26 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Urgensi Manajemen Risiko Program Makan Bergizi Gratis

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Program Makan Bergizi Gratis terus berlanjut bahkan pemerintah telah mengalokasikan anggaran tambahan sebesar 50 trilyun rupiah untuk mengejar target sampai akhir Desember 2025 dengan sasaran 82,9 juta penerima manfaat. Sebuah angka yang tidak main-main dalam rangka menyukseskan program andalan Pemerintahan Prabowo-Gibran. Target tersebut mengacu pada amanat Presiden Prabowo Subianto menargetkan seluruh anak Indonesia akan mendapatkan akses makan bergizi gratis pada akhir tahun 2025.

Tercapainya kualitas sumber daya manusia (SDM) bermutu dan berdaya saing adalah masalah konkret dan mendesak yang harus segera ditangani secara langsung dan menyeluruh. Untuk itu, program yang dijalankan harus dimulai dengan memastikan bahwa kondisi sehat sejak dalam kandungan hingga lahir, balita, dan usia sekolah. Hal ini pula yang kemudian mendorong lahirnya program MBG. Anggaran sebesar Rp71 triliun tersebut dialokasikan ke Badan Gizi Nasional.

Dalam APBN 2025, dari total anggaran Rp71 triliun tersebut, sebesar Rp51,5 triliun digunakan untuk belanja barang bahan makan untuk diberikan menjadi makan bergizi. Anggaran lainnya digunakan untuk belanja modal yang digunakan untuk mendukung program teknis, belanja pegawai, dan belanja barang yang digunakan untuk mendukung program pemenuhan gizi dan program dukungan manajemen. Dampak ikutan lain adalah meningkatkan kualitas gizi masyarakat Indonesia sekaligus menggerakkan roda ekonomi lokal melalui kolaborasi lintas sektor.

Berita Terkait :  Sound Horeg dan Implikasi Kesehatan Kekinian

Di sisi lain, banyak kasus keracunan makanan dan vendor penyedia makan gratis yang belum dibayar oleh pihak penyelenggara program ini di daerah. Tidak hanya berkaitan dalam nutrisi dan gizinya tapi juga alokasi pendanaan yang harus dipersiapkan, sementara hal lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah kekecewaan sejumlah mitra yang tidak bisa mendapatkan pembayaran gaji selama pelaksanaan program MBG. Selain itu kompleksitas masalah makanan. Setiap individu memiliki selera dan kondisi kesehatan yang berbeda-beda sehingga tidak semua siswa menyukai makanan yang sama.

Ada yang memiliki alergi atau kondisi medis khusus yang harus diperhatikan. Pemerintah harus lebih peka terhadap kebutuhan siswa. Sekali lagi karakteristik daerah yang beragam dan kondisi latar belakang individu yang berbeda-beda status sosial ekonomi turut berimplikasi pada sukses tidaknya program MBG. Terlepas dari pro dan kontra pada pelaksanaan program ini terdapat 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 26 provinsi. Kritik sana-sini tentu memberikan input positif dan perbaikan tata kelola program ini. Hal karena kompleksitas, luas jangkauan, sasaran yang dicover dan banyak pihak yang terlibat baik sisi hulu (penyediaan bahan baku dan rantai pasok) hingga pelaksanaan di sekolah.

Urgensi Asuransi
Memang terdapat beberapa risiko yang berpotensi terjadi pada penyelenggaraan program MBG, mulai dari tahap penyediaan bahan baku, pengolahan sampai pendistribusian kepada konsumen. Salah satu identifikasi yang menonjol adalah risiko keracunan bagi para penerima MBG, anak sekolah, balita, ibu hamil dan menyusui. Proteksi risiko keracunan inilah Badan Gizi Nasional berencana akan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan penyedia asuransi. Skenario asuransi ini dilakukan dengan mempertimbangkan peningkatan kasus keracunan dan perlindungan ketenagakerjaan bagi setiap SPPG. Butuh kajian matang mengingat anggaran yang dibutuhkan untuk asuransi tidak sedikit dan hanya sekedar menopang industri asuransi yang tengah lesu baik BUMN maupun swasta karena penurunan daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat. Hal lain adalah belum termasuk pada persoalan administrasi lain, termasuk skema asuransi, seperti verifikasi hingga pembayaran premi yang membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Rencana premi sebesar Rp 16.000 per bulan baik SPPD maupun penerima manfaat yakni karyawan SPPG berjumlah 52.346.

Berita Terkait :  Waspada Fenomena Resistensi Obat

Skenario awal bahwa karyawan SPPG akan mendapatkan asuransi dari BPJS Ketenagakerjaan yang sudah menjalin kerja sama dengan BGN. Kedua jenis asuransi (pembayaran preminya) akan dilakukan melalui SPPG masing-masing. Skema asuransi untuk karyawan dan penerima manfaat yang keracunan tersebut masuk dalam biaya operasional. Namun deimikian, dari sisi urgensi saat ini kejadian keracunan tidak serta merta dijadikan justifikasi untuk memperoleh bantalan asuransi, lebih baik dilakukan upaya mitigasi dan preventif kondisi bahan pangan (sumber pangan, rantai pasok, distribusi hingga cara pengolahan yang benar dan higienis termasuk penatalaksanaan dalam memasuk atau tata kelola penyajian yang perlu diperkuat termasuk aspek pengawasan hingga sampai disantap oleh penerima manfaat.

Harapan dan tujuan besar Program MBG (Makan Bergizi Gratis) memiliki dampak yang luas dan signifikan, baik di bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Secara ekonomi, MBG mendorong pertumbuhan UMKM dan lapangan kerja baru, serta dapat menekan angka kemiskinan. Di bidang kesehatan, MBG diharapkan dapat menurunkan prevalensi stunting dan malnutrisi, serta meningkatkan kualitas gizi anak-anak. Dampak positif juga terlihat di bidang pendidikan, dengan peningkatan kualitas SDM dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi.

———— *** —————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru