengganti popok, menyiapkan susu, hingga menggendong bayi yang menangis minta pelukan. Pekerjaan itu bukan sekadar rutinitas baginya, tetapi panggilan jiwa.
“Saya ke anak-anak itu sudah saya anggap anak sendiri,” ucapnya lirih, Selasa (24/6).
Lebih dari 14 tahun, Lilik tak hanya merawat, tapi juga mencintai dengan sepenuh hati. Ia menemani anak-anak itu sejak mereka membuka mata di pagi hari hingga terlelap di malam hari. Ia hafal betul suara tangis tiap anak, tahu kapan mereka lapar, lelah, atau hanya butuh digendong. Seolah ada ikatan batin yang tak terlihat namun kuat menghubungkan mereka.
Bentuk kasih sayang Lilik bukan hanya dalam pelukan atau suapan makan. Ia bahkan memasukkan beberapa anak asuhnya ke dalam dokumen kartu susunan keluarganya, hanya agar mereka bisa memperoleh hak-hak dasar sebagai warga negara.
“Saya ingin mereka tetap diakui, punya identitas, dan masa depan,” katanya dengan tegas.
Keterikatan emosional itu begitu dalam. Ketika salah satu bayi asuhnya jatuh sakit, Lilik mengaku ikut merasakan sakit. Bukan hanya perih dihati, tetapi juga rasa khawatir yang mencengkeram.
“Seperti anak kandung sendiri, saya bisa menangis berhari-hari kalau mereka sakit,” ungkapnya. Empati Lilik tak mengenal batas.
Yang membuat Lilik paling sedih adalah kenyataan bahwa sebagian besar anak-anak ini ditelantarkan oleh orang tua mereka.
“Saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin orang tua bisa meninggalkan darah dagingnya begitu saja,” tuturnya sambil menahan air mata.
Kepedihan itu yang membuat Lilik tak lelah mengingatkan generasi muda agar menjaga diri dan tidak melakukan hal-hal sembrono yang bisa menghancurkan masa depan.
Menurutnya, banyak kasus anak telantar berawal dari hubungan yang tak bertanggung jawab, dari keputusan emosional yang akhirnya menyisakan luka panjang.
Ia juga berpesan kepada para orang tua agar mencintai anak-anak mereka tanpa syarat. “Anak itu segalanya,” ucap Lilik.
“Mereka bukan hanya anugerah, tapi juga penerang jalan kita di hari tua. Kalau kita menyakiti mereka, kita seperti memutus cahaya hidup sendiri.” Tuturnya.
Meski lelah sering menyapa, dan air mata sesekali jatuh, Lilik tak pernah menyesal menempuh jalan ini. Baginya, setiap senyuman anak asuhnya adalah penyembuh luka, setiap langkah kecil mereka adalah harapan. Di mata mereka, ia bukan sekadar pengasuh, tapi ibu yang sejati tanpa batas. Pelindung bagi mereka yang nyaris kehilangan segalanya sejak lahir.[rac.fen]


