Kota Malang, Bhirawa
Universitas Brawijaya (UB) komitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan setara, inklusif, serta bebas diskriminasi melalui penguatan integrasi prinsip Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) ke dalam kebijakan akademik, manajerial, dan pengembangan sumber daya manusia.
Prof. Dr. Ir. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc, Rektor UB mengatakan kesetaraan gender bukan hanya menjadi bagian dari mandat global, tetapi juga merupakan pondasi utama untuk menciptakan iklim akademik yang adil dan bermartabat.
“UB berkomitmen menjadi ruang aman dan setara bagi semua. Kami percaya bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan inklusivitas merupakan syarat utama bagi terciptanya inovasi, keadilan, dan kemajuan dalam dunia pendidikan,”kata Widodo.
Ia menyampaikan dalam beberapa tahun terakhir, UB telah menginisiasi sejumlah langkah progresif, seperti: Penguatan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dan Unit Layanan Terpadu Perlindungan Perempuan (ULTKSP) sebagai pusat aduan dan pendampingan kasus kekerasan berbasis gender dan perudungan.
Kepala Pusat Konseling Pencegahan Kekerasan Seksual dan Perundungan UB Ulifa Rahma, S Psi., M.Psi menjelaskan sebagai bentuk dukungan terhadap isu kesehatan mental, UB memberikan layanan konseling gratis.
Ulifa mengatakan layanan yang telah dibentuk sejak tahun 2017 ini digerakkan oleh Pusat Konseling Pencegahan Kekerasan Seksual, dan Perundungan, di bawah naungan Direktorat Kemahasiswaan. Layanan ini terbuka untuk berbagai permasalahan, mulai dari akademik, keluarga, relasi, karier, minat bakat hingga kasus kekerasan dan perundungan.
“Layanan konseling bisa dilakukan dengan tatap muka maupun daring, baik dengan psikolog, psikiater, konsultan hukum, maupun peer counselor (teman sebaya),” kata Ulifa.
Layanan ini tercatat telah membantu 600 hingga 800 mahasiswa setiap tahunnya. Peran layanan konseling menjadi penting untuk membantu mahasiswa memiliki kemampuan adaptasi dan strategi coping yang baik.
“Banyak mahasiswa yang merasa takut atau malu untuk datang ke layanan konseling. Padahal, langkah pertama untuk pulih adalah berani bicara dan menyadari bahwa mencari pertolongan itu bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk kekuatan,” tegasnya.
Melalui layanan ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya terbantu menyelesaikan masalahnya, tetapi juga mampu mengembangkan potensi diri dan membentuk perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari.
Selain layanan konseling, untuk mendukung kesehatan mental, UB juga secara rutin menyelenggarakan psikoedukasi berupa pelatihan psychological first aid, pelatihan peer counselor, hingga pembekalan dosen Penasehat Akademik. [mut.wwn]


